Arkan membawa Audrey ke taman belakang. Acara makan malam diadakan disana. Gazebo taman belakang tak kalah mewah dibandingkan gazebo depan. Gazebo dengan bentuk hexagon itu di hiasi tirai di setiap sisinya. Tirai putih itu diikat ke setiap tiang kayu, memberikan akses ke semilar angin malam masuk. Di tengah gazebo terdapat meja makan yang bisa menampung seluruh tamu malam ini. Dengan penerangan dari lampu lampu kecil disekitarnya, cahaya yang dihasilkannya seperti kumpulan kunang-kunang yang berterbangan.

"Arkan, kau datang." Seorang perempuan paruh baya menyapa Arkan ketika kami melangkah ke taman belakang.

"Bibi Julia." Arkan memeluk wanita itu lalu dengan hangat. "Oh, dan kenalkan ini Audrey."

Julia melirik wanita manis di samping Arkan. Dan tersenyum lebar sambil memeluk Audrey dengan alami seperti dia memeluk Arkan sesaat yang lalu, "Hallo bibi, saya Audrey."

Julia menatap Audrey. "Salam kenal Audrey." Julia lalu menyeret Audrey sedikit ke tengah taman. "Oh, dan kenalkan ini suamiku Tristan. Dan dua preman di sana anak anakku, mereka kembar, Ryan dan Rayka. Oh, dan wanita yang sedang menyiapkan hidangan disana kakak-kakakku, Marisa dan Sabrina dengan suami mereka Alliot dan Dylan, kakek-nenek Arkan, pemeran utama malam ini, Akram dan Kirana..."

Perkenalan itu terasa tak ada habisnya. Keluarga papa Arkan cukup besar. Sebagian besar anggota keluarga berkumpul malam ini. Ada sekitar lima belas orang ditaman, atau mungkin enam belas? Audrey kesulitan menghafal mereka. Dia berharap mereka semua memakai papan nama atau name tag. Dan dia berharap mereka semua tidak menatapnya. Dengan penuh rasa penasararan.

"Au, kau datang." Emily menghampirinya, dan ia bersyukur gadis itu mau repot-repot mengajaknya bergabung ke arah api unggun dan berkenalan dengan semua sepupu Arkan. Arkan disisi lain melirik Audrey dari gazebo, dia sibuk dengan Jevan dan Om Haris membahas pekerjaan.

Makan malam berlangsung dengan hangat. Sebagian membahas pekerjaan, atau membahas Jehan yang baru masuk sekolah kedokteran. Dia lupa apakah Jehan anak bungsu tante Marisa atau Sabrina. Oh, dan dua laki-laki didepannya adalah anak kembar tante Julia, Ryan dan Rayka. Kembar lainnya selain Gavin dan Jevan. Audrey baru sadar, hampir semua keluarga Arkan berprofesi sebagai dokter. Kecuali Arkan, bibi Julia dan Neira, anaknya Om Haris yang baru saja masuk sekolah seni.

"Ku dengar, Emily ikut kelas yoga, bagaimana kau bisa berfikir untuk yoga dengan tubuhmu yang kecil itu..." Gavin mengulurkan tangannya untuk mengambil brownis tapi neneknya menampik tangannya.

"Desert setelah makanan utama, Gav." Peringat Kirana. Nenek Arkan duduk di kursi rodanya, dengan nyaman. Sang kakek, berada disampingnya menemani dengan penuh senyuman, "Biarkan dia Ana, Gavin baru pulang kerja, dia kelaparan dan kelelahan..." laki-laki tua itu menatap Gavin, "liat wajah lelahnya, dia kelaparan." Akram menyodorkan sedikit lebih dekat box brownis ke arah Gavin.

"Kau selalu saja membela cucu cucumu, kau tak lihat, dia semakin lama semakin nakal."

"Oh, aku tak membela, mereka bekerja keras untuk mengurus pasien. Tentu aku sadar betapa melelahkannya itu.."

Sementara dua orang sepuh berdebat, Gavin berhasil mencomot potongan lainnya dari brownis di atas meja. "Ini sangat enak. Eyang kakung harus coba. Brownis dari Audrey ini enak." Gavin menyuapkan sepotong brownis ke Eyang kakungnya saat keduanya masih berdebat. Audrey menonton percakapan hangat keluarga itu sambil mengedarkan sendok dan garpu di meja makan. Membantu sebisanya setelah melihat tiga bibi dan paman Arkan memanggang berbaque di taman.

"Kau hanya menyuapi Eyang kakungmu?" kali ini Eyang putri geleng-geleng kepala dengan Gavin.

"Kalau aku menyuap Eyang Putri, aku akan disembur nafas naga. Lebih baik aku diam." Canda Gavin sambil nyengir dengan menyuap sekali lagi brownis diatas meja. Eyang putri mendesah putus asa. Dan mengabaikan Gavin.

The Future Diaries Of AudreyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora