Bab Sembilan Belas

Start from the beginning
                                    

***

Audrey mencuci wajahnya, lalu menggosok giginya, berharap sensasi dingin odol dapat membangunkannya. Dia terseok-seok melangkah ke dapur. Audrey membuka kulkas dan mengambil bahan dapur. Tak yakin apakah nyawa bersamanya. Audrey mencoba membuka mata, menahan kuap dan kantuk yang mendera. Dia melirik taman, jenggala yang dibuat Pak Doni terlihat bagus. Suasana taman jadi lebih lindap dibandingkan sebelumnya. Audrey menyukainya. Audrey keluar dari pintu belakang, menghirup udara segar, mencoba mengurangi kantuk. Dia meloncat-loncat dan melakukan peregangan kecil.

Arkan turun dari lantai dua, menemukan Audrey yang menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sebelumnya Arkan melihat Audrey yoga dengan gerakan yang lebih seksi dibandingkan menggoyangkan pinggulnya. Sungguh lekukan tubuh yang indah. Arkan merasa menajadi pria cabul karena mengawasi Audrey diam-diam.

Audrey berbalik, dan menemukan Arkan yang mematung di balik konter. "Jangan bicara padaku. Nyawaku masih belum terkumpul. Aku tak yakin bisa bertanggung jawab dengan apapun yang aku lakukan." Audrey melangkah ke balik westafel, mencepol rambutnya asal-asalan, kemudian mencuci wajahnya lagi. "Aku akan bertanggung jawab setelah pukul 10:00."

Audrey menguap. Dia membuka kulkas, mengambil susu dingin. "Mau?" sodor Audrey.

"Tidak." Arkan menatap Audrey yang menuangkan susu ke gelas. Lalu meneguknya dalam satu tarikan nafas.

"Segar, tapi itu tak berpengaruh dengan kantukku."

Arkan memperhatikan bercak susu yang tertinggal disudut bibir Audrey. Mulai tergoda mencicipi susu yang sodorkan Audrey dengan cara yang berbeda.

"Kau yakin bisa memasak dengan kondisi mata yang setengah terbuka seperti itu?"

"Tubuhku sudah terprogram jika menyangkut memasak. Aku bisa melakukannya dengan mata tertutup."

"Mau ku bantu? Aku punya cara lebih ampuh untuk membangunkanmu."

"Benarkah? Apa itu yang biasanya kau lakukan untuk bangun di pagi hari?"

"Tidak juga. Tapi aku percaya cara ini akan membantumu."

Audrey penasaran. "Katakan padaku, mungkin aku bisa mencobanya."

Arkan mendekat. Matanya terpaku ke bibir Audrey. Arkan menarik sedikit tubuh Audrey dengan mudah. Dia mencium Audrey. Dan tepat, mata perempuan itu terbelalak dengan tindakan tiba-tiba Arkan.

"Susunya enak." kata Arkan, "sepertinya kau terbangun. Caraku berhasil."

"Kau berhasil, aku tidak hanya terbangun, jantungku ikut copot dari tempatnya."

"Aku merasakannya berdetak. Jantungmu masih ditempatnya." Arkan membelai pipi Audrey dengan lembut dan pasti membuat Audrey gila. Posisi mereka sangat dekat, Audrey bisa melihat bekas cukuran rapi di rahang Arkan. Antisipasi bergolak dalam perut Audrey. Saat merasakan tangan Arkan di tengkuknya. Ia memejamkan mata sejenak, perutnya terasa diaduk, campuran sensasi dan ketakutan. Arkan kembali menciumnya, kali ini lebih dalam dan intens.

Saat Arkan melepaskan pagutan mereka. Laki-laki itu tersenyum penuh kemenangan. "Aku menyukainya."

"Apa?"

"Aku menyukai versi uji coba ini." Arkan mengedikan bahunya. "Aku bisa menciummu sepuasku tanpa khawatir kau akan menendang tulang keringku dengan sepatumu yang mematikan itu."

"Oh, jangan lupa aku juga punya payung dan semprot merica."

Alis Arkan bertaut, "Mereka terdengar menakutkan."

Audrey tertawa. Tawa merdu dan ringan. Suara yang mampu mengubah bagian dalam tubuhmu menjadi bubur. Arkan menarik cepolan rambutnya. Ia menyusupkan tangannya di rambut Audrey yang lembut dan beraroma bunga, mencium sudut bibirnya. Kemudian kembali memagut bibir Audrey. Pagi ini Arkan bangun dan menyadari keresahan dan amarah yang menggelapkan otaknya telah hilang sepenuhnya. Arkan merasa bebas. Untuk pertama kalinya Arkan merasa bebas dari tekanan dalam hidupnya.

The Future Diaries Of AudreyWhere stories live. Discover now