Bab Sembilan Belas

Mulai dari awal
                                    

Audrey terkekeh dengan suara kecupan yang Arkan keluarkan saat dia melepaskan bibirnya. "Aku sudah bangun." Audrey mendorong Arkan, menyudahi aksi intim mereka. "Aku perlu membuat sarapan."

Dengan enggan Arkan menarik diri dari Audrey. Ikatan dan kedekatan mereka terasa berbeda sejak ia mengundang Audrey manjadi teman kencannya. Akan tetapi Arkan menyukai situasi mereka saat ini.

"Aku akan mandi."

"Pergilah." Audrey mendorong Arkan pelan. Arkan melangkah mundur, namun masih terpaku ditempatnya, "kau bilang kau akan mandi." Audrey melirik jam di ponselnya. "Sudah jam 7:30. Kau harus bersiap."

Audrey mengikat rambutnya ekor kuda. Arkan menariknya mendekat, merapatkan tubuhnya, hingga tubuh mereka saling menyentuh dari dada hingga ujung kaki. Dia mengecup lehernya. Seharusnya Audrey menjauh. Dia tak pernah mendapatkan keintiman seperti ini dari laki-laki manapun, dan Audrey merasa tak terbiasa namun nyaman. Belaian Arkan turun ke pundaknya, membuat tubuh Audrey menegang.

"Ayo makan malam hari ini."

"Kita setiap malam makan malam berdua, Arkan." Audery mencoba membiasakan diri dalam pelukan Arkan.

"Maksudku, ayo makan malam di luar hari ini."

Audrey memisahkan pelukan erat mereka. Meneliti ekspresi Arkan. Senyum Arkan merisak Aurdrey. "Kau yang traktir."

Arkan tertawa. "Aku yang traktir."

"Oke. Aku senang karena tak perlu memasak."

Arkan melepaskan Audrey. Lalu berbalik ke kamarnya dengan ekspresi puas. Audrey menata hatinya. Merapalkan mantra bahwa ini hanya kencan bohongan. Dia tak perlu melibatkan perasaan apapun dengan tindakan dan kemesraan yang Arkan berikan padanya.

Audrey membuat sandwich, dan gimbab untuk sarapan. Sebagian dia masukan ke dalam box. Audrey berencana memberi tahu Ema tentang keputusannya. Arkan melangkah keluar dengan setelan lengkap.

Mereka sarapan bersama, membicarakan Emily yang mulai pacaran. Audrey melangkah keluar bersama Arkan. Dia menemui Ema, saat melihat wanita tua itu baru selesai dengan acara jalan paginya. Audrey menghampirinya. Memberikan box sandwich dan gimbab. Lalu mengatakan ia tak bisa menenui Faiz seperti rencana mereka sebelumnya. Ema sedikit sedih, tapi ia memaklumi.

"Aku lebih suka sup ayammu tempo hari." Ujar Ema. Dia melirik ke belakang Audrey. "Arkan belum berangkat?"

"Belum, dia akan berangkat." Audrey mengusap Mumu, anjing putih itu mengibaskan ekornya dengan semangat. Meminta sesi bermain bersamanya. "Aku akan membuatkannya untukmu besok. Boleh aku membawanya jalan-jalan sebentar."

"Tentu saja, dia terlihat senang bersamamu. Dibandingkan dengan wanita tua sepertiku yang terlalu mudah lelah, dia suka bermain denganmu." Ema menyerahkan tali Mumu. "Kau bisa mengajaknya main di taman."

"Terima kasih. Akan aku kembalikan dia siang ini." Audrey beranjak, mengajak Mumu bermain di taman sekitar kompleks. Arkan melihatnya menjauh, lalu menghampiri Ema yang masih berdiri di depan pagar rumahnya.

"Ku dengar kau menjodohkannya dengan Faiz."

"Rencananya begitu, tapi kau mengganggalkannya." Ema melirik Arkan. "Audrey gadis manis. Aku menyukainya. Alangkah baiknya jika dia bisa menjadi menantuku. Membayangkannya saja sudah menyenangkan."

"Entah kenapa aku tak suka membayangkannya."

Ema menatap Arkan dengan bingung. "Kau menyukainya. Ini pertama kalinya aku melihatmu seperti ini."

Arkan terdiam. "Aku memang menyukainya. Dia wanita yang baik, tentu saja aku menyukainya." Nada suara Arkan datar. Menimbulkan reaksi aneh dari Ema.

Alis Ema terangkat. "Kau menyukainya karena dia baik? Kau tidak sedang memanfaatkannya kan?"

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang