Ch.4 : Gedung Lawas

23 2 0
                                    

Karena tidak ada yang ingin kulakukan, aku menetap di kelas. Nevi meninggalkanku dan pergi ke kantin, ia bilang ingin membeli sesuatu. Ah, ini sangat membosankan, seharusnya aku diam saja di rumah dan tidak sekolah. Jika saja tadi aku tidak bertemu dengan Nevi, aku akan memutuskan untuk pulang. Tidak ada yang menarik di sekolah ini kecuali Nevi!

Urgh, aku mendekap dan menutup wajahku dengan tas Nevi. Aromanya sama seperti Nevi, ini menenangkanku.

Tiba-tiba seseorang berjalan mendekatiku dan memanggilku

"Hai, Runa!" Ucap seorang laki-laki dari belakang. Aku tidak ingin membalasnya, aku hanya ingin-

"Hei, bales dong! Mentang-mentang cantik tapi sombong," ujar seseorang.

Aku berbalik dan menatap mereka, "Apa maksudmu?"

"Haha, liat bos, dia marah."

Tiga orang ini membuatku kesal, apa yang mereka inginkan?

"Kenalin, gue Kevin," ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Gak peduli," ucapku sambil kembali mendekap ke tas milik Nevi.

"Dih, sombong banget lo!"

Aku tidak memedulikan mereka, mengabaikan mereka adalah hal terbaik. Aku harap Nevi segera kembali.

"Sombong banget, anjing!" Teriak seseorang dari belakangku.

Mendengar itu, aku sontak berbalik badan, "Siapa yang bilang itu?"

"Gue! Kenapa?" Balas seseorang dengan badan kekar dan banyak tato.

"Maksud kau apa? Kau pikir bisa mengejekku tanpa alasan?" Ucapku dengan nada kesal.

Dia mendekatiku, "Kenapa, lo ga terima? Lo emang anjing, sok jual mahal! Masih banyak yang lebih cantik dari lo, tapi lo sombong banget!"

Dia membuatku sangat geram, aku sangat ingin memukulnya. Aku mengulurkan tanganku mengarah ke luar jendela, bersiap untuk memberikan aba-aba untuk menembak. Namun sebelum aku bisa melakukannya, Nevi datang dan berteriak.

"Runa!" Dia menghampiriku dan menarik tanganku, "Ikut aku!"

Nevi membawaku keluar dari kelas, tak berhenti, dia sepertinya membawaku ke suatu tempat.

"Ada apa, Nevi? Kamu ingin membawaku ke mana?"

"Kita pergi ke tempat makan siang favoritku."

***

Nevi menarikku ke ujung sekolah, melewati jalan yang penuh lumut serta lebat dengan pepohonan dan rumput liar. Nevi membawaku ke gedung yang sudah lama terbengkalai. Kudengar sekolah ini pernah memiliki gedung SMP, sepertinya ini adalah bekas dari gedung itu.

Nevi duduk di lantai dan menyender ke tembok, dia kemudian membuka ikatan plastik yang membungkus bekalnya.

"Apa yang kamu bawa, Nevi?" Tanyaku penasaran.

"Aku hanya membawa bekal telur dan sedikit nasi... Aku tidak sempat memasak tadi pagi, hehe..." Ucapnya tersenyum.

Tante Reyna mengajarkanku cara membedakan senyum yang palsu dengan yang tulus, dan aku tahu senyuman yang diberikan Nevi adalah palsu. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku tidak mau ikut campur.

"Lalu, apa yang kamu beli saat ke kantin tadi?"

"Ah, aku membeli kecap manis."

"Untuk apa?"

"Apakah kamu tidak pernah makan nasi dengan kecap, Runa? Ini enak loh!" Ucapnya dengan tersenyum, kali ini senyumannya tulus.

"Aku tidak pernah memakannya, rasanya seperti apa?"

"Hm... Rasanya manis, namun ditambah nasi yang hangat... Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Kamu coba saja sendiri," ucapnya sambil memberikanku sendok.

"Bolehkah?"

"Silahkan!"

Aku mengambil sendok dan mencicipinya, rasanya biasa saja.

"Hm... Lumayan enak, terima kasih, Nevi."

"Sama-sama!"

Nevi makan dengan sangat lahap, seperti ia belum makan seharian. Aku senang melihat wajahnya yang terlihat sangat bahagia.

"Nevi, apakah kamu mau pulang bareng nanti?" Ucapku tanpa berpikir.

"Hm...?" Dia menelan makanan yang ada di mulutnya terlebih dahulu, "Memangnya rumahmu di mana, Runa?" Balasnya sambil membersihkan mulutnya dengan dasi.

"Hei, Nevi, dasimu jadi kotor..."

"Ah, tidak apa-apa kok!"

"Tidak boleh! Ini, gunakan sapu tanganku."

Nevi mengambilnya dan membersihkan mulutnya, "Terima kasih, Runa!"

Nevi memasukkan tempat bekalnya ke kantong plastik, ia kemudian berdiri mengarah kepadaku. "Kamu tidak makan, Runa?" Ucapnya sambil mengulurkan tangan kepadaku, membantuku berdiri.

Aku menatapnya, entah mengapa cahaya matahari yang memantul darinya sangat cerah, itu membuat Nevi seakan bersinar di hadapanku.

"Ah, aku tidak membawa bekal," ucapku sambil menggenggam tangannya lalu berdiri.

"Kalau begitu, kamu mau menunggu sampai istirahat kedua, atau mau membeli jajanan di kantin sekarang?" Ucapnya sembari kami berjalan kembali ke gedung sekolah utama.

"Sepertinya aku akan menunggu sampai istirahat kedua saja..."

"Baiklah, ayo kita segera kembali, Runa! Bel masuk akan berbunyi sebentar lagi." Ujarnya sambil menarik tanganku.

The HeiressWhere stories live. Discover now