Doppelgänger

44 11 0
                                    

Ada yang pernah bilang bahwa tiap orang memiliki setidaknya 6 doppelgänger di dunia ini. Itu berarti, 6 orang dengan wajah yang serupa walau tak sedarah. Enam orang yang menyerupai dirimu, tetapi tak memiliki kisah ataupun karakter yang sama.

Namun pemuda dengan rambut pirang pucat itu tidak ingin mempercayainya, walau secara saintifik itu bisa saja terjadi.

Jemarinya yang terbungkus sarung tangan bergerak lincah menorehkan tinta di atas buku catatannya. Di tengah badai salju, di dalam gua kecil tempat ia melakukan penelitian selama kurang lebih delapan bulan tanpa hasil pasti, ia menggambarkan wajah yang telah lama tak ia lihat.

Wajah sosok perempuan kecil dengan senyum yang riang, dengan ujung telinga lancip dan topi yang selalu setia menemaninya.

Angin kencang menghempas Gunung Dragonspine yang diselimuti salju abadi. Api unggun yang belum lama ia buat melemah, bahkan padam hanya dalam beberapa detik. Pemuda itu meletakkan buku serta penanya ke atas meja. Ia mendekati api unggun itu, berupaya merasakan kehangatan yang tersisa walau sudah sirna.

Pemuda itu menyalakan api unggunnya kembali. Wajah dan telapak tangannya dapat merasakan kehangatannya, seperti manusia-manusia lain.

Ia menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya walau tidak ada transaksi oksigen dalam tubuhnya. Tindakannya tadi hanya gestur. Sebuah manifestasi harapan untuk hidup layaknya manusia sesungguhnya.

Ah ... seakan-akan pemuda itu pantas hidup layak manusia saja.

Pemuda itu melangkah pelan menuju mulut gua, mengabaikan bunga-bunga es yang menyayat wajah porselennya.

Tidak sakit. Tidak sesakit yang dirasakannya saat itu.

Saat perempuan kecil itu, Klee, menggenangi salju putih Dragonspine dengan cauran darah dari kepalanya.

"Kak Albedo ... mendorongku ...."

Plak!

Pipi pemuda itu memerah. Tamparan keras itu mengembalikannya ke realita. Sudah sembilan bulan, nyaris setahun, anak itu meninggalkannya. Kehadirannya di Kota Mondstadt hanya mengundang rengut dan tangisan.

Ia tidak bisa melupakan mimik-mimik itu.

Semenjak itu, ia meninggalkan Mondstadt. Membiarkan luka yang ia torehkan sembuh dengan sendirinya. Keberadaannya hanya akan menyulitkan segalanya, bahkan dirinya sendiri.

Jadi, ia memutuskan untuk menyelidikinya sendiri.

Sang pengembara mempercayai ceritanya, tetapi ia tidak akan menyalahkannya pula jika gadis itu skeptis. Tidak ada siapapun di tempat kejadian perkara kecuali Albedo dan Klee sendiri.

Namun ada satu spekulasi yang membuatnya terbebas dari misteri ini: orang itu masih hidup. Walau ia sudah menghunuskan pedangnya ke dada orang itu, seorang doppelgänger.

... Atau saudara?

Albedo meringis. Saudara hanya karena terlahir dari tangan sosok ahli kimia yang sama. Jika kalimat itu benar adanya, berarti dirinya juga bersaudara dengan naga yang terbenam di bawah gunung ini. Yah, mungkin itu yang membuatnya merasa bahwa tempat ini seperti rumah.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Pemuda itu terkesiap. Ia menoleh ke belakang, mendapati kekosongan seperti sebelumnya. Ia pun menarik pedangnya. Dengan nada tenang, ia membalas, "Siapa di sana?"

"Kau tahu," suara itu mengitari gua, "ini aku."

"Untuk apa kau di sini?" Matanya bergerak ke sana kemari, mencari pergerakan. "Untuk meminta maaf?"

GenFest 2023: Fantasy x FanfictionWhere stories live. Discover now