Masuk tim inti bukanlah ambisiku. Tim inti sudah di bentuk jika aku tiba-tiba masuk itu artinya ada yang akan dikeluarkan. Belum lagi jika aku ikut turnamen Mama, Papa bahkan Dandi pasti heboh dan berpartisipasi. Satu sekolah akan tahu siapa aku, si dkap mereka pasti akan berbeda kepadaku. Aku tidak mau itu terjadi, yang aku inginkan hanyalah kehidupan yang damai.

"Saya bisa melihat itu. Kamu memiliki apa yang saya cari di para pembasket. Ini kesempatan buat kamu untuk bersinar."

Apanya yang bisa di lihat dari aku yang melempar bola ke ring? Bagaimana bisa semua kemampuanku hanya bisa dilihat dari sana? Kesempatan untuk bersinar? Aku tidak menginginkan hal semacam itu apalagi yang berhubungan dengan sinar.

"Saya bisa membujuk orang tuamu jika kamu takut membicarakannya. Saya mengerti jika kalian yang bersekolah di sini sudah di rancang masa depannya. Dari kalian ada dipastikan jadi pejabat, pemimpin perusahaan, menteri tapi salahnya kalian bersenang-senang dulu sebelum waktunya."

"Bukan gitu, Coach. Saya merasa kalau kesempatan itu terlalu berlebihan buat saya."

***

Sepi. Itu yang aku rasakan saat sampai di rumah. Biasanya Mama akan menyambutku serta menanyakan beberapa hal tentang yang terjadi di sekolah. Dandi atau Papa tidak ada di rumah itu hal biasa. Namun, Mama tidak ada di rumah di atas jam 15.00 sore bukanlah biasa. Tidak ada ART itu artinya rumah ini benar-benar kosong.

Jika sudah begini jalan satu-satunya untuk tahu adalah dengan mengirimkan chat ke Mama. Dia tipe orang yang sering membuka ponsel.

[Ma, kok di rumah sepi?] chatku yang baru saja terkirim dan sudah centang dua.

[Adek lupa?]

Apa hari ini ada acara khusus? batinku. Akhirnya aku memilih bertanya. [Lupa apa?]

Butuh waktu beberapa detik untuk membalas. [Hari ini Grand Opening caffe Kakak. Mama, Papa dan Kakak udah stay di sini.] [Kemarin-kemarin diajak gak mau jadi Adek ditinggal.] 

Astaga, sangking tidak pentingnya acara itu bagiku sampai lupa. Aku memang tidak berniat untuk ikut. Untung aku hari ini ikut ekstrakurikuler dan pulang agak sore.

[Ya udah, kapan kalian pulang?] tanyaku yang langsung centang dua biru.

Aku melempar tas ke ranjang lalu melonggarkan dasi dengan tatapan masih tertuju ke layar yang tertera Mama sedang mengetik. [Rencananya kami pulang pagi soalnya acaranya sampe malem.]

[Oke, Ma.] balasku memutuskan untuk keluar dari aplikasi chat itu dan menaruh ponsel ke meja.

Seperti aktivitas biasanya aku melepas baju, celana tanpa melepas dasi dan kaos kaki. Menurutku kedua itu bisa dilakukan sambil rebahan jadi menghempaskan tubuh terlebih dahulu ke ranjang. Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel. Aku meriah benda tersebut dari meja masih bisa dijangkau dengan posis rebahan di ranjang.

[Adek udah Mama titipin ke Aca.] chat balasan dari Mama yang membuat terbelalak kaget. Beberapa detik kemudian ada chat lagi. [Mama minta tolong Aca buat jagain kamu selama kami di sini.]

"Weh, gila!" seruku bangun dengan tiba-tiba [Dih, apa sih, Ma. Aku bukan anak kecil!] Kutambah tanda seru agar Mama tahu aku tidak suka.

[Adek suka lupa semuanya kalo gak diawasi.]
[Lupa makan, lupa mandi, sampe lupa bangun dari kasur kalau udah dalem kamar.]

"Enggak, deh. Cewek ngawasin gue? Derajat gue serendah apa?" kesalku.

[Aku 'tuh cowok masa dijagain cewek!] balasku.

Tak butuh waktu lama sudah ada balasannya.[Yang ngira Adek cewek siapa?]
[Udah, ah! Jangan bantah.]
[Nanti sore Aca ke sana buat ngecek Adek]

Aku sudah tak berselera membalas chat itu lagi. Ponsel langsung kulempar asal ke kasur. Kantuk menyerangku karena efek lelah dari ekstrakulikuler basket tadi. Perlahan kesadaranku menghilang.

***

Adek Beno bakal diasuh ama Aca 🤣

Isi chat Adek vs Mama





NEXT!

This is Beno [ #02 ]Where stories live. Discover now