06: Cielo Abrams

19 9 40
                                    

Ronette mengusap jejak air mata di pipinya sementara kedua netra itu masih gencar menitik. Ia buru-buru mempercepat langkah setelah melewati belokan terakhir menuju rumahnya. Namun langkah itu berhenti seketika kala dirinya melihat sosok seorang pemuda di depan gerbang rumahnya. Pemuda itu berjongkok dan menyender sepenuhnya pada gerbang, matanya yang tipis-tipis terhalang rambut depannya itu nampak terpejam.

Mata Ronette sontak membulat kala menyadari siapa pemuda itu. Ia langsung menjalankan tungkainya secepat mungkin untuk menghampiri si pemuda.

"Ciel?" Kedua manik yang tadinya terpejam itu lantas terbuka kala suara Ronette memasuki indra rungunya. Pemuda itu mengangkat kepalanya dan beranjak bangkit, berdiri seketika.

"Ronnie.." Ciel mengusap matanya yang suntuk sebab baru bangun.

"Ciel, sejak kapan kau disini?" tanya Ronette khawatir. Pria ini sampai tertidur di depan gerbangnya, dan bukankah sekarang sudah tengah malam?

"Selesai kelas tadi aku hendak menemuimu, tapi kau tidak ada. Jadi ku pikir kau sudah pulang terlebih dulu. Aku pergi ke rumahmu untuk memastikan kau pulang dengan selamat, namun tak ada siapapun di dalam. Ku pikir jika aku menunggu sedikit lebih lama, kau akan tiba. Aku tidak sadar sudah semalam ini," papar Ciel membuat rasa bersalah seketika menyergap Ronette. Mengetahui bahwa Ciel sampai seperti ini karena dirinya, ah.. Ronette sungguh menyesal.

"Maafkan aku, Ciel. A-apa kau mau masuk ke dalam dulu? Pasti dingin berada di luar semalam ini," tawar Ronette sebagai bentuk penyesalannya.

Namun bukannya menjawab, Ciel malah fokus pada mata Ronette yang tampak sembab. Satu tangannya terulur dan hinggap di pipi yang perempuan. "Ronnie, apa yang terjadi? Kenapa matamu seperti ini?"

"Apa kau baik-baik saja? Dari mana kau pergi hingga baru kembali selarut ini?" Pertanyaan lain menyusul kemudian dari birai Ciel. Jelas bahwa ia khawatir.

Awalnya, Ronette berniat untuk tidak mengatakan apa saja yang terjadi dengannya dan Lyonore. Itu memalukan, baginya. Dan ia tidak ingin membuat Lyonore terlihat buruk di mata orang lain, sungguh. Namun, oh betapa ia dapat merasakan ketulusan Ciel yang mengkhawatirkannya. Hal itu langsung menyentuh hati Ronette, tak tertahankan hingga ia menangis lagi.

Ciel tampak semakin khawatir. "Ronnie?" Tatapannya tiba-tiba terpaut pada bekas kemerahan di leher Ronette. "Ronnie, ada apa di lehermu?"

"Maafkan aku, Ciel. Maaf..." ucap Ronette ketika kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi wajahnya, sesekali mengusap matanya yang terus-menerus menitikkan air mata.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi masuklah terlebih dahulu. Dingin di luar sini, aku tidak ingin kau sakit. Kita bicarakan ini besok ketika kau sudah lebih tenang, ya?" Ciel membawa Ronette ke pelukannya sejenak, mengecup pucuk kepala gadis itu sebelum kemudian pergi.



 Kita bicarakan ini besok ketika kau sudah lebih tenang, ya?" Ciel membawa Ronette ke pelukannya sejenak, mengecup pucuk kepala gadis itu sebelum kemudian pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Hari ini langit Hudgenburg tampak cerah, biru, dan memuakkan. Ronette menatap jauh ke permukaan hampa yang tampak sebiru Cyanocitta itu dengan pandangan kosong. Angin berembus cukup kencang hingga mampu menerbangkan helai rambutnya. Membuat Ronette beberapa kali menyipitkan matanya yang bengkak akibat menangis semalaman supaya helai rambut itu tak masuk ke sana dan membuatnya semakin sakit.

Ronnie, My RonnieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang