22. Bukan Hilang Ingatan

Start from the beginning
                                    

Mendengar seruan kencang itu, Iyam segera menunduk dalam. "Muhun, Nyai" Singkatnya berlalu dari kamar.

Setelahnya Fleur menghampiri Batari. Gadis berambut pirang itu tak sedetikpun mengalihkan padangannya ke arah lain. "Batari, kamu tidak ingat dengan.. saya? Dengan semua?"

Batari menggeleng. "Maaf kak, emang kita pernah kenal sebelumnya ya?"

Mendengar jawaban dari Batari, William yang masih duduk ditepi ranjang semakin merengut kesal. "Batari aneh! Wil tidak suka!"

"Sini, duduk dulu" Kartika membawa Batari untuk duduk di ranjang lalu beralih pada Fleur. "Papa belum pulang?" Tanyanya.

Fleur menggeleng. "Belum, Ma"

"Ann dan Wessel juga?" Sambung Kartika lagi.

"Mereka juga belum pulang" Fleur kembali menggeleng.

"Baguslah. Kita bawa Batari ke rumah Mama, bantu ya sayang" Ucap Kartika pada Fleur sambil mengusap pipi anaknya.

Tak lama kemudian William menarik ujung kebaya Kartika. "Ma, Wil boleh ikut?" Tanyanya.

"Iya, boleh sayang. Kemari, nak. Hayu, Fleur" Ajaknya lagi.

Tanpa basa-basi Fleur mengangguk mantap. Ia membantu memapah Batari untuk keluar dari kamar, padahal Batari sendiri merasa baik-baik saja dan bisa jalan sendiri. Sedangkan Kartika langsung menggendong William dan menyusul Fleur keluar kamar.

Batari yang masih bingung dengan situasi tersebut hanya bisa celingak-celinguk tak mengerti seperti orang bodoh. Ia hanya diam saja ketika Fleur dan Kartika menggiringnya sampai ke ruang depan.

"Maaf, kita mau kemana ya?" Akhirnya Batari mulai memberanikan bertanya.

Belum sempat Kartika atau Fleur menjawab pertanyaan Batari, Iyam muncul dan membawa kabar yang kurang mengenakan. Dengan wajah takut dimarahi ia menghadap Kartika dan sesekali menunduk.

"Punten Nyai, dokter Herman tidak mengangkat sambungannya" Adunya.

"Terus hubungi, suruh dia cepat datang ke rumahku" Intruksi Kartika yang langsung diangguki Iyam.

"Muhun, Nyai" Patuhnya lalu pergi.

Ketika hendak sampai di ambang pintu, langkah mereka bertiga terhenti setelah melihat sosok yang muncul dari teras samping. Sosok jangkung itu mengangkat sebelah alis sembari menggenggam segelas kecil berisi bir. Dia adalah Hansen.

"Ma?" Tanyanya heran.

Kartika tersenyum kikuk sebelum menjelaskan. "Untuk satu hari ke depan, Mama akan bawa Batari ke rumah"

"Heh, sstt Hansen!" Panggil Batari pelan. Tapi meski begitu orang-orang dapat mendengar dengan jelas desutan itu.

"Neng mengingat Hansen?" Tanya Kartika bingung.

Batari terkekeh pelan. "Inget? Lebih tepatnya kenal, Bu. Soalnya Hansen ini kan tetangga saya" Ungkapnya.

Krik. Krik.

Terdiamlah semua orang mendengar penuturan Batari yang menurut mereka ngawur. Terutama pemuda berambut pirang yang kini mengenakan kemeja putih longgar dan celana katun senada. Ia terlihat sedikit risih ketika Batari berusaha so akrab dengannya.

Merasa susana yang sudah tak mengenakan, Kartika segera menyela. Apalagi melihat ekspresi anak sulungnya yang terlihat tak bersahabat ketika beradu pandang dengan Batari.

"Ya sudah, Mama akan bawa Batari ke rumah dulu sampai dia ingat sesuatu" Jelasnya.

Hansen menyerngit semakin bingung. "Memangnya dia kenapa?"

"Dia terjatuh" Sela Fleur.

"Terjatuh?" Ulang Hansen sedikit kaget, namun dengan cepat ia berdeham dan kembali memasang tampang dingin.

Kartika tersenyum sembari mengusap lengan kekar sang anak. "Ceritanya panjang sayang, nanti Mama ceritakan. Yang terpenting Batari harus ditangani dokter dulu"

"Lalu bagaimana jika Papa marah saat tau rumah kosong?"

"Tidak usah khawatir, biar Mama yang bicara. Kamu istirahat saja ya" Balas Kartika berusaha menenangkan.

Pasalnya ayah dari Hansen, Fleur, dan juga William itu tidak akan membiarkan mereka untuk mengunjungi rumah Kartika tanpa seizinnya. Apalagi sampai harus menginap.

"Baiklah" Hansen tidak ada pilihan. Lagipula tidak ada gunanya juga ia menahan kepergian salah satu babu di rumahnya itu.

"Heh, sst! Hansen, mereka siapa sih?" Lagi-lagi Batari berbisik kencang dan membuat orang disekitarnya menoleh.

Tak ingin membuang waktu, Kartika kembali berucap. "Ya sudah, kalau begitu Mama pulang dulu" Pamit Kartika yang hanya diangguki anak sulungnya.

Hansen hanya memandangi mereka yang tengah menaiki delman di area halaman depan rumahnya. Pemuda dingin itu menggoyangkan gelasnya pelan sebelum meminum isinya.

"Hilang ingatan?" Gumamnya menerka.

Sampai delman itu bergegas pergi, Hansen masih berdiam diri di ambang pintu. Ia sama sekali tak melakukan apapun bahkan ketika manik birunya beradu pandang dengan kedua mata lugu milik Batari disana.

"Menyusahkan" Sambungnya lalu kembali masuk ke dalam rumah.

*****

Dalam perjalanan, Batari hanya terdiam sembari mengamati sekitarnya. Rumah disisi kanan dan kirinya masih jarang terlihat, sekalipun ada terpisah dengan kebun yang jaraknya lumayan jauh dari rumah lainnya. Sedangkan jalanan cukup besar yang sedang ditapaki kaki kuda ini sama sekali belum dilapisi aspal, masih tanah berbatu alami.

"Maaf Bu, kalau boleh tau ini daerah apa ya?" Sela Batari bingung.

Situasi yang sudah hening semakin sunyi ketika Batari bertanya begitu. Kartika dan Fleur saling melempar pandangan. Sementara William yang duduk dipangkuan Kartika hanya menatap Batari sambil merengut.

"Kamu.. sungguh tidak ingat?"

Pertanyaan Fleur barusan langsung dibalas gelengan kepala mantap dari Batari. Hingga tak lama kemudian terdengar isakan kecil dari mulut William yang sudah melengkung ke bawah.

"Wil tidak suka Batari! Huaaa!!"

Hingga akhirnya tangisan William menghiasi keheningan di dalam delman. Hal tersebut membuat Kartika dan Fleur semakin yakin kalau gadis yang selama ini sudah dianggap saudara sendiri memang benar mengalami hilang ingatan.

*****

reginanurfa
-24082023-

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now