2.3. Dilema Lith

107 12 5
                                    

Dari jendela tempat kerjanya, Lith bisa melihat Farrel dan Lukas yang baru saja pulang. Keduanya mengaku jalan-jalan ke pasar gelap dan baru sampai di rumah mendekati dini hari. Seminggu terakhir mereka sering menghilang dari rumah tanpa arah yang jelas. Meskipun begitu, anehnya, tugas mereka membereskan petisi yang timbul sepertinya menghasilkan progress. Hari ini empat dalang protes menelefon untuk mohon bertemu. Suara mereka terdengar panik.

Apa yang sebenarnya dilakukan dua anak itu? Lith penasaran.

Sayangnya ketika menanyai Farrel, yang dia dapat malah kalimat sok misterius, "Ada banyak hal rumit yang kami kerjakan. Ayah sebaiknya ngga perlu tahu banyak. Aku ngga mau membuat ayah stress kemudian ngobrol dengan merpati untuk menghibur diri."

Anaknya bicara dengan sombong seperti mengatainya bodoh. Melihat muka sok tahu Farrel, Lith mulai jengkel pada anaknya itu. Dia tidak sadar kalau Farrel hanya membalasnya karena seringkali banyak menyembunyikan sesuatu dan lelet mengambil keputusan.

Karena tidak ada yang bisa dilakukan agar Farrel membuka mulut, Lith mengabaikan rasa penasarannya dan membiarkan Farrel dan Lukas membongkar perpustakaan untuk mencari informasi tentang kuil Verita. Mereka sepertinya tinggal membereskan yang satu itu untuk meredam gelombang protes yang sekarang sibuk menyalahkan Iksvaku. Kalau itu benar bisa mereka selesaikan, satu beban besar akan terangkat dari pundak Lith.

Kalau dipikir-pikir, Farrel dan Lukas menyelesaikan tugas mereka dengan cepat. Lith sendiri merasa kalau dia tidak akan bisa menyelesaikannya secepat itu. Meskipun masalah itu datang karena Farrel membongkar hubungan tabunya dengan Lukas, setidaknya Farrel benar bisa menyelesaikan masalah yang dia akibatkan. Mungkin Farrel tidak sebodoh yang dia pikir. Kalau begini dia bisa merasa lega karena pewaris satu-satunya yang dia punya bisa diandalkan.

Dua hari berlalu. Lith akhirnya menerima dua Viscount dan dua Baron yang membuat hidupnya susah akhir-akhir ini. Keempatnya terlihat memelas dan takut. Mereka sepertinya datang untuk memohon sesuatu. Setelah mempersilahkan mereka bicara, barulah Lith tahu kalau Farrel menyewa pembunuh bayaran untuk membantai empat keluarga yang membuatnya kesal. Dalam sekejap leher Lith langsung tegang dan kepalanya pening.

'Anak itu! Apa dia mau menjerumuskan keluarganya ke jurang!' gerutu Lith dalam hati. Dia mulai paham kenapa semuanya selesai cepat. Farrel langsung berusaha melenyapkan pembuat masalah. Untung saja empat orang ini punya cara untuk menyelamatkan diri. Kalau tidak, dosa membunuh keluarga bangsawan akan mengundang hukuman dari kerajaan. Mereka semua hampir dibawa ke tiang gantungan.

Meskipun panik gara-gara tingkah anaknya, wajah Lith masih tenang. Dia terbiasa berakting sehingga sekedar menyembunyikan kecemasan, tidak masalah untuknya.

"Hal seperti ini tidak bisa diabaikan dengan mudah." Kata Lith setelah empat orang yang memohon ampun ini menyelesaikan semua keluhan mereka. Bagaimanapun mereka sudah menyusahkannya sehingga Lith berniat untuk memberi hukuman yang layak.

Mendengar kalimat itu, empat orang yang datang mengeluarkan proposal mereka. Mereka sudah menyiapkan daftar kompensasi yang akan diberikan. Begitu Lith membacanya, dia cukup terkejut karena mereka memberikan lebih banyak daripada perkiraan. Orang-orang ini sepertinya sangat putus asa sehingga membawa penawaran yang menyenangkannya.

***

Setelah selesai mengurusi empat mantan pengkhianat yang menyusahkannya, Lith melangkah menuju perpustakaan untuk memberikan penataran pada anaknya tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kalau tidak segera memberi tahu Farrel tentang hal-hal ini, Lith merasa suatu hari anaknya akan menjerumuskan seluruh keluarga ke dalam bahaya.

Sesampainya di perpustakaan dan membuka pintu, orang yang dia cari sudah tidak ada.

"Farrel kemana?" Tanyanya pada penjaga.

"Tuan muda mengatakan kalau mau ke kuil, Tuan"

Dang, anaknya sudah berangkat. Apa yang akan Farrel lakukan dengan kuil itu? Lith mulai khawatir.

