"Bocah prik!" umpat Rion kesal lalu dia berdiri sembari mengusap-usap jidatnya yang kena pukulan.

Dia melangkah menuju kamarnya.

Dan saat membuka pintu kamar. Rion mendengkus. Dia melangkah masuk untuk melihat keadaan. Terdapat bekas susu kotak di atas meja belajar, Rion mengambilnya lalu meninggalkan kamar, melangkah ke arah pintu kamar yang ada di sebrang kamarnya.

Satu lagi bocah prik di rumah ini, dan yang ini adalah si paling musuh bebuyutan Rion.

Bugbugbug.

Bukan lagi mengetuk, Rion menggedor-gedor pintu kamar itu.

Pintu terbuka, si pemilik kamar menatapnya tanpa dosa.

Qaisar, adik pertama Rion, bocah berusia 13 tahun yang sudah jadi anak kelas 1 SMA karena kemampuan otaknya yang berlebihan, tapi tetap saja se-tinggi-tingginya tingkatan sekolah hanya lah tingkatan, Qaisar tetap hanya lah seorang bocah 13 tahun yang bermulut pedas dan bersifat menyebalkan.

"Kamar gue berantakan," ucap Rion dengan nada suara yang kelewat datar, begitu pun dengan tampangnya.

"Kamar lo yang berantakan, napa datengnya ke gue? Jun kali yang berantakin."

Rion mengacungkan bekas susu kotak yang tadi ada di meja belajarnya.

"Jun gak minum susu strawberry. Elu, Anj*ng," ucap Rion sembari mendorongkan kotak susu itu ke dada Qaisar yang lebih pendek darinya. Tapi untuk ukuran anak seusianya Qaisar terbilang cukup tinggi.

Keduanya mengadukan tatap tajam; sang kakak dengan sorot marahnya dan sang adik dengan sorot tak kenal takutnya.

"Awas aja sekali-kali lagi, gue beneran bakal gampar lo, gak cuma ngancam doang."

Rion menjatuhkan kotak susu itu lalu berbalik. Dia membanting pintu kamarnya yang ada di sebrang kamar Qaisar.

Qaisar masih berdiri mematung di ambang pintu kamar, memandang pintu kamar Rion dengan tangan yang perlahan terkepal. Dia tidak takut pada Rion, walaupun tahu kakaknya yang satu itu tidak akan berlaku segan.

Rion mengembuskan napas kasar. Ruangan kamarnya memang tidak sebegitu berantakan, hanya bagian ranjangnya saja: sprei kusut, dan bantal, guling, juga selimut yang tidak tersimpan rapi. Bukan masalah seberapa berantakannya, tapi etika. Masuk kamar orang tanpa izin dan meninggalkannya dalam keadaan tidak seperti semula, itu merupakan etika yang buruk, terlebih yang melakukannya adalah Qaisar, bukan anak kecil lagi.

Rion mengembuskan napas panjang sembari menengadahkan wajahnya. Ah, baru beberapa menit di rumah rasanya sudah menyebalkan sekali. Sepertinya Rion butuh mandi untuk menyegarkan kepala. Dia membuka lemari, hendak mengambil pakaian ganti.

Ada satu ujung baju di lipatan tengah yang keluar--menjuntai, membuat Rion langsung membanting pintu lemarinya lalu kembali melangkah ke arah pintu keluar.

Oke, kita selesaikan hari ini.

Kebetulan targetnya keluar kamar.

Rion melangkah lebar, menghampirinya, tanpa harus ada kompromi lagi dia mencekal pergelangan tangan itu.

"Lo, Tol*l, Anj*ng, siapa suruh ngambil baju gue gak bilang-bilang?"

"Apa sih lu, Bang? Akh--"

Qaisar mengerang karena cengkraman Rion menguat seperti berniat membuat tulangnya remuk.

"Siapa suruh, Anj*ng?!" Rion menatap geram, tapi dia tetap menahan emosi agar tidak kelepasan, mengeluarkan suara pun Rion hati-hati agar tidak terdengar sampai kamar Bilal.

Just🌹StoriesWhere stories live. Discover now