04. Anggap Saja Judul

58 10 11
                                    

Dua tahun.

Bagi anak-anak seusiaku, dua tahun adalah waktu yang cukup lama. Kami, sebagai anak-anak muda akan mengalami perubahan yang mengejutkan. Entah itu secara fisik, ataupun secara mental.

Maksudku, aku ingin menyampaikan kalau dua tahun sudah berlalu semenjak latih tandingku dengan kedua adikku yang menggemaskan...

Rasanya seperti baru saja kemarin, astaga. Seakan kehidupanku selama dua tahun dipotong begitu saja sampai sekarang... rasanya sedikit aneh. Memangnya aku hidup di dalam dunia fiksi, apa? Sampai ada lompat adegan segala.

Yah, itu tidak penting.

Kembali ke waktu sekarang... aku sedang berada dalam pertengkaran. Saat ini, situasinya benar-benar buruk. Serius, aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat dalam keadaan seperti ini.

"Kenapa Kakak selalu sibuk sekarang?!" teriak Sora, matanya berkaca-kaca.

Aku berusaha menjawab dengan tenang, "Sora, sudah kubilang, sebagai anak pertama aku—"

"Aku tidak peduli! Masa bodoh dengan tanggung jawab bangsawan!"

"K-Kak Sora, jangan berkata begitu kepada..." Tora mencoba menengahi, namun terhenti melihat kakak kembarnya.

"Kamu juga berpikir sama, 'kan? Kamu pasti kecewa karena Kakak tidak bisa bermain bersama kita! Selama dua tahun ini dia banyak bepergian!"

"Um... aku..." Air matanya mulai mengalir.

Kenapa aku sangat payah dalam hal ini...?

"Sora! Dengarkan aku!"

Lalu, Sora juga mulai menangis. Aku telah melakukan kesalahan besar.

"Aku benci Kakak!!!"

Dan... tentu saja, dia berlari keluar dari ruang latihan. Tora, yang masih menangis, melihatku dan menggeleng-gelengkan kepalanya, dan berlari mengikuti kakak kembarnya.

"Kalian berdua, tunggu! Aku belum selesai—"

Akan kujelaskan mengapa kami bisa terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan hati ini.

Sebulan setelah latih tanding tersebut selesai, orang tuaku mulai mengikutkan diriku di kegiatan-kegiatan sosial yang mereka buat bersama keluarga Redfield. Uang yang mereka keluarkan demi menjaga citra mereka sungguh luar biasa banyaknya, kau tahu? Apa mereka berencana untuk mendapatkan posisi langsung di pemerintahan? Atau hanya ingin menjadi populer?

Menurut ayah dan ibuku, Sora dan Tora jangan diizinkan ikut, karena mereka masih terlalu muda. Dan kebetulan mereka berdua juga tidak suka hal-hal formal seperti itu.

Pada awalnya, mereka mau-mau saja, karena dengan begitu, mereka bisa bebas selama orang tua kami berada di luar. Tetapi, sepertinya tanpaku mereka tidak terlalu menikmati hari-hari di mana aku tidak hadir dalam keseharian mereka.

Lama kelamaan, mereka menjadi bosan, dan... kami berakhir menjadi seperti ini.

Oh, tidak... apa yang baru saja telah kulakukan? Kenapa aku tidak bisa menyelesaikan situasi ini?

Memang, di kehidupan lamaku, aku tidak punya adik atau kakak, tapi... aku tidak boleh beralasan seperti itu. Rasanya seperti seorang pecundang.

Sekarang, aku sedang berlari mengejar mereka, tapi mereka tidak kunjung kelihatan.

"Hah... hah... di mana mereka?!"

Sambil berlari, aku terus fokus melihat sekeliling, berharap untuk menemukan tanda-tanda kalau mereka melewati tempat ini. Kemudian, aku bertemu salah satu pelayan di sini, yang sedang mendorong gerobak.

"Hei, kau!" teriakku padanya.

Kemudian, dia terlonjak kaget dan langsung menghadap ke arahku.

"I-Iya! A-Ada apa, Tuan Nion?" tanyanya gugup. Aku bisa melihat keringat mengalir di keningnya.

"Kau lihat Sora dan Tora, tidak?"

Kemudian, ekspresinya menjadi ketakutan. "T-Tidak, Tuan..."

Aku harus menahan diriku untuk tidak mengumpat di depannya. Tidak boleh jadi begini, tidak, tidak.

Mengabaikan pelayan itu, dengan segera aku berlari kencang menuju ruang depan, berharap mereka ada di sana. Saat berlari, aku tidak melihat ayahku ataupun ibuku, jadi aku dapat terus fokus mengawasi tanpa harus berhenti.

Beberapa pelayan ada yang protes karena aku menginjak-injak lantai yang baru saja mereka bersihkan, tapi saat ini aku tidak harus peduli dengan mereka. Itu masalah sepele.

Tanpa melihat ke belakang ataupun melambat, aku terus berlari maju.

Akhirnya, aku sampai di pintu depan. Pintunya terbuka, dan dari situ aku bisa melihat dua penjaga yang sedang kebingungan. Aku menghampiri mereka.

"Di mana mereka?" tanyaku, terengah-engah.

"B-Baru saja, Tuan Tora dan Nona Sora berlari keluar menuju gerbang... yang tidak dikunci..." jawab salah satu penjaga. Ekspresinya kelihatan seolah-olah dia akan dibunuh sebentar lagi. "M-Maafkan kami, Tuan Nion... karena tidak bisa menghentikan mereka, m-mereka sangat memaksa..."

"Agh, kalian ini tidak bisa diandalkan!"

Aku hendak lanjut berlari untuk mencari mereka, tapi aku ditahan oleh kedua penjaga itu.

"T-Tuan Nion! Sebaiknya Anda jangan terlalu gegabah! Kami tidak bisa membiarkan Anda pergi dalam bahaya..."

"Lalu bagaimana dengan adik-adikku? Kau tidak bergerak mencarinya dan hanya diam di sini seperti orang bodoh!"

Mereka bergetar sedikit, tetapi mereka masih belum menjauhkan tombak mereka dariku, menahanku untuk pergi lebih jauh dari ini.

"KUBILANG, LEPASKAN AKU!"

Ini tidak boleh terjadi. Aku tidak bisa membiarkan mereka pergi begitu saja... bagaimana kalau-kalau sesuatu yang buruk terjadi kepada mereka berdua, sementara sebelumnya kami baru saja bertengkar? Aku tidak akan bisa tidur dengan tenang lagi setelah itu...

Aku harus menghentikan konflik ini.

"GAH!"

Entah bagaimana, teriakan penuh amarahku membuat energi sihirku sedikit hilang kendali, mengakibatkan kedua penjaga yang menahanku melangkah mundur kaget.

"Jangan halangi aku," ucapku sebelum akhirnya melarikan diri dari rumah.

Aku membayangkan diriku muntah karena mengucapkan kalimat bergaya klise itu, tapi dengan cepat kulupakan karena masih ada hal yang lebih penting saat ini.

Kedua adikku—Sora, Tora, aku harus segera menemukan mereka. Mereka adalah keluargaku yang paling kusayangi, dan aku memiliki tanggung jawab atas mereka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Shadow SlanderWhere stories live. Discover now