BAB XV : Epilog

Mulai dari awal
                                    

            "Berunding dengan cecunguk macam kalian? Aku tak sudi!"

            "Ah, masakan Bapak tidak peduli dengan nasib anak Bapak? Atau mungkin ... istri Bapak?"

            "Bapak!" remaja pria itu berseru memanggil Guntur dan ketika Guntur melihat ke arah putra bungsunya itu, sebuah revolver sudah menempel di pelipis putranya itu.

            Guntur menundukkan kepala, dalam hati mengutuki tindakan pengecut dari para bajingan ini. Ia tahu bahwa ia terpaksa harus memilih antara keadilan atau nyawa anaknya. Hatinya berperang menentukan pilihan antara cinta pada hukum dan keadilan atau cinta pada putranya. "Wahai Maina, kenapa kau hadapkan aku pada pilihan seperti ini?"

            "Hehehe, tidak ada Maina yang akan menolongmu Tuan!" ejek Calya pada Guntur yang tertunduk lesu.

            Agni melihat jam tangan rolexnya melihat detik demi detik waktu yang ditunjukkan oleh arloji itu, "Kami memberi Bapak kesempatan 2 menit untuk memikirkan nasib putra dan istri Bapak."

            "Kami menunggu," ujar Bayu menimpali.

            Seluruh bajingan di ruangan itu tertawa berderai sampai terdengar teriakan mengerikan dari arah depan rumah, "Arghhh ahh, argghhh!!!!" disertai dengan beberapa kali letusan pistol.

            "Apa itu? Kalian ... cek ada apa di sana!" perintah Bayu pada sekelompok pengawalnya.

            Tiga orang dari mereka segera berlari ke sumber suara itu tapi tak berapa lama kemudian mereka terlempar kembali ke dalam dan tubuh mereka membentur tembok rumah tua itu dengan sangat keras. "Siapa itu, mau apa kau? Apa kau polisi? Keluar!" hardik Agni sembari menodongkan pistol ke arah dari mana ketiga pengawalnya tadi terlempar.

            Bayu memberi isyarat pada Calya untuk bersiaga dan Calya pun segera menghunus dua bilah belatinya serta mengambil posisi kuda-kuda.

            "Siapa di situ?" hardik Bayu yang kini juga mengeluarkan revolvernya. Seluruh pengawalnya turut mengeluarkan revolver mereka masing-masing dan bersiap menembak siapapun yang bergerak dari dalam kegelapan itu.

            Pada akhirnya muncullah sosok pria bertudung hitam yang berdiri di depan rumah itu. Gerombolan mafia itu segera melepascan berondongan peluru pada pria tersebut tapi seolah dilindungi kekuatan tidak terlihat, berondongan peluru tersebut berjatuhan ketika sudah sangat dekat dengan tubuh pria tersebut. Calya sendiri membelalakkan matanya ketika ia melihat sosok yang berdiri di depan pintu tersebut.

            "Calya?" tanya sosok itu sembari menuding ke arah Calya yang gemetar ketakutan.

            "Siapa dia, Calya?" tanya Bayu dan Agni bersamaan.

            "Dia... dia... adalah...," tubuh Calya bergetar hebat ketika melihat sosok itu.

Contra Mundi - Putra BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang