O6. ⠀gimana ya?

352 54 6
                                    

Beberapa hari setelah jalan sama Haruto, Jeongwoo merasa heran. Kenapa ya si berandal satu itu nggak stop aja? Padahal dia sendiri nggak kasih signal apapun yang menandakan kalau perasaan yang dia punya itu sama-seperti Haruto. Ucapan dari mulutnya sih gitu, tapi nggak tau kalau hatinya. Kadang dia tuh kesal, kadang juga kasihan, tapi kadang juga merasa ada sparks yang mulai tumbuh. Sebenarnya, dia tuh udah sayang atau belum? Tapi, emangnya nggak telat ya kalau sekarang mulai sukanya? Haruto mengganggu-atau bisa dibilang caper sama Jeongwoo kan sudah lumayan lama.

Kampret emang, Haruto bikin gue mikir. Curhatnya pada Yeongue waktu itu. Dia mah kalem sih, nggak mau ngurus. Tapi Jeongwoo sendiri memang butuh sudut pandang orang lain dalam hal percintaan-karena dia sangat amat bego tentang itu. Lagi-lagi itu kata Yeongue.

"Apa yang kudu dipikirin dah, simple padahal mah kalau suka balik ya tinggal ungkapin. Jadian, beres deh. Soal putusnya kapan mah itu gimana takdir," cerocos Yeongue yang kini sedang mengantri di kedai ice cream sama Jeongwoo. Inhong nggak ikut, katanya ada bimbel. Paling rajin memang diantara mereka.

Jeongwoo mendengus. "Yeu simple mata lo! Susah tau," protesnya.

Yeongue yang dengar itu menatap Jeongwoo sinis. "Kemakan gengsi lo mah, itu yang bikin susah. Lo sendiri yang bikin ribet," amuknya. Anak muda jaman sekarang memang gitu, rasa sayang sama gengsi lebih besar gengsi makanya kebanyakan nggak berakhir dengan status yang diinginkan. Mentok-mentok cuma sampai pdkt tak tuntas atau hts. Jeongwoo nggak mau ya kayak gitu juga.

Makanya jangan gengsi!

Yeongue yang sudah mendapatkan eskrimnya langsung keluar kedai diikuti Jeongwoo di belakang yang masih sibuk mikir, padahal orang-orang terdekatnya juga tau kali kalau dia baper kepalang sama Haruto. Anaknya aja yang nggak mau mengakui.

"Emangnya dia masih mau ya, sama gue? I mean, gue tuh jahat banget lho udah gitu ke dia. Maksudnya, nganggep remeh perasaan dia mana suka gue cuekin. Pantes emang?"

Yeongue jadi bingung. "Yaa.. itu mah mana gue tau!" katanya. "Tapi coba dulu aja kali, Je. Kan belum tau. Emang lo ngapain sih, mau confess?"

Jeongwoo langsung menggeleng ribut. "Yakali gue yang confess duluan! Nggak mau banget,"

Yeongue rasanya pengen mukul sobatnya itu sekarang. "Ah udahlah, capek gue. Haruto kan udah confess ke lo dari kapan tau, giliran lo nya. Apa mau gue bikinin kata-kata lucu buat confess? Oh perlu juga kah gue ajarin bikin handmade gift nya? Biar unik,"

Yeongue kadang dibuat mikir juga sama perjalanan cerita Jeongwoo dan Haruto. Siapa yang ngalamin, dia yang kadang repot.

Ternyata ini fungsi teman yang sebenarnya.

"Ih lucu sih, tapi gimana ya. Huhu."

Anaknya malah nangis. Kan, Nggak jelas!

***

"To, sampe kapan dah?"

Haruto yang mendengar pertanyaan Doyoung mengernyit. "Sampe kapan apanya?"

"Sampe kapan lo caper ke si Jeongwoo, tiap hari nggak pernah kelewat gue liat-liat. Nggak capek?" Duh, gimana ya Doy?

Haruto terkekeh sebentar. "Nggak lah, mana ada gue capek merjuangin apa yang gue mau." jawabnya tanpa berpikir. "Gue nggak siap liat dia sama yang lain, makanya gue mau jadi lebih baik buat dia. Biar sama gue aja, jangan orang lain."

Doyoung yang dengar jawaban kawannya itu sedikit kaget, ternyata Haruto kalau tingkat sayangnya udah tinggi bisa beda sekali ya.

"Tuh anaknya," katanya tiba-tiba, ketika melihat Jeongwoo yang baru keluar dari kedai ice cream di seberang sekolah sama Yeongue. Haruto sama Doyoung emang hobi banget nongkrong di pos satpam, meskipun mereka sendiri sebenarnya nggak tau apa faedahnya duduk dan mengobrol di sana. Seru aja, kebetulan anak-anak juga masih banyak yang betah di sekolah-apalagi yang mengikuti ekstrakulikuler. Sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan demo untuk MPLS nanti. Makanya, nggak heran kalau anak sekolah sini pulangnya menjelang magrib atau bahkan lebih telat lagi.

