part 1

674 57 12
                                    

Bismillah

NASI BERKAT

Part 1

#R.D.Lestari

#punjungan tetangga.

"Waaa! nasi berkat dari rumah Bi Jasmine ada belatungnya!" teriak Dicko, bocah delapan tahun yang baru saja hendak menyantap nasi takir yang di bawa oleh ayahnya.

Seketika kedua orang tuanya mendekat ke Dicko dan memperhatikan besek* yang berisi nasi, ayam semur, bihun goreng dan tumisan tempe bercampur teri.

Mereka memperhatikan nasi berkat itu dengan seksama. Kedua orang tua Dicko bergidik ngeri dan menjauh saat melihat puluhan belatung kecil-kecil itu sedang merayap di antara ayam semur dan juga bihun. Beberapa juga ada yang keluar dari nasi putih.

"Kok bisa ada belatung? padahal nasinya ga basi, ayamnya pun harum," ibunya Dicko mengernyitkan dahi, berpikir keras apa penyebab datangnya belatung di nasi berkat.

Saat Ia kembali ingin mendekat, tiba-tiba dari arah luar terdengar suara orang berteriak ketakutan.

"Hantuuuu!"

Seketika kedua orang tua Dicko berlarian ke arah ruang depan dan saat membuka tirai jendela....

"Maafkan Aku ...,"

***

"Kasihan nasib Tari, acara resepsinya belum juga mulai, orang-orang masih lagan*, eh ibunya meninggal," seorang ibu-ibu bertubuh tambun membenarkan selendang yang menutupi sebagian rambutnya yang mulai memutih. Selendang berbahan satin itu sepertinya enggan untuk berada di kepala si Ibu.

"Namanya juga ajal Yu Girah, mau bagaimana lagi. Nasib Tari memang. Mana Bapaknya udah kawin lagi dan ga perduli, punya Ibu baik malah meninggal gara-gara berantem sama Bapaknya yang ga mau hadir di acara resepsi Tari," Ibu berbaju kuning menimpali sambil membuang kresek hitam yang tadi Ia bawa sebagai wadah beras ke sembarang arah.

"Kalau Saya sih masa bodoh ya, Yu. La wong si Tari itu sombongnya minta ampun. Kalau lewat juga ga pernah negur," sahut Jasmine, wanita cantik keturunan Arab-Melayu itu asik melihat ke arah gawai meski Ia sedang berjalan beriringan.

"Itu karma, sukurin," imbuhnya yang lantas direspon gelengan kepala ke dua temannya.

"Ga boleh gitu, Jas, bagaimana pun Dia tetangga kita," sahut Yu Girah.

Jasmine mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Yu Girah.

"Masa bodoh," sahut Jasmine sembari berlalu pergi begitu saja..

Ibu-ibu yang lain hanya menatap kesal Jasmine yang berlalu begitu saja.

Jasmine ngedumel sendiri hingga sampai di depan pintu rumahnya. Suaminya yang hendak berangkat nyelawat, bergantian dengannya menatap heran kelakuan istrinya yang ngomel sendiri.

"Ada apa sih, Bun? pagi-pagi ngomel sendiri, ga malu sama tetangga. Kek orang gila, ngomong sendirian," sindir suaminya saat Jasmine baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, wanita berambut pirang itu menatap suaminya sengit.

"Gimana ga ngomel, Pah. Kok malah Bunda yang di katain sama mak-mak di sini, cuma gara-gara bilang kalau Si Tari itu sombong. Kan kenyataan, Pah," dengan muka yang di tekuk Jasmine menghempaskan bokongnya di sofa ruang tamu.

Wajah masam itu hanya direspon gelengan oleh suaminya. Lelaki berjanggut itu berlalu begitu saja, membuat Jasmine semakin kesal.

Wanita berhidung bangir itu kembali berselancar di sosial medianya. Perasaan kesal kembali membuatnya hilang akal. Ia pun menulis status di wall pribadi Facebook-nya.

Rasain Kamu, kena karma. Makanya jangan sombong.

Setelah status itu terkirim, Ia meletakkan begitu saja benda pipih modern sebagai pengantar pesan dan pemberi informasi itu di atas meja. Ia pun kembali melakukan aktivitas rutinnya.

***

Aroma rendang menguar semerbak menemani ibu-ibu RT 31 yang sedang lagan di rumah Bu Zuraidah, janda anak satu yang akan segera mendapat mantu.

Senyum terkembang dari wanita yang memiliki lesung pipit di kedua pipinya itu, Ia sangat bahagia karena tetangganya begitu kompak membantu mempersiapkan segala keperluan pernikahan anaknya.

