Bab Dua Puluh Satu

Start from the beginning
                                    

"Entahlah. Mungkin kau harus minta maaf terlebih dahulu." Kata Audrey dengan tidak pasti, "biarkan dia tenang sedikit, bisa jadi ini baru baginya. Ema terlalu lembut pada Mumu."

Faiz mengangguk, dan mengikuti Audrey ke taman. Mereka menghabiskan setengah jam ditaman. Faiz ternyata tidak seperti yang Audrey duga. Awalnya dia cukup takut didekat Faiz, tetapi Faiz bisa mengimbangi kekikukannya. Mereka berbicara tentang Ema, Margareth dan bagaimana pekerjaan masing-masing.

Audrey melihat mobil Arkan melintas begitu mereka berada didekat rumah. Mobil Arkan masuk garasi, laki-laki itu turun dan keluar mengecek Audrey yang sedang mengobrol bersama Faiz.

Arkan menghampiri mereka, sambil menatap Faiz kesal. "Aku tak menyangka akan melihatmu hari ini."

"Aku punya janji dengan mama." Faiz melirik Audrey. "Aku punya kesempatan berjalan-jalan dengan gadis manis ditaman."

Ekpresi Arkan menggelap. "Sepertinya pekerjaanmu tak berjalan lancar, Fa. Sehingga kau punya waktu untuk berjalan-jalan sore seperti ini."

Mumu mendekati Arkan. Anjing itu mencium kaki Arkan, lalu menggoyangkan ekornya. Faiz menatap Mumu dengan ekspresi tercengang. Ketika ia mendekatinya semalam, anjing itu menggonggong penuh amarah padanya. Tapi hari ini dia mendekati Akran dengan sukarela.

Arkan memperhatikan ekspresi Faiz, "Jadi ini yang namanya Mumu. Dia terlihat ganteng."

"Dia betina." Jelas Audrey. Dia menatap Faiz dengan tatapan sedih. Dan menoleh pada Arkan. "Dia menyukaimu. Padahal dia menjaga jarak dengan Faiz."

"Pantas dia terpikat padaku." Arkan mengelus kepala Mumu. Dia menjilat tangan Arkan dengan tertarik. "Semua wanita menyukaiku." Arkan mengedik pada Audrey. Audrey memutar bola matanya mendengar komentar Arkan.

"Sepertinya kalian sudah selesai jalan-jalan." Arkan menarik tali Mumu, lalu menyerahkannya pada Faiz. "Kau membutuhkan waktu lebih banyak dengan Mumu jika ingin menaklukannya. Ku doakan kau berhasil." Arkan menarik Audrey ke dalam rumah. Meski Audrey ingin memberontak dengan sikap tidak sopan Arkan, tapi ia tak melakukannya karena sadar laki-laki itu tengah kesal.

"Kau kesal padaku." Tanya Audrey begitu mereka sampai di dalam.

"Tidak, aku kesal dengan diriku sendiri." Arkan menyugar rambutnya. Menatap Audrey. "Dia sepertinya menyukaimu."

Audrey tersenyum. "Faiz? Tidak mungkin. Terakhir kali ku lihat kami hanya beramah tamah sebagai tetangga." Arkan menarik Audrey mendekat padanya. Memeluk pinggangnya posesif. Audrey mengerinyit, sadar isitilah itu berlebihan baginya. Karena dia baru saja mengenal Faiz. "Kenapa tidak mungkin?"

"Intuisiku mengatakan dia tidak menyukaiku."

"Menurutku intuisimu salah." Arkan mencium Audrey lama, panas dan membara. Audrey balas menatap Arkan. "Bagaimana jika ia menyukaimu? Apa yang akan kau lakukan."

"Entahlah, aku belum memikirkannya. Mungkin aku akan menawarinya versi uji coba kencan." Canda Audrey. Tapi Arkan tidak tertawa. Pria itu hanya menatapnya, menelisik jawaban Audrey. "Tapi aku rasa kau salah, intiusiku tak pernah meleset. Mungkin kau salah mengambil kesimpulan."

"Tidak, dia menatapmu terpesona."

Audrey tertawa mendengar penjelasan Arkan. "Ku rasa terpesona bukan berarti dia menyukaiku." Arkan tak tahu harus berbuat apa. Sebagai laki-laki dia dengan jelas menyadari bahwa Faiz tertarik dengan Audrey. Dia gemas dengan sikap masa bodoh Audrey. Disisi lain dia senang Audrey tak menggubris dengan serius ketertarikan Faiz padanya. "Dia terpesona karena aku dengan mudah dekat dengan Mumu. Sepertinya dia juga melongo dan terpesona denganmu. Kau berhasi memikat Mumu dengan mudah."

The Future Diaries Of AudreyWhere stories live. Discover now