17. (Masa Lalu) Angelic Katedral

Start from the beginning
                                    

"Tapi apa menariknya tempat itu? yang beranggapan tempat itu menarik hanya aku," pikir Hwa Gi.

"Aku tidak tahu tempat yang bagus, tapi bagaimana kalau kita pergi ke gereja Angelic Katedral? di sana pemandangannya cukup bagus," ucap Hwa Gi memberi saran.

Setelah memberi saran tak masuk akal itu, Hwa Gi rasanya ingin memutar waktu saja ke beberapa detik sebelumnya, karena mana ada anak muda macam Shin Woo pergi ke gereja ketika ingin bersenang-senang. Hwa Gi memicingkan mata menunggu reaksi Shin Woo.

"Hah, apa? Angelic Katedral? hmm ... Aku sudah lama tidak ke sana. Baiklah ayo kita pergi ke sana." Shin Woo tersenyum puas.

Angelic Katedral adalah gereja yang dulu sering Shin Woo kunjungi ketika masih kecil karena orang tuanya yang sesekali memberikan donasi. Angelic Katedral adalah gereja am yang bersifat terbuka untuk seluruh penyembah yesus kristus, tempat ibadah ini tidak membeda-bedakan aliran kristen satu dengan yang lainya.

"Oh ... haha kukira kau akan menolak." Hwa Gi tidak menyangka sarannya diterima begitu saja oleh Shin Woo.

"Kenapa harus menolak? bukankah sudah kukatakan kalau aku sedang bosan? aku juga rindu masa lalu," ujar Shin Woo sambil menepuk-nepuk pundak Hwa-Gi.

Hwa Gi sedikit meringis karena tepukan Shin Woo tepat mengenai lukanya. Menyadari Hwa Gi yang mengernyit seperti menahan sakit, Shin Woo pun bertanya, "Ada apa? apa tepukanku terlalu keras?"

"Haha tidak, mungkin tulangku saja yang keropos." Bohong Hwa Gi.

"Dasar remaja jompo," Shin Woo mengacak-acak rambut Hwa Gi gemas namun ekor matanya juga mengawasi orang yang masih saja berdiri di belakang tembok. Shin Woo bertambah senang.

***

Minggu pagi, Hwa Gi sudah bersiap-siap dengan mantel tebal miliknya. Dia bersenandung kecil menuruni anak tangga menuju jalan raya, di tangannya terdapat bungkusan kantong kresek berisikan coklat, beberapa cemilan dan tak ketinggalan roti sandwich buatannya sendiri dan kali ini Hwa Gi menambahkan irisan daging di dalamnya. Makanan ini rencananya akan diberikan pada anak-anak panti asuhan yang berada tidak jauh dari gereja.

Tak lama kemudian terdengar suara seseorang berucap, "Mata empat, hari ini kau terlihat senang sekali, mau ke mana?" orang yang menyapa adalah Jae Han.

Wajah Hwa Gi yang tadinya berseri penuh senyuman sesekali, kini berangsur berubah muram, "Bukan urusanmu," ketus Hwa Gi.

"Beraninya, apa kau mau ..." Jae Han belum sempat melanjutkan ucapnya. Hwa Gi memotongnya lebih dulu.

"Iya, iya aku mau pergi denga Shin Woo, apa kau mau ikut?" tawar Hwa Gi, sepertinya Hwa Gi sudah hafal dengan tindakan Jae Han jika diabaikan maka bibirnya pasti keluar ancaman. "Huh, orang ini sampai kapan dia akan menahan diary milikku?" tanyanya dalam hati.

"Hey, Jae Han, untuk apa kau di sini?" itu adalah suara Shin Woo yang datang dengan mobilnya. Dia berucap dari kaca jendela mobilnya yang terbuka.

"Memangnya kenapa? ada larangan aku datang kemari?" jawab Jae Han tak kalah sinis.

"Tidak ada, Hwa Gi ayo masuk," ajak Shin Woo.

Hwa Gi berjalan melewati Jae Han dan hendak masuk ke dalam mobil tapi dia kembali berbalik pada Jae Han dan bertanya, "Yakin kau tak ingin ikut?"

"Tidak!" Jae Han berjalan menuju tempat di mana motornya terparkir. Dia memasang helm lalu menghidupkan motornya dan tancap gas pergi dari hadapan Hwa Gi.

Hampir tiga puluh menit berkendara di sepanjang perjalanan banyak hal yang Shin Woo dan Hwa Gi bicarakan bahkan Hwa Gi juga bercerita tentang kejadian waktu pertama kali mereka bertemu. Shin Woo benar-benar tidak ingat tentang peristiwa itu tapi setelah mendengar cerita dia samar-samar mengingatnya. Shin Woo juga menyadari bahwa Hwa Gi masih memakai kalung liontin bidadari itu.

