Hujan Telah Reda

23 1 0
                                    

Orang dewasa sering berkata, 'Jadikanlah pengalaman sebagai pelajaran' tetapi, bukankah tidak ada seorang pun yang menginginkan pengalaman menyakitkan?
•••

Di tengah jalanan yang masih basah karena hujan, Haru asik mengendarai motornya sambil bernyanyi riang.

"Terluka dan menangis, tapi ku terima. Nanana nana nana ...." Sebuah lagu dari penyanyi terkenal dialunkan oleh Haru yang saat itu jalanan sedang cukup sepi.

Haru melihat kaca spion, tidak ada orang di belakangnya. Ia pun menaikkan laju motornya menjadi 45 KM/jam. Di depannya ada belokan yang cukup tajam, ia pun memiringkan motornya sedikit agar bisa berbelok.

Saat motornya masih miring ke bawah, celaka, ada polisi tidur di depannya, sedangkan motornya masih dalam keadaan laju. Haru pun panik mengambil dua rem. Bukannya berhenti, ban motor depannya oleng.

Tidak sempat lagi. Motor Haru sudah terlentang menukik tajam melemparkan seorang perempuan yang berguling-guling di aspal.

Haru membuka mata. Melihat motornya tergeletak cukup jauh dari dirinya, Haru langsung bangkit, panik mencari handphone yang ternyata ada di dekat motornya. Untungnya, handhpone satu-satunya itu utuh. Tidak parah, hanya sedikit retak halus, itu pun di bagian pinggirannya saja.

Setelah memasukkan benda pipih itu ke dalam tas berselempang, Haru pun mengangkat motornya untuk berdiri kembali. Tidak terangkat, dia kehabisan tenaga. Sekali lagi dia mengangkat, motornya terasa ringan, ternyata sudah ada beberapa orang yang membantu dirinya.

"Kakak gapapa?"

"Ada yang sakit, mbak?"

Pertanyaan dari orang-orang yang membantunya itu membuat Haru menjadi linglung. Dia masih belum sepenuhnya sadar atas kejadian yang menimpanya barusan.

"Eh, iya, gapapa. Saya jatuh sendiri tadi. Terima kasih, ya," sahut Haru.

Haru pun menaiki motornya. Saat kakinya mendorong penopang motor, dia meringis, "Aws ...." Haru memegang perutnya yang terasa keram.

Orang-orang tadi mendengar ringisan Haru, mereka masih di sana menunggu dirinya.
"Ah ... gak papa Kak, Om. Makasih, ya."

Haru menyalakan starter motor matic-nya. Motor masih bisa berfungsi dengan baik. Tak menunggu waktu lama, motor Haru melaju meninggalkan jalanan itu. Ia ingin segera pulang.

Haru sudah hampir sampai, tinggal tiga kilometer lagi menuju rumahnya. Langit yang hampir gelap, membuat arah angin menyapu jalan raya. Ranting-ranting pohon di pinggir jalan sedang melambai-lambai. Tidak begitu kencang, tapi itu mengusik Haru.

"Kok perih ya?" Haru menggumam di atas motornya. "Ugh ...." Dia mengalihkan pandangan ke arah kakinya. Darah. Kaki kanannya yang terbalut kaos berwarna hitam itu berubah menjadi merah.

Ia menepikan motornya, dengan hati-hati melepas kaos kakinya. Ternyata banyak luka lecet di betis kanannya. Satu berada persis di urat ibu jarinya, dan dua yang terparah, terluka di bagian bawah tulang tibia yang menonjol disebelah kiri. Haru mengumpat pelan, mengatur napasnya, dan menjalankan motornya kembali. Ia mencoba mengalihkan rasa sakit di kakinya dengan fokus ke arah jalanan.


Haru sudah sampai di rumahnya. Anggota keluarganya tentulah panik melihat keadaan Haru. Melihat keluarganya yang begitu panik, membuat Haru geli. "Sudahlah, cuma segini kok! Haru 'kan kuat," ucap Haru sambil tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Titik PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang