Jam 7 pagi jenazah Jinan di bawa oleh mobil ambulance untuk di antarkan ke rumah, karena rencananya akan dimakamkan nanti siang setelah dzuhur. Chika dan Shani berjalan menyusuri lorong dengan langkah gontai.

"Kalian teman dekatnya Ndoro Ayu?" keduanya di hadang oleh bapak-bapak berbaju batik. Chika dan Shani spontan menghentikan langkah mereka, menatap bapak-bapak paruh baya berkumis tipis itu.

"Sebenarnya kami ⎯  "

"Kami cucu dari Eyang Sukma. Sukma Atmaja." Chika memotong ucapan Shani.

Bapak berbaju batik itu seketika terdiam, dengan raut wajah yang sulit untuk di artikan. "Sukma Atmaja..." monolognya yang masih terdengar oleh Chika dan Shani.

"Jadi kalian ini cucu dari Bu Sukma?"

Chika dan Shani mengangguk.

"Bapak ini siapa? Apa bapak mengenal eyang kami?" kini giliran Shani yang bertanya.

"Nama saya Maulid Djuhandar. Panggil saja Pak Maul, saya supir pribadi Keluarga Raharja. Dulu saya sering mengantar Ndoro Saras ke rumah Bu Sukma." ucap bapak-bapak itu yang ternyata adalah Pak Maul.

"Saya tau maksud kalian, Ndoro Saras pernah bercerita soal ini semua sama saya. Beliau juga bercerita tentang Bu Sukma. Tentang cermin itu saya juga tau. Bukan kebetulan sekarang ada cucu Bu Sukma yang datang kemari, ini semua pasti ada hubungannya dengan Koco Medi itu kan?" sambung Pak Maul yang membuat Chika dan Shani masih terdiam.

"Bapak sepertinya sudah tau banyak. Tapi sebelumnya saya minta maaf karena nggak bisa menyelamatkan Jinan.. saya sungguh minta maaf.." ucap Chika.

Pak Maul menggeleng.

"Bukan salah kalian. Ndoro Ayu memang dari bayi sudah di serahkan kepada memedi itu. Saya juga ndak bisa menghalanginya, Bu Saras bilang jika Ndoro Ayu pengorbanan terakhir untuk memedi itu. Kata beliau janji yang sudah di buat tidak bisa di batalkan. Dan benar saja, sekarang tepat ulang tahun Ndoro Ayu yang ke-17, Ndoro Ayu meninggal." jelas Pak Maul.

Chika dan Shani mengangguk.

"Lalu apa bapak tau dimana Koco Medi itu berada?? Saya harus membawanya ke Parangkusumo pak, untuk menghancurkannya.." ucap Chika.

Pak Maul terdiam sejenak, lalu tak lama dia mengangguk. "Benda itu berada di kamar Ndoro Ayu, saya akan membawanya ke kalian jika memang kalian bisa menghancurkannya.."

Chika dan Shani saling berpandangan, lalu keduanya mengangguk.

"Bapak nggak lupa kan sama rumah eyang kami? Saya harap besok pagi-pagi bapak mengantarkannya ke rumah itu.." ucap Shani sambil tersenyum.

"Baik... Baik... Saya akan antarkan kesana." Pak Maul terdiam sebentar, seperti berfikir, namun Chika mengerti apa yang ada di pikiran Pak Maul.

"Saya Chika pak, dan ini kakak saya namanya Shani.." Chika tersenyum, lalu Pak Maul mengangguk.

Tak lama Pak Maul berpamitan, dia bilang akan mengurus jenazah Jinan yang akan di bawa pulang. Sedangkan Chika dan Shani akan ke rumah duka nanti siang, karena ada sesuatu yang harus di bicarakan Chika dengan Jinan Kecil.

