Bab Lima Belas

Mulai dari awal
                                    

Audrey mengganti posenya. Kali ini pose yang lebih menantang. Badannya yang lentur terlihat jelas. Tak ada tanda-tanda wanita kaku yang tak bisa menari seperti yang diceritakan Audrey padanya. Arkan menarik nafas, ketika Audrey berhasil berdiri dengan tangan sementara kakinya menjulang ke atas. Keseimbangannya patut di acungin jempol. Audrey kembali mengganti posenya, dan Emily sibuk mengabadikan setiap perubahan itu. Kali ini Arkan harus mengakui pose kali ini seksi, dan cukup mengundang. Arkan mulai kewalahan dengan setiap gerakan Audrey. Wanita itu selalu menarik perhatiannya setiap kali ia menoleh kearanya. Arkan selalu memperhatikan Audrey. Jika ditanya sejak kapan, dia tak tahu. Ketika Audrey di kantor, Arkan akan memperhatikan suaranya, saat dia mulai bekerja bersamanya, Akran mulai memperhatikan seluruhnya. Apapun yang ada pada wanita itu. Kesadaran itu membuatnya cemas.

Ketertarikan Arkan pada Audrey begitu kuat, hingga terasa begitu mencekik. Arkan sangat menginginkan Audrey hingga membuatnya takut. Arkan harus berjuang begitu keras untuk tidak memikirkan hal-hal gila yang memenuhi otaknya, Arkan tahu gemuruh ditelinga tak ada hubungannya dengan volume speaker yang penuh dengan lagu BTS milik Emily.

Dan begitu Audrey selesai, wanita itu mendapati Arkan berdiri di pintu masuk. Audrey menatapnya, dan tersadar seolah ia mendapati sesuatu di mata Arkan yang membuatnya mematung. Lalu rona merah menjalar dari pipi ke lehernya. Rona merah yang selalu membuat Arkan ingin menggodanya lebih banyak. Audrey berdeham, mencoba mengembalikan rona pipinya. "Sejak kapan kau disini?"

Arkan berkedip, menetralisir sensasi aneh dari tubuhnya. "Baru saja." Dia terdiam sesaat, lalu memperhatikan Audrey mengambil air minumnya. "Kemampuan yogamu diatas rata-rata." Tilik Arkan, dia memasuki ruangan olah raga dan mendapati jaket Emily, kaos kaki, earphone, charger, dan sepatunya bertebaran di lantai.

Arkan mendesah jengah, dia sering menemukan barang-barang adiknya berserakan di rumah. Meski Audrey sudah mengumpulkannya dan meletakannya ke gantungan, barang-barang itu tak pernah ada habisnya berjatuhan ke lantai, seperti daun gugur.

"Em, pungut jeket dan sepatumu. Jangan menebarnya di lantai."

Emily mengalihkan tatapannya dari ponsel ke arah Arkan. Melihat kakaknya mulai kesal, Emily dengan malas mengambil jaketnya.

"Tumben kak Arkan pulang saat dunia masih terang?"

"Aku ada janji menonton dengan Audrey." Arkan menoleh kearah Audrey, yang dijawab anggukan samar oleh perempuan itu.

"Kau ingin kencan dengan Audrey?" Adiknya menyorot dengan mata penuh harap, seakan jawaban iya adalah kata yang paling tepat keluar dari mulutnya.

"Bukan kencan, tapi menonton." Emily menyipitkan matanya. Merasa ragu dengan pendengarannya. Dia lupa, tidak juga jawaban yang paling tepat keluar dari mulut Arkan. Dengan status baru-teman- yang Audrey sematkan. Pikiran gilanya tak boleh muncul dalam bentuk perkataan apalagi tindakan. Jika itu terjadi, hubungan damai yang berusaha dia jaga praktisnya jadi tidak akan sama lagi.

Arkan melebarkan kakinya, bersidekap memandang adiknya mengesot ke arah sepatu dan kaos kakinya. Masih berusaha memungut semua barangnya, meski ia malas mengikuti perintah Arkan. Namun, dibawah mata tajam Arkan, Emily tak berkutik selain menurutinya. Emily memungut semua barangnya dan memeluk barang-barang buangannya ditangan.

"Kalau bukan kencan lalu apa? Menonton juga termasuk kencan. Jangan kira aku tak tahu." Emily memanyunkan mulutnya. Dia kesal setiap kali Arkan memandangnya sebagai gadis kecil nan lugu.

"Bukan, kami akan menonton netflix di ruang keluarga. Kau juga bisa bergabung. Besok weekend, jadi kau bisa ikut kami." Ajak Arkan.

Emily berdiri, menatap Arkan dengan aneh. "Kak, kau mengajak Audrey menonton netflix? Bukan mengajaknya kencan ke bioskop? Apa yang terjadi dengan Arkan yang keren dan penakluk wanita? Kenapa kau mengajaknya menonton netflix? Kau harusnya berani mengajaknya menonton di bioskop." Emily mendesah lelah. "Aku tak tahu kakakku seperti ini." Dia menoleh kearah Audrey. "Maafkan ketidak-gentle-lan kak Arkan, Au."

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang