ekspektasi

26 4 2
                                    

entah aku terlalu pintar menilai

di sampingku, depanku, belakangku, rasanya mereka bukan hidup yang selama ini kumaksudkan. napas tiap hari, makan tiga kali, mata memejam kala petang datang.

entah aku terlalu naif

ditengah kehangatan, aku hanya mengawasi sesekali mengais remah dari arti rumah yang tak dapat kujamah.

entah aku yang tak merasa benar adanya

kebanggaan orang tua tak terletak pada seberapa besar anaknya, tapi kenapa aku tak kunjung berharga?

merupa api, mengoyakku jauh dari sebelumnya
mendendam sepihak
merasa tak berhak

karena aku dibakar keirian yang lolos tak dapat kutahan
karena aku hangus oleh ekspektasi yang tak sempat kumiliki















JouskaWhere stories live. Discover now