"Eh!" Tersadar ada yang keliru dari ucapan beliau, Tuan Kim lekas membetulkan lidah. "Ya pokoknya tolong kasih tahu saya, Yan." Suruh pria paruh baya itu.

"Loh, bukannya selama ini Gibran sibuk terus ya, Pak?" Tanya Zayyan sambil menautkan dua alisnya.

Tuan Kim bingung dengan Zayyan. Sekompleks pun mengetahui jika setiap hari Gibran tidak pernah keluar untuk mencari pekerjaan tetap. Putra tunggalnya itu cuma luntang-luntung tidak jelas seperti tunawisma yang kehilangan tempat tinggal.

"Sibuk ngapain??"

"Mantau peliharaannya Bapak kan?" Terka Zayyan mengulas senyum meremehkan. Dilihatnya Tuan Kim spontan mengatupkan bibir dengan mata yang menatap tajam.

"Hahaha! Wajah Pak Kim gak usah tegang gitu. Saya ngerti, kok, kalau semua ini buat investasi masa depan. Betul?" Terkuras akan kata, Zayyan kembali memojokkan pria itu selagi ayah Gibran masih terdiam.

***

"Lex!"

Bentakan keras itu dinilai karena Lex belum juga menjawab pertanyaannya. Husein semakin dibuat tak habis pikir dengan lelaki yang saat ini tengah merapatkan bibirnya bersama wajah flat mengesalkan.

"Lo kenapa sih?!" Dumal Husein seraya mendorong bahu kanan Lex sampai korban terhuyung menabrak dinding.

"Apa jangan-jangan bang Lex dalangnya?" Wain menyela duluan. Mulutnya membulat layaknya seorang yang terkejut.

"Nggak! Nggak mungkin." Sahut Gibran kemudian mengalihkan pandangannya pada maknae. "Jangan ikut campur Leo! Lo bukan siapa-siapa disini. Gak usah berusaha memengaruhi mereka buat naruh curiga ke Lex. Kalau lo benci dia, benci sendirian! Ngapain ngajak orang lain segala hah?!"

Kesal dengan Leo, Gibran berjalan berdentum menghampirinya. Tinggi yang terpaut lumayan jauh tidak membuat nyali Gibran menghardik Leo lewat tajamnya iris sirna begitu saja.

"Lo yang harusnya gak ikut campur bang! Selama ini lo, kan, yang udah ngebikin hidup kami jadi rumit gara-gara teror sialan itu?! Ngaku!" Gertak Davin.

"Teror apa yang lo maksud?!"

"Halah. Masih bisa ngelak lo?"

Gibran ganti sasaran pualam gelapnya menghadap Davin, sorot mata bulat yang kemarin terlihat sangat manis kini hanya tinggal tatapan bak iblis.

"Nggak! Siapapun, Bomsu, Wain, bang Husein, jangan percaya ucapannya. Mereka bertiga cuma bocah ingusan yang pengen pertemanan kalian merenggang. Leo emang butuh dikasih pelajaran kayaknya,"

Gibran tertawa lalu dalam hitungan detik menerjang wajah Leo dengan gerakan sangar yang mampu membuat semua atensi membola karena ulahnya.

Bughh

Tak menerima aba-aba akan datangnya bahaya dari Gibran, Leo tersungkur ketika buku-buku telapak tangan pemuda itu mengenai tulang pipinya. Leo meringis ngilu diatas lantai.

"STOP GIB!" Husein menjegal tangan Gibran yang hendak mengulangi aksinya. "Jangan salahin Leo. Dia gak sepenuhnya bersalah. Gue sejak lama udah mulai ngerasain kalau Lex emang bener-bener berubah. Lex bukan temen gue yang berisik ngalahin adu mulutnya Wain dan Zayyan."

"Menurut gue itu semua gak bener. Lex masih Lex yang dulu. Gak ada yang berubah dari dia." Gibran menyabet tubuh Husein menjauh, emosi yang tidak stabil memengaruhi akal sehat lelaki bertindik itu. "Udah lah! Si cecunguk sok pinter ini cuma bawa pengaruh buruk aja buat kalian. Leo pasti punya niat mutusin persahabatan yang udah lama kalian bangun dari awal." Lanjutnya.

