03: Light of Life

491 72 7
                                    

keburu aku lagi rajin, jadi aku update

happy readings...

oOo


Sudah beberapa hari berlalu semenjak penduduk Awa'tlu mengadukan keluh kesah mereka pada pemimpin desa. Ikan-ikan yang mereka tangkap kemudian lepaskan ke tambak selalu berkurang, seakan ada yang mengambil tanpa izin.

Meskipun penduduk bebas mengambil ikan di dalam tambak, tetapi mereka harus melapor dengan penjaga untuk menghindari tindakan curang seperti mengambil dalam jumlah berlebihan. Namun, letak masalahnya ada pada berkurangnya jumlah ikan yang tak diketahui siapa pengambilnya.

Tak ada laporan mengenai saksi mata, meninggalkan banyak pertanyaan dalam benak mereka.

Remora terlihat sibuk berkutat di dapur, menyiapkan makanan untuknya dan Aonung. Perhatiannya beralih saat suaminya masuk ke dalam marui dengan wajah murung. Matanya mengikuti pergerakannya sampai dia duduk diatas alas sabut pohon kelapa.

Remora menuang air ke dalam cawan kecil, beranjak menghampiri sang suami lalu menyodorkan cawan berisi air itu. Aonung menyambutnya, namun minum dengan lesu.

"Ikan ikan hilang dari tambak lagi?"

"Begitulah."

Aonung memijat pelipis, kepalanya sedikit pusing karena beberapa hari belakangan selalu berjaga malam dan kurang tidur. Dan hari ini pencurian itu terjadi lagi hanya karena ia lengah.

"Ku pastikan setelah pencuri itu terungkap, hidupnya tidak tenang." Ketentraman desa terusik karena pencuri itu. Perihal mengisi lagi tambak dengan tangkapan baru memang mudah, namun para pemburu dan nelayan tidak terima. Mereka gelisah memikirkan pencuri itu berkeliaran disekitar mereka, makan tanpa perlu berusaha keras.

Keluh kesah mereka lontarkan pada Tonowari maupun Aonung, menciptakan beban berat di pundak ayah dan anak itu.

Remora memijat pelan bahu Aonung, sekedar memberinya rileksasi. Pemuda itu tampak menikmati pijatan, merasa benar-benar membutuhkan istirahat yang cukup untuk mengisi tenaga.

"Malam ini tidurlah bersamaku, yang lain bisa berjaga."

"Bagaimana kalau pencurian terjadi lagi?"

"Aonung, jangan tumpahkan semua beban ini padamu. Memang benar kamu dan ayah yang paling bertanggung jawab, tapi semua orang juga." Remora beralih duduk bersila di hadapan Aonung, tangannya mengusap lembut punggang tangan sang suami. Memberinya kehangatan.

"Tanggung jawab memang kewajiban, apalagi kamu calon pemimpin desa ini. Tapi tolong perhatikan dirimu juga. Aku tidak mau kamu sakit."

Remora benar-benar khawatir dengan kesehatan Aonung. Apalagi dalam beberapa waktu ia tidur sendiri, membuatnya benar-benar merasa kesepian. Kehadiran Aonung telah berdampak besar padanya, jadi tanpa pemuda itu disekitarnya sungguh membawa susana berbeda.

"Selain itu, aku merindukanmu." Bibirnya mengatup lucu, "Dan bayi kita juga." Sambungnya sambil mengelus perutnya yang terlihat masih rata, hanya membesar sedikit.

"Malam ini tidurlah bersama kami."

"Karena permintaannya khusus dari istriku tercinta, baiklah."

"Yeayy!" Remora bersorak senang.

Melihatnya tersenyum lebar meluruhkan rasa lelah. Aonung menarik Remora ke dalam pelukannya, menyesap aroma tubuhnya yang khas. Aroma yang tidak pernah bosan ia cium.

Ingatannya kembali saat kehamilan Remora ketahuan. Bahkan, Remora sendiri tak tahu ia sedang mengandung jika saja Shira tidak curiga dan meminta Tsahik memeriksanya.


