04

21 9 0
                                    

Gaun putih sederhana dengan model simpel menjadi pilihan [Name] untuk pesta perayaan pertamanya bersama Akashi Seijuuro. Gaun itu tidak memiliki hiasan khusus, hanya kancing sejajar di tengah dada hingga ke atas perut dan lengannya yang berbentuk bunga tulip tanpa ada corak. Rambutnya diurai ke belakang, membuatnya menjuntai dan memperlihatkan anting-anting dangle yang senada dengan gaunnya. Benar-benar sederhana.

Orangtua dan kedua kakaknya—yang ikut acara tersebut sebagai rekan bisnis—berkomentar jika pakaian pilihannya terlalu polos, bahkan terkesan biasa saja, tetapi [Name] yang memang tidak berniat untuk berlebihan sudah memantapkan hati untuk memakai pakaian itu. Toh, yang penting ia merasa nyaman.

Kehebohan terjadi tepat pada pukul setengah enam sore di kediaman utama [Last Name], satu setengah jam sebelum acara makan malam yang diadakan Akashi Corp berlangsung. Orang-orang dalam rumah [Name] gaduh mempersiapkan ini-itu ketika melihat limousine Keluarga Akashi terlihat memasuki gerbang.

Orangtua [Name] yang tadinya masih bersantai mulai panik mencari pakaian mereka, membuat para pelayan ikut tegang dan tidak jarang membuat kekacauan. Kakak perempuan [Name] sibuk menelepon suaminya agar cepat pulang sekaligus kerepotan mendandani kedua anaknya yang berusia tidak lebih dari lima tahun, lalu kakak laki-lakinya—yang untungnya sudah berpakaian rapi, berdiri di depan pintu utama seperti patung.

Kehebohan itu terjadi karena mereka tidak percaya, jika Akashi Seijuuro benar akan datang ke kediaman mereka menjemput [Name]. Perempuan itu sendiri tidak heran, ia juga sempat merasa kalut ketika sedang menunggu, takut jika Seijuuro kembali mengingkar janji. Namun ketakutannya seperti menguap ke udara, ketika melihat laki-laki itu tengah berjabat tangan formal pada kakaknya di depan pintu.

Setelah memastikan kakak laki-lakinya dan Seijuuro telah bertukar sapa sepantasnya, baru [Name] menghampiri mereka dan membungkuk hormat sebagai salam.

Kakak laki-laki [Name] tersenyum, "Terima kasih telah menjemput Adik saya kali ini, Seijuuro-san," ujar laki-laki itu sambil merangkul [Name] menuju ke sisinya, "maaf karena anggota keluarga saya yang lain tidak sempat menyambut Anda, tapi saya harap kita dapat segera bertemu di acara."

Laki-laki berambut merah itu tersenyum, "Tidak perlu khawatir, Nii-san, saya mengerti."

"Saya titipkan Adik saya," ungkap laki-laki itu sebelum mendorong pelan tubuh [Name] agar sedikit mendekat pada Seijuuro.

Laki-laki berambut merah itu ikut tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya—yang langsung diraih [Name], dan membuat perempuan itu ke sisinya, "Tentu saja, saya tidak akan mengecewakan Anda."

[Name] membungkuk pamit pada sang kakak setelahnya dan mengikuti Seijuuro masuk ke dalam limousine. Setelah itu, baru mereka berangkat.

Ketika mereka berdua telah duduk saling berseberangan, Seijuuro menatap [Name] sebentar, sebelum memalingkan wajah sedikit tidak acuh, lalu berkata pelan, "Penampilanmu bagus."

Sebelah alis [Name] terangkat. Tidak biasanya seorang Akashi Seijuuro memerhatikan penampilannya, apalagi sampai memuji. [Name] lantas tersenyum, "Terima kasih, kamu juga tidak kalah menawan malam ini."

Perjalanan dua puluh menit itu terasa begitu lama. Seijuuro sibuk memandang jalanan, sedangkan [Name] masih tidak percaya kalau ia datang ke acara resmi langsung bersama sang tunangan.

Namun dengan segera ia menepis pemikiran itu. Ini adalah kali pertama sekaligus terakhir kalinya, bukan menjadi pembuka untuk acara-acara selanjutnya ke depan. Bukankah mereka berdua sudah setuju membahas lebih lanjut pertunangan ini? [Name] juga sudah yakin untuk membatalkannya.

Ketika telah sampai di depan tempat acara diadakan, karpet merah menghampar dari depan pintu limousine ke pintu masuk. Di sisi karpet pun berjejer para wartawan yang senang berlomba untuk berburu berita picisan tentang dunia pebisnis negara mereka.

DevotedWhere stories live. Discover now