"Kau masih memakainya berarti kau sangat menyayangi ibumu." ucap Shin Woo, tatapannya lurus ke jalan yang sedikit licin karena salju mulai turun.

Hwa Gi reflek memegang liontin, dia berucap, "Iya, aku sangat menyayanginya tapi dia tetap saja pergi." Hwa Gi kembali mengingat pertemuan dengan ibunya baru-baru ini, bukan rasa bahagia yang ia rasakan tapi penolakan yang justru ia lakukan.

"Ya, aku juga pernah merasakannya, tidak punya ibu itu menyakitkan. Meski sekarang ayah menikah lagi dengan ibu Jae Han, tetap saja dia bukan Ibuku," ujar Shin Woo.

"Ah sepertinya aku terlalu banyak bicara haha," sambungnya lagi.

"Tidak apa itu bagus, itu artinya aku teman yang kau percayai untuk bercerita, aku senang. Aku sebenarnya bukan tipe manusia bersifat am, yang mampu menerima siapa saja sebagai teman, aku tidak bisa terbuka pada siapa saja ketika berbicara. Tapi aku juga bisa jadi pendengar yang baik," sahut Hwa Gi.

Tidak lama mobil mereka menepi di tempat parkiran. Hwa Gi keluar sambil merapatkan jaket tebalnya dan tidak lupa membawa kantong berisi cemilan. Hawa sekarang begitu dingin dengan salju tipis turun dari langit.

"Itu ... apa yang kau bawa?" tanya Shin Woo.

"Hanya sedikit makanan, untuk anak-anak panti, eh ... aku belum mengatakan padamu, apa boleh nanti kita mampir ke panti? tempatnya tidak jauh dari sini," ucap Hwa Gi.

"Iya tentu saja, kita akan ke sana. Kau dan kalungmu sangat cocok, kau berhati mulia dan cantik layaknya bidadari. Sepertinya keinginan ibumu sudah tercapai, dia ingin memiliki putra yang baik hati." Shin Woo tak henti-hentinya memberi pujian, pantas saja para gadis tergila-gila padanya, tutur katanya memang sangat manis ditambah wajahnya yang tampan, siapa yang bisa menolak godaan seorang Go Shin Woo.

Namun kali ini Shin Woo benar-benar berkata jujur dari dalam hatinya, Hwa Gi itu sangat baik. Hwa Gi yang cukup tahu sepak terjang Shin Woo sebagai playboy kelas kakap hanya bisa tersenyum merespon pujian dari sang playboy sekolah atau seorang yang brengsek kata Jae Han.

Di depan gereja Angelic Katedral terdapat patung bidadari bersayap yang cantik setingi dua meter, kedua sayap melebar dipenuhi dengan salju yang mulai menumpuk. Hwa Gi menatap patung itu di bawah salju berterbangan. Dari kejauhan sesorang menatap Hwa Gi dari balik helmnya. Jae Han ternyata mengikuti mobil Shin Woo hingga sampai ke tempat ini. Di mata Jae Han sekarang Hwa Gi dan patung bidadari bersayap disertai salju yang jatuh dari langit adalah kombinasi tercantik yang pernah ia lihat.

"Ayo kita masuk, salju semakin tebal." Shin Woo menarik lengan Hwa Gi dan Hwa Gi menurut saja, mereka melenggang pergi menuju gereja.

"Para jemaat mungkin sudah selesai, kita terlambat, dulu banyak jemaat yang datang kemari. Kata appaku Angelic Katedral bersifat am, mereka terbuka pada siapa pun umat yesus kristus yang datang untuk berdo'a," jelas Shin Woo.

Setelah memasuki gereja mereka duduk di barisan kursi kedua. Hwa Gi menutup mata, menangkupkan tangan guna memanjatkan do'a.

Dari ujung barisan kursi paling belakang ada Jae Han yang juga ikut masuk ke dalam gereja, awalnya dia tidak berniat untuk masuk tapi di luar hujan salju turun semakin tebal. Jae Han juga tidak mau beku kedinginan di luar maka dari itu biarlah dia menanggung malu setelah ini karena tadi dengan lantang menolak ajakan Hwa Gi.





Tbc

Gimana ya respon Jae Han dan Hwa gi pas liat Jae Han udah nongki di kursi belakang. 🙈😂


HWA GI-SSI (END)Where stories live. Discover now