Suatu hari ketika matahari bersinar terang di Awa'tlu, dua na'vi kesepian yang ditinggal suami bekerja memutuskan pergi ke hutan.

Mereka tak lain ialah Shira dan Remora.

Shira membawa Remora bertemu Sue yang kebetulan tinggal di dalam hutan, terlihat juga keberadaan ikran milik Jake, Kiri dan Spider tak jauh dari tempat Sue.

"Bagaimana rasanya terbang tinggi di udara?"

"Sama saja rasanya seperti menunggang Tsurak diatas permukaan air."

Shira merasa sepertinya tak jauh berbeda meskipun ia akui terbang bersama Sue jauh lebih menyenangkan daripada dengan Ula, Tsurak miliknya.

"Ngomong-ngomong, aku rindu rasa buah yang kamu berikan waktu itu."

"Buah yang mana?"

"Emm yang warnanya ungu."

"Oh, itu buah Yovo."

"Ya, benar, sekarang aku mengingatnya." Remora terkekeh kecil, "Aku benar-benar ingin memakannya, adakah pohon buah itu tumbuh di hutan ini?"

"Kurasa ada, tapi tak banyak. Neteyam kadang membawakan aku beberapa." Ujar Shira sekedar memberitahu, "Karena keinginan bayi juga."

"Wanita hamil yang mengidam memang harus dituruti keinginannya."

Shira mengangguk setuju mengingat setiap kali ia ingin makan sesuatu yang tak ada di marui, Neteyam pasti selalu pulang membawa makanan tersebut.

Shira benar-benar beruntung memiliki suami yang peka seperti Neteyam. Menjadikannya wanita paling beruntung.

Beberapa hari berlalu, nafsu makan Remora mulai menurun. Ia menjadi tidak suka makan ikan, padahal ikan adalah menu makanan kesukaannya.

Hal aneh terjadi ketika Remora yang awalnya tidak suka makan belut mulai mengidamkan memakan hewan tersebut. Dan jika tak dituruti oleh Aonung, ia akan merajuk.

"Ma teyam."

"Ya, Ma wife?"

"Belakangan ini Remora sedikit aneh."

"Aonung juga mengeluhkan itu pada kami."

Shira terdiam sejenak.

Keanehan itu bukan mengarah ke sifatnya, tetapi lebih ke selera makannya yang berubah total. Sudah beberapa hari Shira memikirkan satu hal, namun ia masih ragu tapi kadang juga sangat yakin.

Tak mau rasa penasaran menguasainya, Shira akhirnya pergi menemui Remora dan membawanya ke marui orang tua Aonung.

"Kenapa kamu membawaku kesini, Shira?"

"Aku ada firasat."

Shira meminta Ronal memeriksa Remora. Remora yang kebingungan lantas menurut saja saat Ibu mertua menyuruhnya berbaring.

Remora mulai di periksa, semuanya baik-baik saja sampai Ronal memeriksa bagian perutnya. Betapa terkejutnya ia saat merasakan tanda-tanda kehidupan dalam perut rata itu.

Diam diam Shira mengamati raut wajah Ronal, hanya dengan melihatnya saja ia sudah tahu.

"Apakah sesuai dengan firasatku, Ronal?"

Ronal mengangguk, menatap wajah menantunya dengan senyum lebar.

Kabar kehamilan Remora dengan cepat sampai ke telinga Aonung. Dengan langkah tergesa-gesa pemuda itu mendatangi marui orang tuanya, mendapati istrinya telah menangis di dalam sana.

Aonung segera menghampirinya, Ronal memberinya senyuman kebahagiaan.

"Aku masih tidak menyangka kalau aku hamil, Aonung." Remora menghapus jejak air mata di pipinya.

"Apakah ini mimpi?"

"Tidak sayang, semuanya nyata." Aonung mencium lembut punggung tangan Remora, "Kamu telah membawa cahaya dalam kehidupan kita, terima kasih."

Setelah Remora hadir dan memberi cahaya dalam hidupnya, sekarang cahaya itu semakin terang dengan hadirnya buah hati di antara mereka.










To be continue.....

hehehe pendek bgt ini ga sampe 1k word




IN FATED [END]Where stories live. Discover now