Pain

463 32 2
                                    

Pip.

Dengan hati-hati Hyunsuk membuka pintu beranda apartemen dan melangkah masuk. Sudah sejak lama dia menghentikan kebiasaan memanggil Jihoon--istrinya--setiap kali menginjakkan kaki di rumah yang sekedar untuk mengumumkan kepulangannya. Dia sekarang lebih menjaga ketenangan karena sekarang sudah ada buah hati mereka yang sering tidur di jam-jam segini, jadi Hyunsuk tak ingin membangunkan anak itu.

Dengan langkah kaki nyaris tanpa suara, Hyunsuk berjalan melewati ruang tamu yang gelap. Ia melongok pada dapur yang juga belum dinyalakan lampunya. Tak ada rasa heran di wajah lelaki tersebut menemukan cuma ada sepi dan kesunyian di apartemennya. 

Tanpa banyak bicara Hyunsuk kemudian menuju ruang tengah yang dijadikan tempat berkumpul keluarga dan bibirnya langsung membentuk senyum manakala melihat para penghuni rumah ternyata sedang berada di sana.

Nampak sosok Jihoon berbaring lelap di lantai, di tengah-tengah mainan yang berserakan. Sementara di kursi sofa dekatnya ada seorang bayi laki-laki yang tak kalah pulas dengan sang ibu, sedang tidur miring dengan selimut kecil yang sudah berantakan.

"Aigooo~" Hyunsuk menggumam dengan nada rendah, sorot matanya melembut seiring isi dada yang seolah turut meleleh menyaksikan dua berlian hatinya nampak begitu damai dan nyaman di alam mimpi.

Hyunsuk meletakkan tas di lantai dan melepas jaket. Dengan langkah pelan dia memunguti mainan-mainan di lantai untuk dikumpulkan ke sebelah kotak penyimpanan. Laki-laki itu mendekati Jihoon, merundukkan wajah, mengusap rambut panjang istrinya lantas mendaratkan sebuah kecupan di pipi gadis tersebut membuat Jihoon tergeragap bangun.

"Hi, Sweetie~" sapa Hyunsuk setengah berbisik. "Aku pulang~"

"Sejak kapan...?" suara Jihoon serak. Dia menggosok sudut matanya yang masih mengantuk, menuai tawa kecil dari sang suami yang langsung memuji 'kiyowo~' dengan gemas.

"Baru saja. Tidurlah lagi kalau masih ngantuk." Hyunsuk ikut membaringkan diri di sebelah Jihoon yang memang nampak enggan untuk bangun.

"Jaehyuk nakal ya?" tanya lelaki lebih tua, dengan lembut ujung jarinya merapikan rambut poni sang istri yang masih goleran malas.

Jihoon tidak menjawab, hanya menghela napas panjang, dan sang suami paham makna dari keluhan yang tak diucapkan itu.

"Mau ke spa?" tiba-tiba Hyunsuk menawari yang langsung membuat istrinya menoleh.

"Mau," jawab Jihoon cepat. Suaminya tersenyum.

"Besok aku libur. Biar Jaehyuk bersamaku, kau pergilah spa dan ke salon. OK, Sweetie?"

"Setuju." Gadis yang lebih muda mengacungkan ibu jari.

"So cute Jihoonie~" dengan gemas Hyunsuk mencubit pelan pipi Jihoon dan secara spontan berpindah ke dadanya.

"ACK!"

PLAK!

Pekik kesakitan Jihoon dilanjutkan telapak tangannya yang tiba-tiba mendaratkan pukulan di lengan Hyunsuk membuat sang suami terlonjak kaget. Dia lebih kaget lagi saat kemudian terdengar gerakan di dekat mereka. Berdua menahan napas, Hyunsuk dan Jihoon memperhatikan bagaimana bayi di sofa menggeliat karena terganggu tidurnya oleh keributan barusan. Beruntung setelah mengerang pelan, Jaehyuk kembali menutup mata.

"Wae...?" tanya Hyunsuk dikuasai heran dan terkejut menatap Jihoon yang terlihat protektif melindungi kedua payudaranya.

"Sakit...!" mata boba gadis itu melotot.

"Aku cuma memegang pelan..." suaminya membela diri.

Jihoon mendengus gusar. Dia melepas satu per satu kancing piyama dan memperlihatkan buah dada yang tidak dipakaikan bra. Nampak ada tempelan kain kasa pada kedua putingnya.

Mata Hyunsuk melotot. Ia menunjuk kain kasa di dada sang istri. "Apa ini?"

Dengan pelan Jihoon melepas salah satu tempelan kain kasa untuk menunjukkan noda merah darah yang berasal dari luka lecet di puting susunya.

"Apa yang terjadi...!?" lelaki lebih tua terkejut dua kali.

"Jaehyuk mulai menggigit waktu minum susu," gusar Jihoon. "Dia juga menariknya ke sana-kemari...haahh, rasanya putingku mau copot."

"Astaga..." raut wajah Hyunsuk nampak prihatin. "Maaf..." ia tak tahu kenapa tiba-tiba minta maaf, kata-kata itu keluar begitu saja didorong perasaan tidak tega melihat sang istri yang menahan sakit.

"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" desis Hyunsuk. Jihoon menggelengkan kepala sambil kembali mengancingkan baju piyama.

"Aku sudah membujuk Jaehyuk untuk minum dari botol tapi sepertinya akan sulit. Dia terlalu terbiasa nenen sementara giginya akan terus bertambah--"

"Akan ku bantu," potong Hyunsuk. "Aku bantu untuk membujuknya."

Untuk pertama kali, senyum tersungging di bibir tipis Jihoon. "Terima kasih," gumamnya tulus. Sekaligus terharu.

"Sekarang, apa yang bisa aku lakukan untukmu? Ini...ini pasti sangat sakit 'kan? Mau ke dokter?" lelaki lebih tua nampak benar-benar khawatir.

Kembali Jihoon menggelengkan kepala. "Ke dokter juga percuma. Selama Jaehyuk terus minta nenen, lukanya tidak akan berkurang."

"Terus aku harus bagaimana?" Hyunsuk menggenggam tangan istrinya erat. Dia tidak sampai hati kalau hanya wanita itu yang kesakitan dan kesulitan mengurus buah hati mereka sedangkan dirinya tidak dirugikan oleh apapun.

"Hanwoo (daging sapi premium)," cetus Jihoon singkat, membuat mata sipit suaminya mendelik lebar.

"Huh?" Hyunsuk memastikan dia tidak salah dengar.

"Aku mau hanwoo," ujar Jihoon, ekspresi wajahnya nampak polos saat melanjutkan, "Yang dipanggang empuk dengan banyak saus dan merica."

Hyunsuk sejenak terdiam, tapi kemudian dia tersenyum dan mengangguk.

"Oke. Kita makan hanwoo malam ini. Dipanggang dan di-steak, kau bisa makan semuanya."

"Assa...!" Jihoon bersorak pelan. Dengan gembira ia memeluk suaminya erat. "Maacih, Oppa~~~"

"No, Sweetie," bisik Hyunsuk sembari mengusap lembut punggung sang istri. "Aku yang lebih berterima kasih padamu, Sayangku."

.
.
.

My timeline is thirsty like hell efek dance practise Move-nya T5 😂
Guys, calm down 😂

Our Little TreasuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang