Bab 9 Kedatangan dan Kepergian

604 12 0
                                    

Suasana Apartemen Maia kini bertambah hangat dengan kedatangan kedua orang tuanya. Hari itu kebahagiaannya begitu terasa sangat lengkap. Bayi laki-lakinya tertidur dengan tenang di gendongan Reta, sedang bayi perempuannya digendong oleh Alex. 

Sejak hari kedatangannya, lebih tepatnya dua hari yang lalu. Alex dan Reta tampak sangat antusias membantu Maia untuk mengurus Zack dan Zea. 

"Sayang, makan malam sudah siap," tutur Grace lembut. 

Maia menganggukkan kepalanya, ia meminta ayah serta ibunya untuk menidurkan bayi kembarnya ke dalam box untuk kemudian melakukan malam bersama. Mereka turun ke lantai satu bersama-sama. Duduk di kursi meja makan dengan tenang lalu memulai makan malam bersama. 

Saat sedang asik menikmati makan malam sembari mengobrol tiba-tiba pintu apartemen Maia diketuk oleh seseorang. Grace bangkit untuk membuka pintu, seorang pria tampan dengan pakaian kerja yang masih melekat di tubuhnya tersenyum ramah menyapa Grace, dia adalah Andrew. Tentu saja Grace mengenalnya, Grace dengan santun mempersilahkan Andrew masuk ke dalam rumah. Namun, sebelumnya Grace memberitahu kepada Andrew jika orang tua Maia sedang berada disana untuk mengunjungi Maia. 

"Selamat malam," sapa Andrew ramah. 

"Andrew, kamu kenapa tidak bilang jika mau datang?" tutur Maia bangkit dari tempat duduknya dan berhambur memeluk Andrew. Itu adalah hal yang biasa mereka lakukan ketika mereka bertemu. Namun, kedua orang tua Maia mengartikan yang lain. 

"Ehem." Alex sengaja berdehem. Pandangannya lurus ke arah Andrew. 

Seolah mengerti apa maksud deheman sang Ayah. Maia langsung menarik lengan Andrew mendekat dan memperkenalkannya kepada ayah dan ibunya. "Um, Dad, Mom, dia …  Namanya Andrew. Dia dulu teman kuliah Maia dia orang Indonesia juga, tetapi menetap disini bersama kedua orang tuanya."

"Ndrew, mereka ayah dan ibuku," tutur Maia dengan suara lembut. 

Andrew mengulurkan tangannya untuk memberikan salam perkenalan. Alex dan Reta menyambutnya dengan senang hati. "Saya Andrew, Om, Tante." Andrew mengembangkan sebuah senyuman manis dan tulus. 

Alex dan Reta menganggukkan kepalanya dan membalas senyuman Andrew. Alex meminta Andrew untuk gabung makan malam bersama, tetapi Andrew merasa tak enak hati. Ia menyodorkan paper bag ia bawa kepada Maia lalu berpamitan pulang kepada Maia dan keluarganya. 

"Sepertinya dia pria yang baik," tutur Alex tiba-tiba. 

Maia menghentikan gerakan mengunyahnya, ia segera menelan makanan di mulutnya dan meminum air putih untuk melegakannya. "Dia sahabat Maia, Dad."

"Tapi Dad melihat sorot matanya yang berbeda untukmu, Dad yakin dia menyukaimu."

Maia menggelengkan kepalanya cepat. "Orang tua sangat ketat dalam urusan jodoh, Dad. Mana mungkin mereka mengizinkan putra semata wayang mereka hidup dengan wanita seperti Maia."

Alex sebenarnya ingin sekali memberi nasehat kepada Maia untuk tidak selalu merendah. Namun, niatnya urung kala melihat kilatan kesedihan di mata Maia. 

Tring tring tring

Ponsel Alex berbunyi dengan nyaring, Alex langsung meraihnya dan melihat siapa gerangan yang melakukan panggilan telepon kepadanya. Dilihatnya nama Haris-sahabatnya disana yang tertera disana. 

"Ya, Ris?"

"Lex, anaknya Pram mau menikah minggu depan. Undangan untukmu ada padaku."

"Yang mana? Yang laki-laki atau perempuan?" 

"Yang perempuan. Selina, yang seumuran dengan anak kamu yang pertama. Dia mau menikah dengan anak konglomerat di negeri ini."

Alex menganggukkan kepalanya, ia menyanggupinya, Alex mengatakan jika nanti ia akan datang ke acara pesta pernikahan salah satu rekan kerjanya. 

