First-person POV: Jade
"Kau sudah membeli gaun?" tanya Hermione saat kami hendak masuk kekelas terakhir sebelum kami berangkat ke Prancis karena besok adalah acaranya.
"Sudah, ayahku mengirimkannya untukku," jawabku.
"Baguslah," kata Hermione terdiam sejenak. "Sebenarnya aku tidak mau pergi bersama Malfoy," imbuhnya.
"Kenapa?"
"There will be too much tension, you know."
Kenapa Hermione mengatakan itu? Apa dia sedang serius? Maksudku, dia teman Ruby dan Ruby mantan kekasih Malfoy. Is she the peony?
SHE IS THE PEONY!
Demi tuhan, Rubes, apa yang mereka lakukan padamu aku tidak mengerti. Drama diantara Ruby dan Malfoy sudah cukup membuat kepalaku sakit, ditambah Hermione juga terlibat.
Tapi jika Hermione terlibat, Ruby tidak pernah menulis hal buruk tentang Hermione dibuku hariannya. Tapi—lagi—aku yakin Hermione adalah Peony yang dimaksud. Jika bukan, kenapa Hermione mengatakan itu padaku—maksudku Ruby. Tapi bisa saja Hermione mengatakan ketegangan yang dimaksudnya karena Malfoy selalu mengatakan hal buruk padanya.
Aku tertawa canggung lalu mengatakan, "I know."
Saat masuk kedalam kelas, aku dan Hermione berpisah. Dia duduk bersama temannya dan aku duduk sendirian dikursi kosong. Untungnya hari ini tidak ada kelas bersama Slytherin, aku bisa membersihkan isi kepalaku sebentar dari Riddle sebelum kami akan pergi ke Prancis sore ini dan aku yakin dia akan terus menggangguku.
Kelas hari ini tak terlalu melelahkan dan para profesor tidak memberikan banyak pekerjaan rumah. Kelas dengan profesor McGonagall adalah kelas terakhir, artinya aku harus bersiap untuk pergi dengan yang lain.
Saat sampai diasramaku, koperku sudah siap diatas kasurku. Yang harus kulakukan hanyalah membawanya ke kereta yang akan kami naiki. Kereta yang akan membawa kami dikendarai oleh thestral yang mana aku tidak tahu thestral itu apa dan tidak pernah melihatnya juga.
Aku berpamitan dengan teman teman asramaku saat di ruang rekreasi. Tentunya Susan dan Hannah yang paling heboh.
"Beri tahu kami jika ada laki laki tampan," ucap Susan.
Aku tertawa pelan. "Tentu saja," kataku.
"Hati hati." Hannah mengusap bahuku sebelum aku pergi dengan koperku.
Didepan pintu asramaku, Az sudah menunggu untuk membantuku membawa koper dan berpamitan. Dia mengantarku sampai ke danau hitam dimana kereta terparkir.
"I'll miss you," ucap Az lalu mengecup keningku. "Keep your heart for me. Aku tahu jika sesuatu akan terjadi," imbuhnya.
"Az, aku tidak pergi bertahun tahun, hanya dua hari," ujarku menggenggam tangan Az kencang.
"Go." Azriel melepaskan genggaman tanganku, menyuruhku masuk kedalam kereta. "Bye!" Dia melambaikan tangannya padaku sementara aku berjalan mendekati kereta.
Kami pergi dengan tiga kereta. Satu kereta untuk kepala sekolah dan dua lainnya untuk kami berpasangan yang sudah dipasangkan. Jadi aku berada didalam kereta bersama Riddle. Untungnya jika terbang, jarak London ke Prancis tidak lama.
Sikap Riddle akhir akhir ini membuatku bingung. Dia tak banyak bicara seperti biasanya atau merayuku. Biarkan saja, baguslah jika dia diam.
"Itu kudanya? Kenapa jelek?" tanyaku pada diriku sendiri saat melihat tak ada apapun yang membawa kereta kami.
"Bukan kuda tapi thestral. Mereka tidak jelek, memang bentuknya seperti itu," ucap Riddle menjawab pertanyaan monologku.
"Kau bisa melihatnya? Hermione bilang dia tidak bisa melihat thestral."
YOU ARE READING
Defouted || Mattheo Riddle
FanfictionSlytherin boys series #2 Ini bukan tentang The-boy-who-lived. Ini tentangku yang harus menggantikan posisi saudari kembarku untuk bersekolah disekolah sihir terbesar di Inggris. Dia menyembunyikan banyak rahasia tentang dirinya sebelum dia pergi. Tu...
