part 9

235 25 3
                                    

"Hussst, jangan sembarangan bicara, pamali," ucap mertua Jasmine saat itu ada di antara keluarga yang mengunjunginya.

Suami Jasmine hanya menarik nafas dalam mendengar perkataan salah satu keluarganya itu.

Bukan ia tidak khawatir dengan keadaan istrinya, berbagai macam cara sudah ia lakukan untuk kesembuhan istrinya.

Kepalanya serasa mau pecah. Beruntung orang tuanya masih lengkap sehingga ia bisa menitipkan anak-anaknya kepada mereka, sedangkan ia bisa fokus untuk merawat Jasmine di rumah sakit.

Ia menoleh ke arah Jasmine dan menatap wajah istrinya lekat. Perih seketika menyusup di dalam hatinya, melihat Jasmine yang sekarang seperti mayat hidup, tubuhnya kurus dengan mata yang cekung, gurat-gurat kebahagiaan itu seolah sudah sirna dari wajahnya.

Matanya yang dulu bersinar kini terlihat begitu buram, wajahnya dulu cantik sekarang tampak pucat dan seperti nenek-nenek.

Perubahan yang sangat drastis. Diakibatkan oleh penyakit aneh yang ia derita, diare yang berbau sangat tajam dan terus-menerus benar-benar membuat Jasmine lemas.

"Nak, apa kita bawa pulang saja seperti mau Jasmine," ibu mertua Jasmine menatap anaknya dalam. Tangan tuanya menyentuh punggung laki-laki berjenggot itu dengan hati-hati.

Laki-laki itu kemudian memindai tatapannya  ke arah ibunya, ia menatap sendu dan menghela nafas.

"Di Rumah Sakit pun Jasmine seperti tidak ada perubahan ibu, Ahmad memutuskan untuk membawanya pulang saja, coba pengobatan alternatif, mana tahu jodohnya di situ," jawabnya pelan, ia kembali menatap ke arah Jasmine yang saat itu sudah terlelap.

"Apa mamanya Jasmine setuju kalau anaknya kita bawa pulang? Ibu takut kalau keputusan kamu ini akan membuat pertengkaran dalam rumah tangga kalian nantinya,"

Suami Jasmine terdiam sejenak, ia memikirkan ulang perkataan ibunya.
"Coba nanti Ahmad rembukan lagi sama Mama Mita, soalnya Mama Mita baru saja pulang, mungkin saat ini ia sedang beristirahat di rumah, Ahmad takut mengganggunya,"

"Ibu cuma khawatir, Nak, tapi kalau dilihat-lihat memang sepertinya penyakit istrimu ini seperti penyakit yang tidak wajar," ucap mertua Jasmine. Ia mendekat dan menatap menantunya dengan lekat.

Tangan tuanya membelai rambut Jasmine yang semakin tipis, karena kekurangan nutrisi, rambut Jasmine mengalami kerontokan.

"Kasihan kamu, Nak. Sakit apa sebenarnya? kenapa diaremu ga berhenti-henti?"

"Mat kalau begitu Bude pamit pulang dulu, maafin ya, omongan Bude tadi, Bude cuma keceplosan,"

Ahmad dan ibunya pun menoleh serentak dan mengiyakan ucapan wanita tadi, dan kembali menatap ke arah Jasmine.

Aroma tak sedap yang keluar dari Pampers yang di pakai Jasmine sejak tadi Ahmad acuhkan, ia malah menyuruh ibunya untuk segera pulang, karena tak ingin anak-anaknya terlantar di rumah.

"Ibu pulang aja Bu, kasihan Chiko dan adiknya di rumah cuma sama Bapak. Ahmad pesankan Grab dulu, ya," ucap Ahmad. Ia meraih handphone di dalam kantongnya dan menyentuh aplikasi berwarna hijau.

"Iya Nak, kalau ada apa-apa bilang ibu, ya. Ingat kamu tidak sendiri, ada ibu yang selalu siap sedia untuk kamu dan keluargamu," ujar wanita paruh baya itu seraya menepuk pelan Ahmad yang tampak lesu.

Ahmad memindahkan pandangannya dari HP ke wajah ibunya, ia menggangguk dan mengulas senyum getir, merespon ucapan ibunya tadi.

"Bentar lagi Grab-nya sampai Bu, ayo Ahmad anter sampai di depan," tawarnya.

