Jeno menoleh ke arah Jaehyun dengan penuh pertanyaan, "Aku juga tidak tahu..." jawabnya kepada Chenle,

"Memangnya kita akan berbulan madu kapan Hyung?"

Sehun tersenyum penuh rahasia, "Segera." gumamnya,

"Minggu depan."

Chenle tersenyum makin lebar, "Dan kuharap kalian membawakanku oleh-oleh calon keponakan sepulangnya kalian dari sana."

Pipi Jeno memerah mendengarnya, dan Jaehyun tersenyum lembut.

"Ada yang harus kukatakan kepada kalian," Jaehyun menatap Jeno meminta persetujuan, ketika Jeno mengangguk, Jaehyun melanjutkan. "Aku harap kalian tidak marah kepada kami."

Chenle dan Jisung saling bertukar pandang, lalu menatap Jaehyun dengan bingung.

"Tentang apa?" gumam Chenle penasaran.

"Tentang pernikahan kami." Jaehyun menghela napas panjang. "Semula kami menikah hanya berdasarkan perjanjian."

"Perjanjian?" kali ini Jisung yang menyela, menatap Jeno dengan was-was.

Jaehyun mengangguk dan menatap Jisung dengan serius, "Jangan menyalahkan Jeno karena berbohong kepada kalian selama ini, sebenarnya akulah yang mengusulkan perjanjian ini kepadanya."

Dia menghela napas, "Kau mungkin belum tahu Jisung karena aku yakin Chenle tidak cerita kepadamu... Kau pasti sudah tahu bahwa aku adalah anak angkat keluarga ini, bahwa aku dan Chenle tidak ada hubungan darah. Jadi karena ingin menjaga keutuhan keluarga, Mama kami ingin menjodohkan kami. Aku dan Chenle ke dalam sebuah pernikahan. Tentu saja waktu itu mama kami belum mengenalmu, Jisung."

Jisung menoleh kepada Chenle dengan pandangan bertanya-tanya, dan Chenle mengangguk, membenarkan perkataan Jaehyun.

"Aku berpikir aku tidak mungkin menikahi Chenle dia sudah kuanggap seperti adik kandungku sendiri, dan aku yakin begitu pula sebaliknya." Jaehyun melempar senyum kepada Chenle.

"Kami berdua sangat ingin menolak pernikahan ini, tetapi mengingat kondisi mama waktu itu, kami sangat bingung dan tidak ingin membuat mama kecewa. Aku juga pusing memikirkan jalan keluar dari polemik ini, sampai kemudian kau membawa Jeno ke pesta itu dan mengenalkannya sebagai kakakmu." Jaehyun menggenggam tangan Jeno, menatap mata istrinya dengan lembut,

"Ide itu muncul begitu saja. Aku dan Jeno berkompromi untuk menjalankan hubungan pura-pura ini, supaya kalian bisa menentukan kisah cinta kalian sendiri."

Jisung terperangah, "Jadi kalian berdua benar-benar baru mengenal pertama kali di pesta itu? Bukan sudah mengenal lama seperti yang kalian katakan?"

Jaehyun mengangguk, "Sekali lagi aku minta maaf karena kami telah membohongi kalian semua, tetapi waktu itu kami pikir itulah jalan yang terbaik." Jaehyun meremas jemari Jeno semakin erat,

"Pernikahan itu pada awalnya hanyalah sebuah perjanjian. Tetapi kemudian kami saling mencintai. Dan kami mensyukuri perjanjian pernikahan itu."

Mata Chenle berkaca-kaca, "Kalian... Kalian terlah berkorban demi kami berdua... Kalian mengikat diri agar kami bisa bebas menentukan cinta kami." ditatapnya Jisung yang berusaha menelaah semua ini, suaranya serak penuh perasaan,

"Terima kasih Hyung."

Jaehyun tersenyum lembut kepada adiknya, "Sama-sama sayang, pada akhirnya aku menemukan seseorang yang akan aku cintai selamanya, istriku."

Jisung menghela napas panjang, "Aku juga harus mengucapkan terima kasih... Dan aku senang kalian akhirnya berujung bahagia." matanya menatap lembut ke arah Jeno,

"Selamat Hyung."

Jeno tersenyum kepada adiknya, "Sama-sama Jisung." bisiknya tulus. Ternyata begitu mudah berterus terang kepada kedua adik mereka. Tidak ada kebohongan lagi sehingga Jeno akan lebih mudah melangkah ke depannya bersama jaehyun.

…..

"Aku mencintaimu." Jaehyun memeluk Jeno dari belakang dengan menggoda, dia baru pulang dari kantor dan memeluk isterinya dari belakang dan menggelitiknya setengah menggoda.

"Jaehyun!" Jeno berteriak kegelian saat menerima kecupan-kecupan sayang Jaehyun di pipinya.

Jaehyun terkekeh sambil masih menciumi Jeno, menghirup aroma istrinya yang sangat dirindukannya seharian ini, "Apakah kau merindukanku selama aku tidak ada di rumah?" bisiknya lembut, "Dan kau harus menjawab 'ya' kalau tidak aku akan marah."

"Ya Jaehyun." Jeno membalikkan badannya dan memeluk Jaehyun, membiarkan dahinya dikecup dengan lembut.

"Aku juga." Jaehyun mengaku. "Setiap saat yang kupikirkan hanya kau, aku tidak sabar untuk cepat-cepat pulang."

Pipi Jeno bersemu merah dan menatap suaminya penuh cinta. "Aku sangat bahagia bersamamu." Bisiknya kemudian membuat Jaehyun langsung memeluknya semakin erat.

"Syukurlah." gumam Jaehyun penuh perasaan, "Kau tahu kebahagiaanmu telah menjadi obsesi pribadiku. Aku berjanji akan menghabiskan seluruh sisa hidupku untuk membahagiakanmu." dikecupnya ujung hidung Jeno.

"Ngomong-ngomong tentang berbahagia, kita akan berangkat ke Paris Sabtu ini. Aku sudah menyiapkan semuanya."

Mata Jeno berbinar, "Kau sudah bisa melepaskan diri dari kegiatan kantormu?" Jeno tahu Jaehyun sibuk luar biasa, karena lelaki itu bisa dibilang mengendalikan seluruh perusahaan dengan kepandaiannya. Dia adalah orang inti diperusahaan dan sangat sibuk, sehingga berbulan madu hampir sebulan di Paris tentunya memerlukan persiapan yang cukup lama bagi perusahaannya.

Jaehyun tersenyum, "Sesibuk-sibuknya aku, kaulah prioritasku, lagipula aku sudah membagi semua tugas kepada para asistenku, aku yakin mereka semua memiliki kemampuan yang baik untuk mengelola perusahaan selama aku tidak ada."

Jeno mendesah lega, "Jadi, kita akan berbulan madu?"

Jaehyun menganggukkan kepalanya, "Kita akan meneruskan usaha untuk menciptakan Jaehyun Junior di Paris." godanya, membuat pipi Jeno bersemu merah.

Lelaki itu terpesona melihat kecantikan isterinya, sehingga tidak bisa menahan diri untuk menunduk dan mengecup bibir isterinya dengan penuh gairah. Disesapnya bibir yang lembut itu dengan penuh kasih sayang.

Ketika mereka berdua mengangkat matanya, binar-binar kebahagiaan memancar dari mata mereka, penuh dengan cinta.

.

.

.

.

.

.

.

END

Perjanjian HatiWhere stories live. Discover now