001

81 11 10
                                    

Apa yang dipikirkan oleh para Dewa saat membuat dunia ini?

Apa mereka pernah tidak memikirkan bagaimana makhluk yang mengisi dunia mereka ini bertahan hidup? Tidak, sepertinya sengaja tidak memikirkan makhluk yang tinggal di dunia yang mereka katakan mahakarya. Mereka hanya menonton manusia layaknya orang dungu yang duduk di kursi emas.

Terdengar kurang ajar karena telah menghina sang pencipta, namun apa boleh buat itu adalah kenyataan bagi manusia-manusia yang bertahan hidup di dunia.

--- termasuk, keempat saudara ini yang masih menyudahi mimpi buruk ini. Sudah cukup mereka dipermainkan oleh takdir.

Mereka sudah mual terhadap keadaan mereka saat ini, maka dari itu mereka menyelesaikan skenario yang dikatakan sebuah mahakarya dan dijanjikan akan usai semisalnya manusia-manusia mengakhiri permainan gila ini.

"Ugh ..."

Rintihan lembut nan samar terdengar setiap tubuh mereka untuk berjalan mendekati akhir menara yang skenario akan berakhir. Tampak lelah, namun iris mata mereka begitu hidup untuk bertahan di dunia jatuh.

Ting!

Notifikasi pemberitahuan bahwa mereka sudah dekat dengan lantai yang mereka tuju. Kedua tangan mereka mengerat terhadap senjata mereka masing-masing, iris keempat bersaudara melihat pintu besar dengan hawa keberadaan yang berat dan penuh tekanan sampai mereka harus menyanggah tubuh dengan senjata yang mereka pegang.

"Jia-ie, setelah ini aku ingin kau membuat makanan kesukaanku."

Hening terpecahkan, suara laki-laki terbuka membuat orang yang dipanggil itu melirik -- melihat pria yang sedang menggenggam tombak dengan tubuh yang penuh luka menganga lebar bersama darah yang telah tercampur dengan peluh.

Sudut bibir pucat yang pecah-pecah itu terulas membentuk senyuman manis. "Baiklah, Rok Soo-oppa ingin makan kesukaanya. Kalau kalian bagaimana?" tanya Kim Jia -- nama gadis yang dipanggil oleh kakak kedua, Kim Rok soo ikut tersenyum tipis mendapatkan reaksi cerah dari adik perempuannya.

"Sundubu jjigae! Jia-ie, buatkan oppa-mu yang satu ini juga!" jawab pemuda yang berada di samping kanan bertumpu dengan pedang miliknya, Kim Ryeon -- anak kedua dari keempat bersaudara ini dengan sumringah.

"Ryeon-hyung! itu ide bagus! ditambah dengan Yangmyeon itu semakin enak! Bagaimana menurutmu, Noona?" Tanya sih paling bungsu, Kim Siu menatap ketiga kakaknya dengan wajah yang tak kalah riangnya dari mereka.

Kedua sudut bibir milik ketiga kakak ini mengulas senyum lembut saat adik paling bungsu yang tidak begitu gugup maupun ragu. YA! tidak ada untuk ragu dan gugup, mereka harus tenang dan berpikir jernih walaupun skenario terakhir ini tidak akan bisa didapatkan dengan mudah.

Haha... Mereka memang harus rileks agar semuanya berjalan sesuai rencana yang mereka buat. Tap! ' Tangan mereka menempel di pintu besar ini, bunyi notifikasi pemberitahuan terdengar bunyi menandakan bahwa mereka berada di area berbahaya. Resistensi tekanan, racun dan segala macam membuat notifikasi terus berdenging.

Haha .. bajingan sialan ... ' cacian keluar dari mulut mereka saat melihat monster menjijikkan muncul dihadapan mereka. Namun, yang mereka caci bukan monster di depannya saat ini menu layar milik monster tersebut.

Monster berukuran 50 kali lipat lebih besar dari kapal perang milik negara ini. Dengan wujud ... Ah, mereka tidak bisa mendeskripsikan makhluk di depannya saat ini.

"Bukankah para dewa sedikit tak berbakat dalam mengkreasikan sesuatu?"

Kim Ryeon membuka suara sambil menyiapkan kuda-kuda bersama mengeratkan genggamannya pada pedang bersiap untuk menyerang. Ujaran kata yang bermain-main, namun iris memandangi serius terhadap monster di depannya.

ORENDA [ TRASH OF THE COUNTS FAMILY ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat