Black Sunflower

115 17 1
                                    

"Wah. Lagi-lagi mereka menemukan Ajin baru." Pria tua yang duduk di dekat pintu berseru. Telunjuknya mengarah pada televisi yang terpasang di salah satu dinding kios ramen tempatku bekerja.

Pengunjung lain sontak menoleh ke arah televisi. Aku yang tengah mengelap meja juga ikut menyimak berita sela yang sedang tayang. Seorang wartawan tampak mewawancarai segerombolan remaja. Dari tulisan yang tertera di televisi, mereka adalah teman sekolah Kei Nagai, pemuda yang diberitakan bangkit kembali dari kematian setelah tertabrak truk. Wartawan tersebut kemudian melaporkan bahwa Kei Nagai masih dalam pelarian dan sampai sekarang belum ditemukan.

"Mengerikan." Seperti biasa, Haruka tidak pernah segan menyuarakan pendapatnya keras-keras. "Aku tidak bisa membayangkan ada monster seperti dia hidup di tengah-tengah kita."

"Menurutmu ... Ajin itu monster?" Seorang pelanggan bertanya.

"Tentu saja. Manusia tidak bisa bangkit dari kematian. Sungguh mengerikan jika jumlah Ajin terus bertambah. Jika mereka sampai membentuk pasukan dan menyerang kita, pasti akan sangat merepotkan melawan mereka." Bukannya segera membawa mangkuk-mangkuk kotor ke dapur, Haruka justru berkacak pinggang di depan televisi dan ikut mengobrol bersama para pengunjung. Dia memang tidak pernah melewatkan kesempatan untuk pamer kecakapannya berbicara. Meski ucapan Haruka seringkali hanyalah omong kosong, entah kenapa orang-orang selalu saja percaya kepadanya.

"Kau pikir jumlah mereka sebanyak itu?"

"Bukankah baru ada tiga Ajin di Jepang?"

"Bisa jadi lebih banyak, hanya belum ketahuan." Haruka terdengar sangat meyakinkan.

"Kurasa kita tidak perlu takut. Pemerintah pasti bisa mengatasi semuanya. Mereka tidak akan tinggal diam membiarkan monster seperti itu berkeliaran."

"Aku setuju. Buktinya Ajin kedua, si Tanaka itu, berhasil ditangkap. Pemerintah sudah mengurungnya di tempat yang aman."

"Ajin pertama kabarnya juga sudah berhasil ditaklukkan, kan?"

Aku tidak bisa lagi mengikuti siapa saja yang berbicara. Semua pengunjung terlihat melibatkan diri dalam pembicaraan walau kurasa sebagian besar dari mereka tidak saling mengenal. Suara mereka terus bersahut-sahutan seakan tidak mau kalah dari lawan bicaranya. Mereka sepertinya tidak peduli jika ramen yang mereka pesan keburu dingin dan mengembang.

Aku memutuskan melanjutkan pekerjaanku. Masih ada dua meja lagi yang harus dibereskan.

"Ya. Kita tidak perlu khawatir. Makhluk terkutuk seperti Ajin tidak mungkin mengalahkan kita. Pemerintah pasti akan segera menemukan cara untuk memusnahkan mereka." Suara Haruka kembali melengking tinggi.

Prang!

Tiba-tiba, semua orang terdiam. Kini, perhatian mereka tertuju pada pecahan pot tanah liat yang berserakan di lantai. Mereka saling bertukar pandang dengan sorot heran, seolah sedang bertanya-tanya siapa yang menjatuhkan pot tersebut. Pasalnya, pot bunga itu terletak di rak yang cukup tinggi dan tidak ada yang tengah duduk di sekitar rak itu.

Aku membuang napas dengan kasar. Lagi-lagi Kuroihima muncul tanpa kusadari. Sosok hitamnya tampak menjulang di depan pintu. Pasti yang barusan itu ulahnya.

Jika dilihat sepintas, Kuroihima seperti bayangan manusia yang ditarik hingga melar, lengkap dengan dua tungkai kaki dan dua lengan yang kelewat panjang. Yang berbeda hanyalah bagian kepala. Bukannya berbentuk bulat, kepala Kuroihima justru memiliki beberapa kelopak layaknya bunga matahari. Karena itulah aku memanggilnya Kuroihima. Gabungan dari kata kuro (hitam) dan himawari (bunga matahari).

"Jangan menghalangi pintu!" Aku mendesis pelan agar tidak ada orang lain yang mendengar.

"Jangan menghalangi pintu!" Kuroihima membeo dengan suaranya yang seperti radio rusak. Dia bergeser ke samping sesuai perintahku. Bahunya menyenggol lemari kaca berisi cangkir-cangkir porselen yang dikoleksi pemilik kios. Cangkir-cangkir itu berguncang pelan dan menimbulkan bunyi denting yang menarik perhatian.

GenFest 2023: Fantasy x FanfictionWhere stories live. Discover now