Dua hari kemudian, Maia mengantar kedua orang tuanya ke bandara. Sebenarnya ia masih sangat rindu dengan keduanya, tetapi apa boleh buat. Ayahnya juga memiliki perusahaan yang tak bisa ia tinggalkan dalam waktu yang lama. 

***

Selina melompat kegirangan begitu mendengar berita yang disampaikan oleh sang ibu melalui sambungan telepon. Ia segera bersiap dan menuju ke rumah kedua orang tuanya yang letaknya tidak terlalu jauh dari apartemen miliknya. 

Dengan senyuman yang tidak pernah pudar dari air wajahnya, Selina mengajak serta kedua bodyguard-nya untuk ikut dengannya. 

"Foste! Sada! Bagaimana penampilanku saat ini?" tanya Selina tersenyum penuh rasa bahagia. 

Keduanya kompak mengacungkan jempol dan mengatakan majikannya cantik. Mendapat pujian dari kedua bodyguardnya membuat tingkat kepercayadiriannya meningkat berlipat-lipat. 

Kaki jenjang Selina melangkah dengan anggun melangkah turun dari mobil menuju ke dalam rumah. Beberapa orang berseragam pelayan membungkuk memberi hormat. Dan salah seorang dari mereka tersenyum dan menyapa Selina. 

"Selamat siang, Nona. Selamat datang kembali di rumah ini," tuturnya dengan suara lembut dan santun. 

"Hem, Mama dimana, Bi?"

"Nyonya besar ada di dalam ruang melukisnya, Nona."

Jawaban maid itu sangatlah jelas, Selina kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ke studio melukis milik sang ibu. Seorang wanita paruh baya dengan pakaian elegan dan wajah cantik di usianya yang tak lagi muda melemparkan sebuah senyuman kepada sang putri yang berjalan menghampirinya. 

"Hai, Princess."

"Mami, i miss you." Selina berhambur memeluk Lina. 

"Me too, Princess." Lina mengungkapkan perasaan yang sebenarnya ia rasakan kepada putri bungsunya. 

"Well, apa yang membuatmu datang kemari?" imbuh ibunya. 

Selina menggeram, ibunya begitu cepat menebak dan membalasnya. Ia merasa tersindir dengan ucapan yang di lontarkan oleh sang ibu. "Mom," desisnya dengan suara memanja. 

"Apa kamu yakin dengan pernikahanmu ini? Menikah bukan hanya untuk satu hari, Selina. Tidaklah baik memaksakan kehendak, Selina. Juga tidak akan bahagia jika selama pernikahan hanya ada satu orang yang berjuang di dalamnya." Suaranya rendah tetapi mengandung banyak makna di dalamnya. 

Selina sedikit tersentak dengan ucapan ibunya, ia merasa tersentil olehnya. Sesungguhnya itulah adalah salah satu alasan mengapa Selina malas tinggal di rumah ini. Ibunya selalu melakukan hal-hal ajaib dan melontar pertanyaan mematikan membuatnya selalu berselisih paham dengan sang ibu. 

Jika ditarik garis lurus, pertanyaan dan kelakuan ajaib ibunya itu dilakukan dengan tujuan kebaikan. Akan tetapi Selina tidak menyukai caranya. 


Beberapa hari berikutnya, Selina dan Bagas benar-benar menikah. Dan saat itulah ia menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh sang ibu kepadanya benar adanya. Bagas meninggalkannya di malam pertama dan bahkan malam-malam berikutnya. Ia sama sekali tak pernah bersikap baik dan lembut kepada Selina. Hal itu membuat Selina sedih, ia merasa apa yang ia lakukan benar-benar tidak artinya bagi Bagas. Namun, dia juga tidak mau menyerah dengan mudah. Hingga saat ini, di tahun ketiganya ia menikah dengan Bagas. Selina merasakan frustasi, ia mulai kembali menikmati dunia malam. Keluar masuk beberapa club sesuka hatinya, ia juga membiarkan siapapun mendekatinya dan tak urung berakhir di atas ranjang demi melampiaskan segala bentuk emosi di dalam jiwanya. 

"Jo, siapkan penerbangan. Kita harus ke New York sore ini. Mama memintaku untuk menyusulnya kesana."

"Baik, Tuan."

Di belahan bumi yang lain, Maia sudah mengepak semua barang-barang miliknya dan kedua anaknya. Beberapa hari lagi ia akan pulang ke Indonesia menepati janjinya kepada sang ayah. 






















You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 10, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

One Night With My Boss (TAMAT di Dreame) Where stories live. Discover now