[18] Too High Too Handle, Lah!

Comenzar desde el principio
                                    

Tiba-tiba muncul di depan properti orang itu bisa jadi kriminal sih! "Nggak ada urusana sama terlalu cepat ya Pak! Saya nggak bisa, titik. Jangan bikin saya meluap di sini deh."

"Why so, Nir. Why so? Kamu terlalu reaktif bahkan untuk hal yang belum kamu coba. Apa ini terkait kualifikasi saya? Too low to understand your complicated concept of life?"

Too high to handle, lah! "Saya nggak kompleks. Dan saya nggak merasa punya kewajiban buat ngejelasin, nggak sih? Saya punya alasan yang nggak mau saya bagi dan kamu cukup menghargai keputusan saya."

Rafadhan masih kekeuh ingin memahami segalanya dengan logika. Sampai pada titik dia menceritakan tentang apa yang membuatnya punya intensi lebih ke gue, yang gue nggak tahu tujuannya entah buat membuat gue berubah pikiran, atau untuk membuat gue tertekan. "Saya udah terlalu tua buat main-main. Saya juga udah mulai capek kerja dan beberapa ceklis di karir saya juga udah tercapai. Dan karena ngejar ceklis itu saya jadi lupa rasanya ketawa, nikmatin hidup. Jadi saya pengen punya next step yang jelas juga di urusan relationship. Dan kebetulan kamu hadir narik perhatian saya. Kamu lucu, saya ketawa terus liat kelakuan kamu."

"Saya masih mau main-main."

= F I N D E R - L O O S E R =


Pusing gue sama cerita Rafadhan tadi siang. Berasa lumayan jahat aja nggak memberikan dia penjelasan yang proper ketika dia menaruh gue pada ekspektasi setinggi itu. Gue nggak ngerti ada apa sama orang-orang, entah apakah selera dry humor sedang trend, tapi untuk celetukan-celetukan gue yang nggak ada akhlaknya bisa ngebawa gue sama petualangan perasaan seseorang kayak gini.

Mungkin kalau semuanya dalam kondisi ideal, gue akan dengan senang hati membuka diri untuk Rafadhan. Tapi kapan sih hidup pernah ideal?

Hari itu antara sadar dan nggak sadar gue habiskan waktu untuk mengatur semua hal yang perlu dipantau progress-nya di Trello. Semua materi promosi untuk acara sudah tersebar dan selamat datang hari-hari yang akan banyak lembur untuk urusan teknis.

Sementara permasalahan gue dan Rafadhan yang berunjung menggantung, akan gue pending entah sampai kapan. Meskipun gue akan sangat berterima kasih kalau closing statement gue tadi siang dimaknai dengan baik olehnya.

Gue menghela napas panjang, sampai Mbak Siska yang bahkan ada di belakangku sampai menegurku , "Buset... nafas lo udah kayak Bruce Wayne lagi ngamuk."

"Jika ada seseorang yang mencinta, tapi dia belum merasakan derita gila karena cinta. Maka dia belum benar-benar mencinta," Mas Yanuar nyaut seenak udelnya pakai kata-kata Rumi. "Lo nggak lagi menderita cinta beda agama ngapa muka lo kayak dunia mau runtuh, deh!"

"Berisik lo, Mas! Humor bapak-bapak lo nggak dibutuhin sekarang."

"Ye siapa juga yang lagi ngelawak, kocak lu!"

Gue mengabaikan cibiran dia. "Mas update dong progress lo di Trello. Elah lama deh!"

"Hadehhhh udah kali! Susah emang kerja sama sad girl!"

"Manaaaaaaa?"

"Cek lah, coba refresh! Barusan gue submit sama gue bales-balesin komen lo. Kocak lu!"

Mbak Siska langsung ikut menyambar, "The, liburan gih lo! Rungsing banget bawaan. Senewen gue jadinya."

= F I N D E R - L O O S E R =


Seminggu kemudian gue makin uring-uringan. Apalagi kalau bukan karena pesan Rafadhan yang nggak ada henti-hentinya. Ngingetin gue makan, ngingetin gue bangun, sampai ngajakin gue keluar cari angin, sampai japri-japri kerjaan. Gue jadi nggak tega mau ngegas, tapi terganggu juga. Akhirnya gue mute kontak dia di WhatsApp. Sumpah, sekedar notifikasi aja bikin gue senewen!

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Jun 23, 2023 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Finders Keepers, Loosers WeepersDonde viven las historias. Descúbrelo ahora