"Yaudah nggak papa, kayaknya lagi pengen sama Yeongue." kata Haruto, pandangannya tidak lepas dari Jeongwoo. Matanya kenapa, ya? Kok merah? Kedai itu banyak debunya kah sampai mata Jeongwoo perih?

"Eh, To. Kok dia ke sini ya, jalannya. Ada yang ketinggalan gitu di kelasnya?" Doyoung melihat Jeongwoo dan Yeongue yang ternyata sedang menyebrang.

Haruto ikut bingung, iya juga. Tumben. Biasanya Jeongwoo itu paling nggak betah diam di sekolah sore-sore. Setahunya.

Haruto menunduk dan melihat ponselnya karena mendapat notifikasi dari sang adik. "Iya kayaknya, kan nggak mungkin nyamperin gu-"

"Haruto,"

Omongannya terpotong, dia nggak salah dengar? Apa dia terlalu banyak halusinasi ya makanya jadi dengar suara Jeongwoo manggil nama dia begini? Haruto langsung mukul telinganya sendiri.

"Ngapain sih tolol, itu di panggil." tegur Doyoung menepuk bahu temannya. Haruto langsung sadar.

"Woo? Kenapa? Kok belum pulang?" tanya Haruto berturut-turut. Yeongue yang mengerti situasi langsung narik Doyoung menjauh dari mereka.

"Minggir dulu lu, urusan negara nih." bisik Yeongue. Doyoung cuma mengangguk doang, ngerti kok dia.

Kembali lagi ke Haruto dan Jeongwoo.

Jeongwoo masih diam. Haruto berdiri, merapikan rambutnya sendiri sambil berkaca-kebetulan di sini ada kaca. Kemudian menatap Jeongwoo. "Hei," tegurnya. "Pasti ketinggalan bis ya, yuk pulang." ajaknya, menggenggam tangan Jeongwoo tanpa izin dan membawanya ke parkiran.

"Ih, bukan itu!" elak Jeongwoo.

Haruto tertawa. "Terus apa?"

"Mmmm,"

"Apa, manisku?"

"Bentar!"

"Ya, ditunggu."

"Nggak jadi deh!"

Haruto makin ketawa lihat ekspresi kesal Jeongwoo, meskipun sedikit bingung dengan apa yang sebenarnya ingin Jeongwoo bicarakan. Dia mengacak surai hitam milik tersayangnya.

"Kalau masih gugup buat diomongin, gapapa Woo. Sekarang pulang, yuk? Udah sore, keburu malem. Kasian ntar kamunya kedinginan,"

Doyoung yang memang jago perihal menguping sedikit geli. Udah kamu-kamu aja si kampret.

Jeongwoo bingung. Mulut dan hatinya kenapa suka beda gitu ya, dia juga nggak paham.

"Nggak kok, gue mau ngomong sekarang aja deh."

Haruto yang udah naik ke motornya, nggak jadi pakai helm. "Mau ngomong apa sayangku?" dih, emang normal ya manggil sayang tapi nggak ada status?

"Sebenernya gue suk-"

DUG!

Tiba-tiba bola voli mengenai kepala Jeongwoo-kebetulan parkiran posisinya memang dekat sama lapangan.

Haruto panik, menangkup pipi Jeongwoo dan kemudian mengusap bagian kepala yang terkena bola. "Mana lagi yang sakit? Pusing nggak?" tanyanya khawatir.

Jeongwoo menggeleng. Haruto lebay juga ya. Tapi memang sakit sih, cuma nggak terlalu pusing.

Haruto menghela napas, setelahnya memeluk Jeongwoo sampai badan yang dipeluk terkejut. Cuma Jeongwoo nggak nolak, tuh. Ternyata.

"Gue kok makin sayang ya sama lo," Entah kenapa, yang Haruto ucapkan terdengar seperti keluhan bagi Jeongwoo. Dia melepas pelukan Haruto, dan menatap Haruto galak.

"Jangan berhenti!"

"Apa yang jangan berhenti?"

Jeongwoo mendadak cemberut. Yeongue yang lihat rasanya mau muntah. Alay babi.

"Gue juga sayang kok sama Haruto," cicitnya.

"Hah?"

***

hi, sorry udah menggantung cerita ini sangat amat lama. aku sibuk dan sekarang kebetulan ada waktu senggang untuk menulis 🖤

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

overtake, hajeongwooWhere stories live. Discover now