Rumah Sakit yang tadinya sepi perlahan mulai ramai seperti biasanya. Atmaja Bersaudara itu berjalan keluar dari Rumah Sakit, menuju ke parkiran dimana mobil civic type-r berwarna putih itu berada. Sebelum masuk ke dalam mobil, Chika sempat menatap ke arah Rumah Sakit, tepatnya pada sebuah jendela yang pasti itu adalah jendela ruang rawat.

"Ada apa dek?" Shani bertanya yang membuat Chika langsung menoleh ke arah kakaknya itu.

"Aku liat Bu Saras mbak, dia mengucapkan terima kasih.." jawab Chika. Shani langsung menoleh ke arah pandang Chika, dan disana dia melihat sosok itu. Siska Saraswati Raharja, tengah berdiri dengan wajahnya yang pucat, dan di lehernya terpasang rantai besi seperti anjing.

.

.

.

Malam menjelang, menghantarkan hawa dingin bersamaan dengan gerimis yang berjatuhan membasahi bumi. Chika dan Shani duduk beralaskan tikar pandan berwarna coklat gelap. Ruangan di sekitarnya gelap, hanya bercahaya beberapa lilin yang di taruh di sudut-sudut ruangan.

Tak lama mata Chika terpejam, dia duduk bersila, semburat cahaya dari lilin menerpa wajahnya. Shani perlahan bangkit dari duduknya, dan membiarkan adiknya larut dalam Dunia Furter. Perlahan langkah kaki Shani kian menjauh, hingga tak terdengar lagi. Hanya sepi dan sunyi.

Mata Chika terbuka perlahan, dan di depannya kini telah duduk sosok Jinan Kecil. Chika tersenyum, yang di balas senyuman juga oleh gadis kecil di depannya itu.

"Jinan..."

"Ehmmmm... Ehmmmm..." hanya deheman yang menjadi jawaban dari panggilan Chika.

"Kamu sudah nggak sakit lagi, kamu sudah bisa bicara. Coba bicara..." ucap Chika. Keduanya duduk berhadapan dengan posisi bersila, di tengah-tengah mereka ada lilin kecil yang menyala.

"Terima kasih..." ucap Jinan akhirnya.

"Kamu sudah menolong saya, kamu sudah melepaskan saya dari makhluk jahat itu. Walaupun akhirnya saya tetap mati." sambungnya.

"Maaf Jinan, mungkin jika aku lebih cepat, aku bisa menolongmu.." wajah Chika berubah menjadi sendu.

"Ndak.. kamu ndak salah. Seandainya kamu lebih cepat pun saya tetap akan mati, karena saya sudah di beli, sudah di jadikan tumbal. Tapi ndak apa, setidaknya karena kematian saya ini, perjanjian keluarga saya jadi terputus." ucap Jinan.

"Tugas kamu hanya menghancurkan cermin itu, bukan untuk menolong saya. Hancurkan cermin itu Chika... Hancurkan..."

Pandangan Chika perlahan jadi memburam, tubuhnya tiba-tiba merosot dan seperti tenggelam ke dalam lautan. Dadanya terasa sesak juga telinganya berdengung hebat.

"Arghhhhh ⎯  "

Tangan Chika menggapai-gapai, lalu tubuhnya terasa seperti terhisap masuk ke dalam sebuah lubang, sayup-sayup dia mendengar suara seseorang yang familiar, "Nduk... Cah ayu... Muliho...." Itu suara lembut Eyang Sukma.

(Nduk / panggilan anak perempuan, Anak cantik... Pulanglah....)

"Mungkin Eyang pengen kamu hancurkan cermin itu.."

Lalu itu suara Shani.

Dan selang beberapa menit, terdengar bunyi gemuruh hujan, juga sayup-sayup suara Shani yang mengaji. Chika membuka matanya, dan di depannya Jinan tengah berjalan menuju ke suatu cahaya. Gadis itu menghentikan langkahnya sekejap sambil menoleh ke arah Chika. Tangannya melambai, lalu bibirnya berucap,

"Terima kasih Yessica...."

Air mata Chika berlinang.

Alhamdulillah..


TBC.

WENGIWhere stories live. Discover now