Bab 14

4.3K 860 70
                                    

Besok. Iya, besok adalah hari pernikahannya. Dan sudah pukul dua dini hari Inka belum juga bisa tertidur. Perutnya terus-menerus melilit tanpa sebab, serta dadanya yang berdebar kencang. Inka menelungkupkan dirinya dibawah selimut, membebat dirinya kuat agar tak melakukan hal-hal yang diluar nalar tanpa sadar.

Sementara, sejak seharian otaknya tak henti berpikir. Perasaan insecure itu nyata menggerogotinya. Mana mungkin dia membiarkan pria muda dengan masa depan cemerlang seperti Arya Satya Anggoro mengorbankan pernikahan pertamanya demi wanita seperti dirinya? Tetapi... mereka telah sejauh ini dan Inka sudah setuju, namun bukankah dia bisa membatalkannya? Lari??

Inka menggeleng-gelengkan kepalanya. Memeluk dirinya lebih erat, sementara napasnya semakin tak teratur.

Kenapa dia jadi begini? Kenapa dia tidak juga bisa bernapas lega?

Dalam diam dan takut, air mata Inka kembali meluncur. Siapa lagi yang bisa memberinya pertolongan? Siapa? Sudah terlalu lama Inka mengandalkan diri sendiri. Dan Restu benar-benar mematahkan semua kekuatannya.

Dulu, Inka berpikir dia telah mengasah penilaiannya terhadap lelaki dengan begitu lamanya pengalaman tinggal serumah dengan orang tuanya.

Restu benar-benar mengawali segalanya dengan sempurna. Perhatian yang diberikannya tidak tanggung-tanggung, segala pujiannya untuk Inka, segala ingatan detail yang bahkan Inka terkadang lupa. Pendekatannya dengan Ibunya. Seluruh waktunya untuk Inka. Inka hanya punya Bapaknya sebagai pembanding, dan sudah pasti pada saat itu yang Inka lihat dan rasakan Restu sama sekali tidak sama dengan Bapaknya. Inka merasa Restu adalah pria yang dikirim Tuhan untuk membawanya kepada hubungan yang benar-benar berbeda dari yang dialami ibunya. Pria yang akan membahagiakannya.

Yang pada kenyataannya... Restu tak hanya berbeda di awal, dia justru menjadi penambah sumber trauma bagi Inka. Insting Inka benar-benar mati, Inka tak bisa lagi percaya pada satu pria pun. Termasuk... Arya.

Tetapi, haruskah dia dengan kurang ajar, mencurigai Arya dengan kejamnya? Setelah semua yang dilakukan pria itu kepadanya? Namun, dulu Restu juga bersikap seolah-olah dia bisa mempersembahkan seluruh isi bumi kepadanya?

Tubuh Inka semakin panas dingin. Dan kepalanya mulai sakit juga berputar-putar. Meski matanya tetap memejam namun Inka tidak tidur, dan entah jam berapa ini tepatnya. Semakin Inka memaksakan diri, semakin kepalanya pusing.

Jangan demam. Tolong jangan demam! Dia hanya menambah kesulitan untuk dirinya jika itu terjadi.

Tubuh Inka panas. Oh tidak... dia demam? Dengan napas tersengal Inka membeliakkan matanya. Gelap? Dengan kalut Inka menggerakkan tangannya kuat. Keringat membasahi tengkuknya, dan tangannya langsung melayang ke dahi. Tidak. Dia tidak demam, dia hanya kepanasan karena tubuhnya terselimuti. Omong-omong... jam berapa ini??

Mata Inka membelalak melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan! Dan tubuhnya semakin tersentak ketika pintunya terketuk.

Kesadarannya belum pulih, ketakutan menguasai batinnya, sebab dia tidak pernah mendengar ketukan pintu kamarnya sejak tinggal di apartemen... astaga... itu pasti Arya!

Inka melompat dari kasur. Dan hampir terjengkang ke belakang, ketika membuka pintu. Menatap terpana Arya yang sungguh rapi dan... sangat tampan dengan rambutnya yang baru dipangkas, serta mengenakan kemeja putih dan celana hitam.

"Maaf. Aku menelepon berulang kali, tapi tidak diangkat."

Napas Inka semakin memburu menatap sosok Arya dihadapannya.

"A-aku belum apa pun. A-aku ketiduran. Aku belum mandi."

Inka panik dan matanya mulai memanas.

Arya tidak bisa meredam kilatan cemas dimatanya melihat reaksi dan kondisi Inka. "Tidak akan ada yang meninggalkanmu. Aku akan menunggu."

Let it be LoveWhere stories live. Discover now