Sing mengepalkan kedua tangan disisi baju magang yang dipakainya. Hanya Davin dan Bomsu yang bisa melihat anak itu berusaha menahan untuk tidak lepas kendali.

"Sampai kapan, sih, lo mau ngelak lagi bang? Semua udah jelas. Gue udah tahu rencana busuk lo." Ujar Leo seraya bangkit dengan tenaga yang masih tersisa.

Belum genap punggungnya menegak dan kakinya siap menyangga seluruh badan, Gibran lantas memberikan bogem kedua tepat diperut pemuda itu.

"SIALAN!!"

Bughh

Nasib naas berkerumun memutari Leo. Dia terdorong kebelakang hingga punggungnya menghantam pintu kost yang terbuka. Suara dentuman berhasil keluar, menyebabkan Wain harus menutup kedua telinganya akibat bunyi tabrakan kayu dan raga jangkung milik seseorang.

Srak

Gibran berjongkok didepan Leo, menarik kerah pakaiannya sembari membisikkan kalimat peringatan dihadapan wajah lelaki itu.

"Jangan macem-macem Le." Desis Gibran sementara Leo terpejam akibat ngilu yang ia rasa.

Bughh

Pukulan ketiga datang lagi. Pukulan terakhir jatuh disisi hidung hingga membuat Leo tertoleh kesamping sangking kerasnya Gibran menghajar.

"Gin, lepas!" Husein segera menyingkirkan tubuh Gibran agar menjauh. Ia pastikan bahwa kesadaran masih menguasai diri Leo. Disusul oleh Sing yang ingin mengetahui keadaan sahabatnya.

Gibran berdiri, dengan mudahnya tidak sadar jika dia hampir menewaskan nyawa seseorang. Gibran menepuk-nepuk telapak tangannya enteng, puas memenuhi hasrat balas dendam.

"Bang Gib, sadar bang! Barusan lo nonjok anak kecil loh," Wain mengomel.

"Temen gue bukan anak kecil bang!" Sahut Davin.

"Sama aja! Kelen, kan, masih sekolah."

"Tapi udah SMK!"

"Intinya belum lulus---"

Brakk

"LEO!"

Bukan dari pemuda Kim. Namun kali ini Lex yang mendapat giliran menendang lengan atas Leo dari samping. Lex melakukannya dengan keji, tanpa memikirkan apa dampak yang akan terjadi pada kesehatan anak laki-laki itu setelah mendapat pukulan beberapa kali.

Runtuh semua semangat serta daya dalam tubuhnya. Leo seketika jatuh roboh dalam posisi mengenaskan. Ia tertidur menyamping dengan pipi menempel ubin lantai yang dingin.

"Bangsat!" Sing terlihat sangat marah, matanya menyala-nyala.

Dia mendorong dada Lex meminta pertanggungjawaban atas keadaan temannya yang nyaris sekarat. "APA-APAAN LO NGEHAJAR TEMEN GUE SEGITUNYA HAH?! LO KURANG WARAS BANG LEX?! JAWAB! LO GILA APA GIMANA???"

Nafas Sing memburu, terbukti pada kedua bahunya yang naik turun kehabisan pasokan udara.

"Lo juga bang Hus. Sebagai yang tertua, bukannya berusaha misahin malah diem mulu dari tadi. Otak lo, lo kemanain??" Gertak Sing sambil menoleh kearah si tertua. Husein hanya sanggup menunduk tanpa kata.

"Siapa yang mau lo targetkan sekarang hah? Bilang!"

"Tenang Sing." Masih memejamkan matanya, Leo membatasi amarah Mak Chun Sing meluap.

"Mana mungkin gue bisa tenang, Le, sementara si bangsat itu seenaknya nyakitin lo?" Tolak Sing.

Srakk

Secepat atma menembus halang rintang ketika bersinar, secepat itu pula Lex menggaret Sing dalam kekangannya. Lex mengunci pergerakan Sing dengan meletakkan kedua tangannya dibelakang pinggang.

Sebilah pisau mendekati jakun lelaki itu. Lex berencana membunuhnya pada waktu yang terbilang sangat singkat.

"Diam atau gue pisahin kepala dari leher lo." Ancam Lex tidak bergurau.

***

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Where stories live. Discover now