Kendati Nata tau, rumah yang ia bangun sampai saat ini belum juga memiliki pondasi yang disebut 'cinta', rumahnya hanya mengandalkan percaya dan juga kasih sayang— mungkin.

Nata bukan tak ingin, tapi dia belum percaya diri.

Bukankah ditolak cinta oleh istri itu terdengar konyol? Lagipula sepertinya itu akan lebih menyakitkan dan juga memalukan.

Nata menghembuskan nafasnya dengan keras, terlihat seperti membuang beban yang selama ini ia timbun. Mengangkat telapak tangannya dari wajah, pria itu lantas terperanjat kala matanya bersibobrok dengan binar terang milik istrinya yang hanya berjarak satu jengkal.

"Ngapain kamu?"

Ayyara mendengus, namun tak ayal tersenyum konyol. "Liatin suami, gak boleh?"

Nata memutarkan bola matanya malas, kepalang hapal dengan tindak tanduk Ayyara yang kadang suka ngawur. "Liatin sampai puas."

Ayyara tak menjawab, matanya menjelajahi setiap inchi pahatan indah yang Tuhan ukir di wajah suaminya. Jarak mereka memang terlalu dekat, tapi Ayyara mana peduli. Saking dekatnya, Ayyara bisa merasakan hembusan nafas hangat Nata, juga aroma pasta gigi berbau mint yang ikut menguar dari belah bibir tipis milik suaminya. Ayyara bahkan dengan sangat jelas melihat titik hitam dibibir bagian bawah suaminya. Menambahkan kesan manis.

Sudah Ayyara bilang, suaminya terlalu sempurna untuk dilepaskan.

Merasa jengah dengan Ayyara yang tak beranjak juga tak berkedip, Nata meniup wajah yang berada tepat diatas wajahnya itu. "Mau sampai kapan?"

"Selamanya, boleh?"

Nata mengerjap, begitu pula Ayyara.

"Asal kamu gak selingkuh aja." jawab Nata pendek.

Boleh, cukup bilang boleh apa susahnya sih, Nat?!

Nata memaki dirinya sendiri dalam hati. Sepertinya, dirinya memang kepalang gengsi untuk mengungkapkan apa yang dia rasa dan juga dia mau, bahkan kepada istrinya sekalipun.

"Kalau aku selingkuh?" tanya Ayyara dengan raut kepo. Membuat Nata mendelik, istrinya niat selingkuh kah?

"Kamu saya tendang." Nata mendorong kening Ayyara agar menjauh, lantas dia bangkit. "Dari rumah."

Bibir Ayyara mengerucut tak terima, ikut duduk disamping Nata yang tengah menyenderkan tubuhnya pada sofa. "Gitu amat."

Nata melengos, tidak peduli. Lebih tepatnya, tidak mau meneruskan pembahasan yang ia rasa sangat tabu. Memangnya pantas suami istri membahas perselingkuhan disaat hubungan mereka baik-baik saja?

Sebenarnya pantas-pantas saja, karena pada nyatanya mereka tidak saling mencintai. Peluang selingkuh lebih besar.

Nata menggeleng ribut, pikiran tidak berguna.

"Kapan kamu pulang?"

Ayyara mendengus. Ia kira, Nata hanya pura-pura tidak tau dan tidak mendengar dirinya pulang karena terlalu lelah, ataupun terlalu malas menyambut kepulangannya. Tapi sepertinya Nata benar-benar tidak menyadarinya.

"Dari tadi." jawabnya ketus. "Aku udah berapa kali ngucap salam ya, mas, kamunya aja yang gak denger."

"Tidur apa gimana sih, kamu tuh?!" lanjutnya.

"Nggak."

"Terus, kenapa bisa gak sadar kalo aku pulang?"

Nata mengedikan bahu, lalu memilih menghidupkan televisi. Sedangkan Ayyara menggerutu dengan sebal. Ayyara meletakkan tangannya pada paha bagian atas milik Nata, membuat suaminya menoleh namun tak lama  kembali beralih pada televisi.

1000% GENGSIDove le storie prendono vita. Scoprilo ora