***

"Sekarang warna rambutmu semakin cokelat." Kata Farrel sambil menyisir rambut Lukas.

"Benarkah?" Tanya Lukas heran. Awalnya Farrel mengatakan kalau rambutnya berwarna perak. Setelah itu menjadi pirang. Terakhir menjadi cokelat. Penampilannya sepertinya lama kelamaan kembali ke penampilannya ketika di kehidupan sebelumnya. Sayangnya hanya Farrel yang bisa melihat itu. Yang lain akan melihatnya memiliki rambut hazel dan mata zambrud. Bagaimanapun dia belum benar-benar menguasai badan yang dihuni sekarang seutuhnya.

"Iya. Lama kelamaan kamu kembali berpenampilan seperti ketika kita pertama kali bertemu dulu."

"Oh." Sahut Lukas. Dia tidak bisa melihat sendiri penampilannya itu sehingga tidak ada komentar yang muncul.

"Ngomong-ngomong, ajaran Kuil Verita aneh." Kata Farrel. "Biasanya ajaran agama akan fokus pada berbuat kebaikan untuk mencapai tempat yang baik setelah meninggal tapi kuil yang ini malah mengajarkan untuk segera mati."

"Iya. Tapi aku udah ngga bisa membedakan mana yang aneh dan mana yang ngga di dunia ini." Sahut Lukas. Dia menyerah soal itu. Logikanya tidak berguna di sini.

Namun, jika Farrel mengatakan kuil itu aneh, mungkin kuil itu memang aneh. Bagaimanapun mereka seperti mengajarkan bunuh diri. Menurut mereka, planet ini sudah tidak tertolong karena terkorupsi kekuatan jahat. Agar seseorang bisa kembali suci, orang itu harus banyak berdoa dan memohon ampun pada Sang Verita yang mencurahkan kebenaran. Jika beliau berkenan, beliau akan mengambil jiwamu ketika berdoa untuk diselamatkan. Dengan kata lain mereka akan dibawa pergi dari dunia ini secepat mungkin. Siapapun yang mati ketika berdoa adalah orang yang selamat. Semakin cepat mati semakin baik.

Lalu bagaimana dengan para pendeta yang tidak diselamatkan oleh Sang Verita? Kenapa mereka masih di sini? Tentu saja setiap dogma akan punya pembelaan, pengecualian, dan pembenaran. Kasus ini contohnya. Menurut kuil Verita, para pendeta mengemban tugas mulia sehingga mereka mengorbankan pembebasan demi menyelamatkan khalayak. Ketika tugas mereka sudah selesai, mereka akan diangkat segera.

Lukas yang tidak pernah percaya pada pengajaran agama manapun, hanya membaca dogma-dogma Kuil Verita sekilas. Dia hanya mengagumi kemampuan manusia untuk menciptakan khayalan dan kemudian tidak peduli lagi.

"Honey, apa kamu serius mau berdoa di kuil itu? Gimana kalau mereka punya metode cuci otak yang nanti malah membuatmu percaya pada keyakinan mereka?" Tanya Lukas pada Farrel. 'Kita juga sudah masuk blacklist mereka dan mungkin langsung digantung begitu sampai. Apa kamu serius?' Tambahnya dalam hati.

"Aku cuma ingin tahu. Sampai sekarang aku belum pernah masuk ke dalam kuil itu. Katanya di dalamnya bagus jadi aku penasaran."

"Jadi kita pergi bukan untuk membereskan mereka?"

"Kamu ngomong apa? Apa yang kamu maksud dengan membereskan? Emangnya ada yang bisa mengubah orang fanatik jadi berpikiran terbuka? Sekali mereka menganggap kita dipengaruhi iblis, ngga akan ada argumen yang bisa digunakan agar mereka berubah pikiran."

"Lalu kenapa kita datang ke sarangnya para fanatik itu?" Tanya Lukas heran. Suaminya ini selalu saja petualang dan gemar mencoba hal-hal berbahaya.

"Kan aku dah bilang kalau kita akan berdoa dan bertobat. Kita akan datang sebagai penjahat yang tiba-tiba mendapat pencerahan dan membawa berita itu pada pendeta." Jawab Farrel dengan ekspresi seperti seorang pemuka agama yang berceramah.

"Honey, aku ngga bisa berakting seperti itu." Sahut Lukas yang tidak tahu caranya menjadi manusia beragama.

"Kamu cukup diam aja. Aku akan bilang kalau kamu sedang puasa bicara karena diperintahkan oleh Verita." Farrel tidak mau akting buruk suaminya merusak rencana mereka.

"Apa mereka akan percaya kebohongan sekonyol ini?"

"Kalau kamu merasa itu konyol berarti mereka akan percaya."

***

Eternal Sun and Moon Vol 2Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu