"GAK! GOSAH NGADI-NGADI LO! "

Pasutri itu serentak tertawa melihat reaksi yang diberikan (Name).  Keisya menyenggol lengan Atsumu bermaksud untuk tidak meneruskan kejahilan mereka. Menurutnya mereka cukup percaya saja pada keduanya, kalau berjodoh mau sekeras apapun (Name) menolak pasti kembalinya tetap pada sang mantan.

🫧🫧🫧

Seperti biasa, sebelum berangkat mengajar, (Name) selalu sarapan bersama keluarganya terlebih dahulu, dan kini ia sudah duduk di kursi makan dan menikmati sarapannya.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu? "

Seiji--Ayah (Name) tiba-tiba bersuara. (Name) tau itu pertanyaan untuknya karena sang ibu tidak bekerja.

"Berjalan baik, Yah. Belum ada kesulitan dan semoga tidak ada." jawabnya.

Seiji mengangguk, pria itu melepaskan handphone nya dan memusatkan perhatian pada (Name).

"Bagaimana dengan pendidikanmu? Tidak mau lanjut S2? " (Name) tertegun, padahal ia akan membicarakan ini nanti dengan sang Ayah sekaligus meminta izin untuk mencari beasiswa di luar. Namun siapa sangka sang Ayah membahas duluan.

(Name) melepaskan sendok dan garpunya, meminum sejenak air putih lalu memperbaiki duduknya dengan badan yang tegap.

"Sebenarnya aku mau diskusikan ini dengan Ayah, nanti kalau waktunya udah tepat. Tapi karena Ayah bahasnya sekarang jadi aku mau ngomong sekarang." kata (Name) lalu menarik napas panjang dan memandang Ayahnya dengan serius, "Aku berencana mau lanjutin kuliah di luar, Yah. Tapi nanti karena aku harus cari beasiswa dulu dan ngumpulin biaya."

Dahi Seiji mengerut membuat jantung (Name) berdegup cepat.

"Kenapa nanti? Sebentar lagi masuk semester baru, kalau mau daftar sekarang, daftar saja. Ayah masih sanggup biayain kamu bahkan sampai S3-pun." tutur Seiji membuat (Name) benar-benar tertegun.

Kalau bukan karena malu, sudah pasti ia akan menangis di depan kedua orang tuanya saat ini. Namun karena ia tipe anak yang tidak terbuka kepada orang tuanya, maka sekuat tenaga (Name) menahan air matanya.

"Gak usah, Yah." ucap (Name) menggeleng pelan lalu menunduk menatap jari-jarinya yang saling memilin di atas paha, "Kali ini (Name) pengen mandiri. Ayah sama Ibu udah berkorban banyak buat (Name) dan Leina selama ini. (Name) udah 23 tahun, udah harus bisa cari uang sendiri, setidaknya belajar untuk menghidupi diri sendiri."

"(Name), Ayah sama Ibu sama sekali gak keberatan membiayai kamu bahkan sampai kamu sudah menikah pun." (Name) mengangkat wajahnya saat Ayahnya menggeser kursi untuk lebih dekat dengannya dan mengelus kepalanya.

(Name) yang menunduk karena penglihatannya sudah mengabur karena air mata pun mendongak membuat air mata itu jelas jatuh di kedua pipi nya.

"Begitupun dengan Leina. Hanya kalian berdua anak Ayah sama Ibu, Ayah bekerja keras untuk kalian, untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan kalian. Kalau bukan kalian, lalu hasil kerja keras Ayah untuk siapa? Ayah sama Ibu udah tua, nak. Tidak ada yang lebih penting saat ini bagi kami selain kebahagiaan dan kesuksesan kalian."

Sudah... runtuh sudah pertahanan (Name). Ia menunduk sembari terisak mendengar penuturan Seiji. Bahkan Leina pun ikut menunduk mendengar hal tersebut membuat Asara mendekat untuk mendekap putri bungsunya itu.

"Anak Ayah sama Ibu dua-duanya perempuan, gak menutup kemungkinan setelah menikah kalian akan tinggal sama suami kalian masing-masing. Dan pasti akan jarang ketemu Ayah sama Ibu. Selagi kalian masih serumah dengan kami, Ayah gak peduli harta Ayah habis dan harus bekerja keras lagi. Asalkan itu semua untuk kalian berdua."

MANTAN || SUNA RINTAROU X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang