"Hey kalian berdua, ingat jangan sorot wajah kami berdua, fokus pada jalang ini, walaupun tersorot kalian harus mengeditnya agar wajah kami tidak dikenali." perintah Eunhyuk pada dua kameramen. 

"Oke Bos!" sahut dua anak buah Eunhyuk secara bersamaan.

Malam itu tubuh Hwa Gi dihancurkan sekali lagi, lubangnya digempur secara bergantian oleh dua orang. Hwa Gi dalam pengaruh obat perangsang terlihat sangat binal dan puas ketika tubuhnya dipermainkan sedemikian rupa. Bahkan saat ponselnya berbunyi dan nama pemanggil adalah Jae Han, Hwa Gi tidak mampu merespon.

Kemudian setelah Eunhyuk klimaks. Hwa Gi sempat dibiarkan sendiri, rupanya mereka melihat hasil rekaman tadi. Ponsel di saku celana Hwa Gi bergetar, Hwa Gi mencoba mengais kesadarannya lalu mengambil celana yang tergeletak di lantai guna mengambil ponsel, dia melihat pemanggil adalah tuan Li. Hwa Gi langsung menjawab dan baru saja berucap, "Do ... dowa ... (Dowajuseyo : tolong aku, tapi di sini kata Hwa Gi terpotong.)" ponsel direbut oleh Taehoon lalu dilemparkan ke lantai. "Tenang saja akan kuberikan yang baru."

***

Di lain tempat, Jae Han merasa gelisah karena memikirkan Hwa Gi yang diperlakukan tidak baik di sekolah bahkan hari ini dia juga mendengar Hwa Gi berkelahi di kantin. Jae Han tahu, pasti itu bukan Hwa Gi yang memulai perkelahian. Hwa Gi adalah tipe orang yang tidak akan memulai permusuhan jika bukan orang lain yang memprovokasinya lebih dulu.

"Arghhh … ini bukan urusanku, kenapa selalu memikirkannya?" Jae Han berteriak gusar di kamarnya. 

Untuk  mengalihkan pikirannya dari Hwa Gi, Jae Han melihat-lihat buku-buku pelajaran miliknya yang jarang tersentuh, mengambil satu buku yang sampulnya bertuliskan Ilmu Antropologi, dia membuka halaman secara acak, membaca paragraf demi paragraf yang tidak begitu dia pahami hingga sampai pada kata avunkulokal

Dia membaca arti dari avunkulokal dan mengangguk-angguk pertanda dia mengerti. Hampir sepuluh menit dia membaca dan kini dia malah termenung dengan jari telunjuk masih ada di kata avunkulokal dan pikirannya tetap kembali pada Hwa Gi. 

"Aishh!" Jae Han jadi kesal sendiri, dia mengambil ponsel lalu menelpon Hwa Gi untuk beberapa kali tapi tidak ada jawaban kemudian dia menyambar jaket yang tergeletak di atas meja dan tak lupa dengan kunci motornya. 

Jae Han ingin pergi ke rumah Hwa Gi.

Sesampainya di rumah Hwa Gi, Jae Han mengetuk pintu beberapa kali bahkan berteriak memanggil Hwa Gi namun tidak ada jawaban, saat ia hendak berbalik, pintu dibuka oleh seseorang tapi itu bukan Hwa Gi,  melainkan laki-laki paruh baya.

"Siapa kau?" suaranya terdengar serak dengan mata merah, pandangan juga tidak fokus, Jae Han bisa menebak orang ini sedang mabuk.

"Aku teman Hwa Gi, apa Hwa Gi ada di rumah?" tanya Jae Han terdengar sopan.

"Anak itu tidak pulang mungkin dia masih bekerja di toserba," jawab Ha Joon.

"Oh iya, terima kasih Paman, aku pamit." Jae Han merutuki kebodohannya, di jam segini pasti Hwa Gi masih bekerja di toserba.

"Hey anak muda, kulihat motormu bagus, apa kau anak orang kaya? siapa namamu?" Ha Joon memberondong Jae Han dengan banyak pertanyaan.

"Maaf Paman aku tidak sopan belum memperkenalkan diri, namaku Jae Han, aku teman Hwa Gi di sekolah." balas Jae Han.

"Apa kau bisa beri aku beberapa lembar won, kau terlihat seperti anak orang kaya." Ha Joon berucap tak tahu malu.

"A-apa?" Jae Han sedikit bingung, rupanya ayah Hwa Gi tipe orang tua yang tidak tahu malu dan suka mabuk.

"Uang, apa kau tidak punya? ya sudah lah,  pergi saja sana!" usir Ha Joon sembari menenggak botol minumannya lalu menutup pintu dengan keras.

Jae Han mengerjap beberapa kali setelah diusir, sudut mulutnya terangkat, "Coba saja kalau kau bukan ayah Hwa Gi, sudah kupecahkan kepalamu dengan botol minumanmu itu!" gerutu Jae Han pelan sambil berjalan menuju motornya.

Jae Han pergi menuju toserba tempat Hwa Gi bekerja tapi ternyata Hwa Gi juga tidak ada di sana, pemilik toko mengatakan Hwa Gi tidak masuk kerja dari sore. Jae Han menatap ponsel dengan linglung, menghubungi nomor Hwa Gi puluhan kali namun masih tak ada jawaban, entah kenapa malam ini dia sangat cemas pada Hwa Gi. 

"Kenapa tidak diangkat?" Seharusnya Jae Han tidak begini, bukankah dia sendiri yang menginginkan Hwa Gi menjauh tapi mengapa malam ini perasaannya tidak bisa dikendalikan. "Apa mungkin Hwa Gi marah padaku, makanya tidak mengangkat teleponku?" pikir Jae Han.

Jae Han berinisiatif bertanya pada pemilik toko. "Paman, apa sudah menghubungi Hwa Gi? dia tidak menjawab panggilanku mungkin kalau Paman yang menelpon dia akan mengangkatnya."

"Hwa Gi bukan anak kecil yang harus dihubungi jika tidak pulang, mungkin dia ada urusan sendiri," tanggap pemilik toko.

"Ayolah Paman sekali saja hubungi dia." pinta Jae Han.

Tuan Li sang pemilik toko mulai gusar."Ada apa denganmu, memangnya kau siapa? kau pacarnya?" 

"Iya benar juga, memangnya aku siapa untuk Hwan Gi, teman bukan, saudara juga bukan. Harusnya aku tidak berhak sekhawatir ini dan Hwa Gi juga tidak berhak menerima rasa cemasku sebesar ini!" ucap Jae Han dalam hati lalu lanjut berkata,  "Aku temannya!" bantahnya.

Tuan Li menghubungi Hwa Gi dengan ponselnya, namun tidak diangkat tapi setelah dering kedua terdengar suara serak dari seberang telepon, " Aku …. " panggilan terputus begitu saja.

"Hwa Gi! Hwa Gi!" ucap tuan Li khawatir sambil menghubungi ulang nomor Hwa Gi namun nomor itu sudah tidak aktif lagi.

"Bagaimana paman?" tanya Jae Han.

"Dia hanya berucap tidak jelas lalu panggilan terputus dan sekarang nomornya sudah tidak aktif." ekspresi khwatir tergambar jelas di wajah tuanya.

"Apa kita harus lapor polisi?"  usul Jae Han.

"Tapi orang baru bisa dinyatakan hilang setelah 24 jam tidak kembali." jelas tuan Li.

"Apa kita harus menunggu selama itu?" Jae Han berjalan mondar-mandir seperti seorang ayah kehilangan putranya. Padahal ayah Hwa Gi sendiri juga tidak peduli anaknya belum pulang.

Dari kejauhan seseorang menonton Jae Han yang tak karuan di halaman toserba dia bergumam, "Rupanya begini tingkahmu jika cemas pada orang lain, ini seru juga ternyata hahaha." Dia menggebrak setir mobil dengan bahagia.

Ting

Notifikasi sebuah chat line masuk, lantas orang itu membuka pesan dalam bentuk sebuah video. Bibir dan matanya tersenyum puas melihat hasil  video tersebut. Hwa Gi bak pemain film porno gay di video itu, ia nampak mengulum dua penis secara bergantian yang terhidang di depan wajahnya. Bagian atas tubuhnya masih mengenakan seragam tapi bagian bawah sudah tidak mengenakan apa pun.

Kaki Hwa Gi diregangkan duduk di atas sofa lalu seorang laki langsung memasukkan kejantanannya ke dalam lubang sempit. Hwa Gi berteriak frustasi. Tangisan bercampur desahan tak didengar oleh pemuda yang tengah asyik menggenjot lubang merah muda milik Hwa Gi. Tubuh Hwa Gi terlonjak ketika pemuda di depan bergerak.

Video berdurasi hampir sepuluh menit itu juga menampilkan Hwa Gi yang duduk di atas pangkuan pemuda berbeda yang juga telanjang. Pen*s milik si pria di bawah masuk sepenuhnya di dalam lubang Hwa Gi, pantat Hwa Gi di tampar keras agar ikut bergerak, kedua tangan melingkar di pinggang kecil Hwa Gi.

"Bagus, aku tidak tahu apa reaksi Jae Han saat melihat ini. Pasti akan lebih menyenangkan." Di tertawa puas.

***
Sedangkan keadaan Hwa Gi kini terlihat mengganaskan, dia pingsan dengan posisi tengkurap, bagian bawahnya tidak tertutupi apa pun. Bagian lubangnya terlihat lengket, penuh sisa cairan kebrutalan dua manusia brengsek. 

TBC

HWA GI-SSI (END)Where stories live. Discover now