satu bulan magang yang menyebalkan dengan atasan bernama mas janu. menyuruhku ini-itu, memanggilku lupa waktu, dan meninggalkan tugas setinggi gedung baru di universitasku.
tapi tenang, ada raka sang penyelamat. pokoknya kalau toserba berubah wujud...
"atasan yang aku daftar magang di museum bulan lalu. bilang kalau bisa mulai masuk senin besok." ujarku. tidak lepas dari senyum lima jariku. "widih! anak museum, nih!" vio sumringah, menepuk-nepuk lenganku seperti tante girang. "sakit!" ujarku menepis tepukannya yang kian heboh.
a whole brand new day, here i come!
☆
aku menginjakkan kakiku untuk ketiga kalinya di museum setelah memarkirkan motor. pertama, sebagai pengunjung. kedua, untuk menyerahkan dokumen pendaftaranku sebagai anak magang. dan yang ketiga, sebagai pegawai museum! (walau magang)
senang yang membludak memenuhi hatiku pagi ini. sarapan, sudah. botol air, sudah. baca materi, sudah. laptop, sudah. lengkap semua. aku sampai di meja resepsionis depan dan mengatakan keperluanku pada kakak-kakak cantik yang menjaga.
"naik ke lantai dua, lurus, nanti bertemu miniatur reka adegan, itu belok kiri. masuk saja ke kantor pak janu."
instruksi yang sependek itupun aku masih kesulitan mengikutinya. miniatur reka adegan? ada sekitar delapan kotak kaca berisi miniatur reka adegan penjajahan. pun aku tidak melihat harus belok di sebelah manakah aku. berdiri sebentar, aku bersidekap untuk menentukan apakah aku terobos saja atau kembali dengan dungu menanyakan lagi arah ke kakak-kakak cantik tadi.
"hai, ada yang bisa dibantu?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
aku menoleh. siapa?
mas-mas, berkacamata. kemejanya rapih disetrika. sepertinya pegawai, oh, dia memegang map cokelat juga sepertiku!
"anak magang," ucapku menunjuk diri sendiri. takut kalau aku menuduhnya anak magang juga lalu salah, kan berabe ya.
"oh, aku juga." ujarnya. aku menghela nafas lega. "syukurlah." tanpa sadar mulutku yang lemes ini berucap. "maraka," ujarnya memperkenalkan diri. "rubi," ujarku. dapat kulihat sudut bibirnya terangkat. "kenapa syukurlah?" tanyanya, tentu saja mendengar ucapanku barusan. "anu, tersesat. kurang tahu kantor pak janu dimana." ucapku jujur. maraka tersenyum lagi. "aku antar. memang disuruh pak janu cari kamu, sih. telat lima menit soalnya." aku melotot. melihat jam tanganku yang, memang menunjukkan tujuh lebih lima.