iv ;

374 42 12
                                    

Nagi tidak terlalu memikirkan berapa banyak hari yang telah berlalu di tempat ini. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara membuat tuan muda mereka tetap baik-baik saja.

Manusia itu makhluk kompleks. Semua orang memiliki tendensi dan keinginan yang berbeda-beda. Nagi tidak tahu apa yang diinginkan Mikage Reo. Yang ia tahu selama ini laki-laki itu selalu tertawa di sebelahnya. Ia tampak seperti orang biasa. Perbedaan mencoloknya paling hanya privilese harta saja.

Untuk memastikan Reo tidak melakukan percobaan bunuh diri untuk yang ketiga kalinya, Nagi harus memastikan ia tidak salah bicara. Lelaki itu harus membuang jauh-jauh rasa penasarannya terhadap urusan kurung-mengurung. Ia harus berpura-pura biasa saja, menjadi sosok penurut yang selalu mengekor ke mana saja. Menjadi anjing.

Mencari uang ternyata sesulit ini.

Jam dinding menunjukkan bahwa hari sebentar lagi akan berganti. Namun Nagi tidak bisa tidur. Berulang kali ia mencoba memejamkan mata dan berakhir gagal karena terlalu banyak berpikir.

"Mikage Reo," rapal lelaki itu pelan.

Dan tiba-tiba telepon kamar berdering. Buru-buru Nagi mengangkat, menyambut tanda bahwa hukumannya telah berakhir.

'Nagi-kun, Aku tidak bisa tidur. Temani aku.'

Sebuah suara familier. Tidak perlu waktu lama untuk tahu bahwa yang bicara di seberang sana adalah sosok yang baru saja ia sebutkan namanya.

"Tapi aku dihukum," sahut Nagi pelan.

'Sudah kusuruh Baya untuk mengantarmu kemari.'

Nagi terdiam sejenak, memikirkan siapa Baya yang sedang Reo bicarakan.

'Baya, kepala pelayan.'

Oh.

"Oke," sahut si surai putih pelan.

Ia menunggu dengan sabar sampai suara kunci hinggap di telinga. Nenek sihir datang dengan wajah masam, membukakan pintu kamar. Nagi menundukkan kepala. Antara menunjukkan rasa hormat dan rasa takut akan dipecat.

"Tolong jaga tuan muda dengan baik," ucap wanita itu sembari mengantar Nagi ke kamar di mansion utama.

Lelaki itu pikir Baya adalah sosok yang disiplin dan kejam. Tapi ternyata ia sangat memperhatikan tuan muda selama masa pengurungannya. Padahal beberapa jam yang lalu ia menghukum Nagi karena dianggap membahayakan, namun sekarang malah mengantarnya bertemu tuan muda sesuai perintah.

"Terima kasih, Baya," sebut Reo yang tengah duduk menghadap jendela.

"Sudah tugas saya, Tuan Muda Mikage," balas wanita itu sembari membungkuk sembilan puluh derajat lalu menutup pintu kamar.

Nagi dibiarkan berdua saja dalam kebingungan.

"Nagi-kun," panggil Reo sambil menepuk-nepuk sisi ranjang yang kosong, secara tersirat menyuruh Nagi duduk di sebelahnya.

Sang penjaga menurut, menghampiri Reo dalam diam. Manik kelabu menatap ke depan, memperhatikan apa yang sedang dilihat tuan muda.

Ternyata hanya bulan.

"Aku dikurung di sini sejak orangtuaku meninggal," ujar Reo pelan.

Nagi menoleh cepat, takut kalau-kalau lelaki di sisinya kembali frustrasi.

"Para babi itu melarangku melakukan apapun. Aku dilarang berhubungan dengan dunia luar. Tidak ada ponsel. Tidak ada koneksi internet. Aku selalu dikelilingi orang-orang bisu yang memaksaku tetap hidup."

Manik kelabu bertemu manik ungu dalam tatap. Nagi bisa melihat sorot sendu yang berkepanjangan di sana. Ia terlihat kelelahan dengan kelopak mata yang bergetar. Napasnya pun pendek-pendek.

会いたい (I want to meet you) | nagireoHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin