6. Masa Kuliah 2

28 7 0
                                    

"Tolong jaga Yesa sebentar," balas ibu Mun sambil melirik bayi dalam gendongannya. "Bapaknya Yesa lagi membeli es dan warung sudah semakin ramai, ibu nggak bisa ninggalin Yesa tanpa ada yang jaga."

Semuanya tampak meringis bingung, mereka tidak pernah menggendong bayi sebelumnya. Kecuali satu orang.

"Kian," kata Rajash membuat semua orang menatap Kian.

Kian yang paham mengapa Rajash memanggilnya pun segera berdiri dan mendekat pada ibu Mun, dia mengambil alih Yesa membuat wanita berhijab itu tersenyum lega.

"Ibu titip sebentar ya, Kian."

"Iya, Bu," jawab Kian kemudian kembali duduk setelah ibu Mun pergi.

"Cocok kamu jadi papa muda," celetuk Jarrel lalu mengusap kepala Yesa pelan.

"Diam, atau kamu saja yang gendong?" pungkas Kian dengan kesal.

Dengan cepat Jarrel mengangkat kedua tangannya tanda menolak. "Santai Bro, santai."

Sedangkan dari arah lain, Arsenio yang duduk berhadapan dengan Kian melihat seorang gadis yang berjalan ke arah meja mereka.

"Kian itu ada-"

"Hai, Kian."

Belum sempat Arsenio memberi tahu Kian bahwa gebetannya datang menghampiri, gadis itu justru sudah dulu sampai.

"Hai, Va." Kian berdiri dari duduknya dengan jantung yang berdetak lebih kencang dari biasanya, dirinya sangat grogi saat ini dan jangan lupakan Yesa yang masih ada digendongannya.

Alva, gadis berkulit putih dengan poni samping yang sedikit menutupi alis itu menatap bayi digendongan Kian dengan heran.

"Anak siapa ini?" tanya Alva lirih.

Kian menaikkan alisnya. "Anaknya ibu kantin, tadi dia titip ke aku sebentar."

"O-oh, kamu suka anak kecil?" Alva sedikit tergagap saat menanyakan itu.

"Kian memang paling suka sama anak kecil, Va. Tapi dia bukan pedofil, kok," celetuk Jarrel yang makanannya paling dulu habis.

Ih, kalau begitu aku nggak mau jadi pacar Kian. Pasti nanti dia ingin cepat-cepat menikah, lalu setelahnya ingin cepat memiliki anak. Aku 'kan childfree, ucap batin Alva yang bergidik ngeri.

Gadis itu lalu tersenyum paksa. "Aku ke sini mau ngabarin kalau besok malam aku nggak bisa jalan sama kamu, aku ada urusan penting."

"Bukannya di bbm kamu menerima ajakan aku?” Kian tentu kaget mendengar ucapan Alva. Padahal niatnya lelaki itu ingin menagih jawaban dari Alva atas pernyataan tentang perasaannya pada gadis itu yang ia ucapkan saat kencan mereka minggu lalu.

"Aku minta maaf, ya. Urusannya mendadak, kalau begitu aku pamit. Dah, semuanya," jawab Alva kemudian gadis itu segera pergi dari hadapan mereka dengan tergesa-gesa.

Mengingat hal itu, Kian hanya bisa tertawa geli. Apalagi setelah tiga hari Alva membatalkan ajakannya, Kian melihat dengan langsung gadis itu sedang berpelukan dengan lelaki dari kampus lain. Namun, kejadian itu tidak membuat Kian menyesal atau benci pada Alva. Ia menganggap hal itu adalah salah satu pengalaman hidup yang kelak bisa dirinya ceritakan pada anak serta cucunya di masa depan.

"Nasib-nasib." Arsenio menggelengkan kepalanya, ia jadi rindu masa-masa sekolah dulu.

"Kalau lagi kumpul begini, aku jadi rindu masa awal pertemuan kita," ujar Rajash membuat yang lain mengangguk setuju.

"Iya, waktu berjalan begitu cepat. tidak terasa sekarang Jarrel sudah memiliki seorang putra, Rajash sebentar lagi akan menikah, Kian sudah memiliki tunangan, dan aku ... jelas aku sudah memiliki dua putri yang saaangat cantik. Tinggal kamu, Sen." Finn menatap Arsenio penuh tanya.

"Doakan saja," balas Arsenio dengan senyum tipis.

"Oh, ya. Aku hampir lupa," ujar Rajash kemudian berdiri dari duduknya membuat yanglainnya mengernyit heran. Setelahnya, pria itu kembali dengan membawa sebuah plastik berukuran sedang lalu meletakannya di atas meja. "Ini, jangan lupa dipakai saat acara pernikahanku nanti."

Jarrel melongok sedikit pada plastik yang Rajash bawa. "Kalian bisa jahit di tempat istriku, ya."

"Hm, terserahmu saja," balas Arsenio.

"Atur saja lah, Rel." Finn kemudian berdiri dari duduknya. "Aku pulang duluan ya, Adyn sudah mengirim pesan," ujarnya membuat Kian memberikan Rhea yang sedari tadi tertidur dipangkuannya kepada Finn.

"Aku juga pulang, ya. Iniku bawa, nanti kalian tinggal datang saja ke rumahku untuk pengukuran." Jarrel pun ikut berdiri kemudian mengampmbil plastik yang di bawa Rajash tadi.

"Aku juga pamit," timpal Arsenio.

Kian pun sama, mereka berempat kemudian keluar dari area kafe Atma Lima. Berjalan menuju parkiran dan menaiki kendaraan masing-masing, Arsenio membunyikan klaksonnya lalu mengangkat tangan untuk berpamitan kepada yang lain lewat kaca mobil yang terbuka. Kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, saat ini jalanan tidak sepadat tadi sore. Butuh waktu sekitar duapuluh lima menit untuk Arsenio sampai ke rumahnya. Setelah turun dari mobil, pria itu berjalan memasuki rumahnya sambil melihat jam di ponselnya. Ada sedikit waktu untuknya membersihkan diri sebelum makan malam tiba.

"Baru sampai, Nak?" tanya Mila yang melihat Arsenio hendak menaiki tangga.

"Iya, Bu." Arsenio berjalan menghampiri Mila, kemudian mencium tangan ibunya takzim.

Mila mengusap sayang rambut sang putra, masih tidak menyangka bayi mungilnya kini sudah tumbuh menjadi pria tampan dan dewasa. "Kamu bersih-bersih, lalu turunlah untuk makan malam."

"Iya Ibukuu." Arsenio kembali menaiki tangga setelah mencuri satu kecupan di pipi sang ibu, membuat Mila menggeleng melihat tingkah putranya.

Arsenio membersihkan diri dan mengganti pakaiannya menjadi lebih santai, dirinya lalu turun menuju meja makan untuk ikut makan malam bersama.

"Om, mau aku kenalkan dengan mbaknya temanku, nggak?" celetuh Arjani saat melihat Arsenio yang sudah duduk di kursi dekat ibunya.

"Nggak dulu," balas Arsenio acuh tak acuh. "Hebat juga, baru hari pertama sekolah sudah punya teman."

"Iya dong." Arjani menyibak rambutnya dengan gaya sombong. "Mau ya, Om. Kenalan aja dulu, siapa tau bisa jadi teman."

"Teman om sudah banyak," jelas Arsenio sambil mengambil nasi.

"Kenalan doang, Sen. Nggak masalah kalau kamu belum siap menikah, tapi masalahnya kamu tidak pernah membawa perempuan setelah tiga belas tahun lalu. Kamu ... normalkan?" celetuk Kalea yang sudah gemas dengan Arsenio.

Arsenio yang mulutnya terisi makanan sontak terbatuk mendengar ucapan Kalea. "Normal lah!"

GARIS FANAWhere stories live. Discover now