1 • F i n e

3 1 0
                                    

Yang laki-laki itu tahu, hidupnya mengalir begitu saja seperti air di sungai yang tenang. Seberat apapun ujian mendera, Dia tetap tenang.. Tenang sekali. Dia punya kebiasaan meromantisasi segala hal, hal terkecil sekalipun.. Terlihat indah dimatanya. Tapi ini bukan tentang indah.

Ini tentang Anak manusia yang hilang di dunianya sendiri.

"Ghibran?" Ibu mengusap kepalanya, diletakkan nya punggung tangannya diatas Dahi si anak laki-laki sebelum akhirnya ibu menghela napas. "Obatnya udah diminum?"

Ghibran sedang demam tinggi, suhu tubuhnya cukup tinggi dan Anak itu  enggan mengakui bahwa dirinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Belum." Ghibran menjawab Singkat.

Ghibran masih fokus menatap layar laptop, masih menomorsatukan mata kulianya dibandingkan kesehatan  nya sendiri. duduk bersila diatas kasur dengan selembar tisu menyumpal dihidungnya.

"Diminum dulu atuh, Ghib. Jangan cuek sama badan sendiri! Lagi sakit, ya istirahat. Berobat, ya diminum obatnya. Kamu mau sembuh nggak?" Ibu mengusap dahinya, diam sesaat sebelum akhirnya beliau pergi dari kamar su bungsu. "Orang gak sakit, kok disuruh minum obat." Gumamnya pelan.

Tidak lama ibu datang lagi sambil membawa sesuatu ditangannya, ibu kemudian mengambil duduk tepat di depan putranya. "Coba liat ibu" Katanya dan TAP! dahi Ghibran tiba-tiba terasa begitu sejuk, dia mengerjap sesaat lalu mengambil ponsel dan bercermin disana.

"Bu, Ghib kan bukan Anak kecil.. " Dia menggerutu, mencoba melepaskan namun ditahan tangannya. Ibu menggeleng sambil menyodorkan botol minum bergambar AVENGER dengan beberapa butir obat yang telah digerus sampai halus. "Sampai kapanpun kamu selalu jadi anak kecilnya ibu, nak. mau kamu bertambah usia dan menikah sekalipun, di mata ibu kamu masih Anak kecil. "

Ghib terdiam, menunduk. Termenung. Tangan keriput Ibu mengusap kepalanya lembut sebelum akhirnya pergi setelah mengatakan "jangan lupa diminum. " Saat ibu sudah pergi dari kamarnya, barulah ia mau meneguk obat itu.

Tak lama terdengar dering ponselnya, segera Ghib mengambilnya Hanya untuk melihat ipang yang meneleponnya. Ghib menutup kamera ponsel dengan ibu jarinya yang besar. 

"Lho, kok gelap bang?" Mendengar itu, Ghib menghela napas. "Ada apa nelpon gue?"

"Gak boleh?" Tanya ipang.

"Itu tau. " Ghib terkekeh kecil. "Dih, ini Gua mau nanya Itu soal, soal itu bang-"

"Soal apa?"

"Beasiswa, bang."

Dua alis Ghib mengerut, mencoba mengingat kemudian detik berikutnya dia tersenyum. "oh, yang itu. Beasiswa putra putri Harapan? Kenapa? Lo minat?"

"Iya, bang. Ipang minat banget. "

Ghib terkekeh "iya, nanti gue bantuin."

"Makasih bang ibra." Terdengar suara helaan napas lega diujung sana.

"Udah gitu doang?" Tanya ghib, Reflek ipang memanggut, meski ghib tidak bisa melihatnya. "Sama satu lagi bang."

"Apa?"

"ada salam dari vanesha. "

Vanesha saha sih? Ghibran menbuang  napas kemudian menutup panggilan.
Sambil bertanya-tanya perihal perempuan itu, Vanesha namanya. Yang sering menitipkan salam untuknya. Yang setiap Ghibran tanyakan pada Ipang, laki-laki itu hanya menjawab..
"lah, masa lo gatau bang?"

⇢ ˗ˏˋ Keep you safe࿐ྂ


Haloo! Semoga suka yaa🤍🥺

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Keep You SafeWhere stories live. Discover now