Mereka bercengkrama dengan begitu akrab. Memotong sayur, daging dan rempah-rempah secara bersama-sama.

Asap yang berasal dari kayu api di tungku masak terkadang membuat mereka batuk-batuk, tapi tetap saja kumpul-kumpul yang sangat jarang terjadi itu menjadi ajang ngobrol yang sangat menyenangkan, karena selain membicarakan tentang keluarga, ibu-ibu bebas gibah bareng.

Termasuk Jasmine yang sedari tadi melirik ke arah Ibu Zuraidah dengan tatapan mata nyalang.

Sejak lama Ia memang tak suka dengan Zuraidah dan anaknya yang Ia bilang sombong. Karena biarpun Zuraidah seorang janda, Ia membiayai anaknya hingga lulus kuliah meski dengan hanya berjualan baju keliling.

Zuraidah menjadi janda karena suaminya kecantol janda kampung sebelah.

Suasana kekeluargaan itu berubah saat seorang lelaki paruh baya datang dan menemui Zuraidah.

Wajah Zuraidah berubah tegang saat lelaki itu mendekat ke arahnya. Tubuhnya menegang, bibir yang semula menyunggingkan senyum itu perlahan memudar.

Ia berusaha meredam gemuruh dalam dadanya. Lelaki yang tak lain mantan suaminya itu membawa amplop putih dan mengulurkannya pada Zuraidah.

Pemandangan itu sontak jadi bahan gibahan ibu-ibu. Mereka berbisik-bisik sembari mencuri-curi pandang.

"Mau apa Kau datang, bukannya Kau sudah tak perduli pada Kami?" wanita berhijab abu-abu itu akhirnya bisa membuka mulutnya.

"Aku ingin memberikan uang ini untuk menambah biaya pernikahan Tari. Bagaimanapun Dia anakku. Aku tak mungkin lepas tangan," ujarnya dengan raut wajah yang sangat serius.

Tanpa di duga, gadis bernama Tari itu menyeruak di antara ibu-ibu rumpi yang semakin kepo, termasuk Jasmine yang sejak tadi merekam kejadian itu secara diam-diam dengan gawainya.

"Bapak masih ingat Tari? selama ini ke mana saja, Pak? Tari dan Raihan kangen Bapak," gadis berjilbab coklat itu menatap Bapaknya nyalang. Matanya berkaca-kaca menahan tangis dan sesak yang kian merajai dada.

Ia mendekap wanita paruh baya yang selama ini sudah menjaganya dan menyekolahkannya dengan susah payah.

Sedangkan laki-laki yang Ia panggil Bapak itu hanya mematung tanpa menjawab sedikit pun. Lidahnya terasa kelu.

"Tari ga butuh duit, Pak. Tari butuh nya Bapak. Bapak hadir di pernikahan Tari itu sudah cukup, Pak," kali ini gadis itu tak mampu menahan getir dalam hatinya. Air mata itu pun tumpah.

"Bapak mau kan hadir di pernikahan Tari?" gadis itu bertanya penuh harap.

Belum lagi lelaki itu menjawab, terdengar suara teriakan dan klakson dari arah depan rumah.

"Bapak! pulang! pulang saat ini juga!"

Mendengar suara menggelegar itu, sontak laki-laki tua itu berbalik dan berlarian ke arah depan, disusul dengan Tari dan ibunya, begitu juga ibu-ibu RT 31, mereka tak mau ketinggalan informasi, hingga lauk rendang yang masih dalam proses memasak ditinggal begitu saja.

Suasana menjadi riuh saat wanita bertubuh semok dengan bibir yang dipoles gincu merah itu dengan gaya petentengan hendak masuk ke dalam rumah, tapi langsung di hadang Tari dan ibunya.

"Keluar dari rumah kami, dasar pelakor!" hardik Tari berang. Meski ibunya sudah berusaha membuat Tari tenang, tapi gadis itu tetap berapi-api.

"Dasar kurang ajar Kau ya! Kau lihat saja! Bapakmu ini tak akan hadir di pesta pernikahanmu! Aku pastikan itu!" wanita itu pun tersulut emosi, dan mengulurkan tangannya hendak menghajar gadis di hadapannya, sempat terjadi jambak-menjambak, tapi wanita itu di tarik suaminya menjauh, sedang Tari di peluk ibunya, tapi naas, ibunya terdorong dan jatuh. Kepalanya terbentur ujung lantai teras, dan ...

"Ibukkk!!!"

****

Nasi Berkat.Where stories live. Discover now