"Terus Jasmine sama siapa? jangan ditinggalin sendirian, Mad, kasihan," jawab ibunya bingung.

"Nanti Ahmad minta tolong perawat untuk menunggui Jasmine sebentar, ibu jangan khawatir. Ahmad janji akan jaga Jasmine,"

"Oh, baiklah. Ibu ikut katamu saja, Mad,"

Wanita itu lalu duduk dan menunggu. Sekitar 10 menit grab mereka sudah sampai, Ahmad lalu mengantarkan ibunya, sementara itu Jasmine ditunggu salah satu perawat.

Ahmad mengantar kepergian ibunya dengan perasaan gusar. Sejak tadi sebenarnya ia sudah merasakan hal yang berbeda.

Ahmad kemudian memutar tubuhnya dan melangkahkan kakinya kembali ke kamar Jasmine.

Di perjalanan menuju kamar Jasmine, ia di kejutkan dengan suara derap langkah yang seperti bersahut-sahutan.

Tubuh Ahmad seketika membeku saat melihat di kejauhan beberapa perawat juga Dokter memasuki kamar dimana Jasmine sedang tertidur.

Ia cepat tersadar dan melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah kamar. Ia tiba di muka kamar dengan nafas tersengal-sengal dan sulit untuk bernafas.

Kakinya bergetar, tubuhnya seketika lemas ketika menatap orang-orang berkumpul di sekitar tubuh istrinya.

Dengan sisa tenaga Ahmad melangkah mendekati orang-orang itu yang tidak lain adalah perawat dan juga dokter.

Seketika matanya membulat sempurna saat melihat istrinya yang saat itu kejang dengan mata mendelik dan mulut yang menganga tanpa suara.

Ahmad hendak mendekat, tapi beberapa perawat menghalanginya.

"Tunggu Pak, Dokter sedang berupaya. Lebih baik Bapak doakan istri Bapak,"

Ahmad terdiam dan menatap nanar istrinya yang saat itu seperti tampak kesusahan untuk menarik napas. Tangan dan kakinya kaku karena kejang.

Dokter lalu menyuruh perawat untuk memindahkan Jasmine ke ruangan lain, tapi belum sampai itu terjadi, kejang Jasmine berhenti dan tiba-tiba muntah.

Aroma muntah Jasmine yang berwarna kuning kehijauan itu sangat bau, seperti bau tinja tapi ini lebih pekat.

Perawat lalu membersihkannya dengan cepat, sementara Jasmine kembali kejang dan tak lama napasnya satu-satu. Ahmad melangkah mendekat dan saat jaraknya hanya beberapa jengkal dari istrinya, tubuh Jasmine mendadak tak bergerak.

Kembali dokter melakukan tindakan untuk Jasmine, tapi akhirnya mereka harus menyerah, karena sejatinya Jasmine telah meninggal dunia.

"Bunda!!!"

***
[Innalilahi wainnailaihi rojiun, telah berpulang ke Rahmatullah, teman kita, saudari kita, Jasmine Rahmatia binti Muhammad Abdul,umur 33 tahun, siang ini pukul 13.35 WIB di rumah sakit Harapan Sehat. Di harapkan bagi warga RT 31 untuk datang bertakziah. Jenazah akan di makamkan sore ini di Pemakaman Umum Teratai. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barokatu.]

Prang!

Piring yang saat itu berada di genggaman tangan Tari tiba-tiba terlepas begitu saja dan jatuh menghentak lantai hingga pecah berkeping-keping.

Gadis itu kaget saat mendengar berita yang disiarkan di Masjid dekat rumahnya.

Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini.

"Jasmine? Yu Jasmine? ah, tidak mungkin dia, lagian kan cuma sakit mencret kok bisa meninggal?" Tari bermonolog.

Ia menepis pikiran buruknya saat itu, dan meraih sapu juga serokan sampah untuk segera membersihkan serpihan-serpihan kaca piring yang saat itu masih berserakan di lantai. Tidak ingin serpihan kaca itu terinjak oleh adiknya--Reihan.

Baru saja selesai membersihkan lantai ia mendengar pintu depan rumahnya diketuk dengan kencang.

"Iya, sebentar," seru Tari. Ia langsung berlari ke arah depan dengan tergesa dan saat ia membuka pintu rumah...













Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nasi Berkat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang