Bab 10. Bekal Cinta

65 14 0
                                    

Bab 10. Bekal Cinta

Zinnia berjalan gontai menuju dapur Aryo. Dia sengaja datang pagi-pagi demi menikmati secangkir kopi di tempat favoritnya. Kepalanya terasa berat, semalaman dia menyesali keputusannya yang menerima tawaran Ajisaka, eh, Bu Sri tentang kerja sama itu. Ingin rasanya membatalkan perjanjian itu, dirinya tidak sanggup membayangkan kerja sama dengan Saka yang super tengil. Membayangkan hal itu membuat Zi bergidik ngeri. Dia sangat menyukai Bu Sri yang ramah dan baik hati, menjalin kerja sama Beliau pasti sangatlah menyenangkan. Namun, kemarin Bu Sri sudah menjelaskan bahwa semua urusan bisnisnya di-handle oleh sang putra.

Ingin rasanya Zi membentur-benturkan kepalanya ke dinding menyesali diri yang terperdaya oleh senyum maut Ajisaka. Sejak dulu Zi selalu saja meleleh melihat laki-laki tampan berlesung pipi. Sepertinya Zi perlu mereset ulang otaknya, bukankah Saka tidak termasuk definisi lelaki tampan dalam kriterianya.

"Aaarrrgh."

Zinnia menggeram dan menggumam tidak jelas seraya berjalan. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat sosok Salwa yang keluar dari dapur Aryo dengan celingak-celinguk. Zi melambaikan tangan, ingin memanggil Salwa. Namun, chef perempuan itu sudah keburu menghilang. Dengan tersenyum masam, dia menurunkan tangannya yang masih menggantung di udara.

Hatinya sangat penasaran akan tindakan Salwa yang sangat mencurigakan. Saat memasuki dapur kekuasaan Aryo maniknya tertumbuk pada  benda oval berwarna krem. Zi melangkah mendekati lunch box yang diletakkan di tengah meja. Jiwa kepo Zi memberontak. Tangannya terulur mengintip isinya. Matanya berkilat dengan menyeringai menatap bento yang dihias cantik. Buru-buru, Zi merapikan kembali kotak biru tersebut dan gegas duduk di tempat biasanya dengan dada berdegup. Perempuan itu tertawa dalam hati, merasa seperti maling yang takut ketahuan.

Sesaat kemudian sosok tegap menjulang masuk dengan santai. Aryo langsung melepas bluetooth ear phone dan memasukkannya ke saku dalam jaketnya. Seperti kebiasaannya, setelah melepas jaket dan meletakkan barang miliknya di loker, Aryo gegas membuat dua mug kopi. Dia menggeser satu mug berisi cairan hitam yang masih mengepul di hadapan Zi.

"Thanks, Yo ... kepala gue pusing banget pagi ini." Zi buru-buru menyesap kopinya setelah menghirup aromanya dalam-dalam. "Lapeeer," rengeknya menatap Aryo. Wajahnya dibuat memelas.

Mata Aryo menyipit menatap Zi seraya menggeleng samar. Laki-laki itu celingukan mencari sesuatu, sialnya hanya kue-kue pesanan pagi. Manik Aryo menangkap sebuah lunch box di meja. Setelah melihat isinya dia menggeser benda tersebut di hadapan Zi.

"Ogah gue

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


"Ogah gue. Itu punya elo, 'kan?" Zi berusaha menolak.

"Makan, Zi!" Aryo membuka tutup lunch box  itu hingga memperlihatkan isinya.

"Wow!" Zi pura-pura takjub setelah melihat isinya. "Lo punya penggemar rahasia ternyata," godanya, "cie-cie, siapa Yo?"

"Makan Zinnia! Mulutmu reseh kalo laper!"

"Ogah gue! Entar ada hati yang tersakiti!" Zi mencibir demi menahan gengsinya. Namun sesaat kemudian perutnya berbunyi meminta perhatian. Zi meringis saat Aryo menatap tajam.

Laki-laki itu kemudian beranjak dari duduk. Dia bergerak mengambil sesuatu dari lemari penyimpanan dan menuju kompor. Terdengar suara berdesis bersamaan menguar aroma harum mentega dan daging yang di bakar. Hanya butuh lima menit buat Aryo menyajikan sandwich di hadapan Zinnia.

Mata Zi mengerjap. Dengan cepat perempuan itu meraih roti berisi daging dan menggigitnya. "Enak, Yo. Thankhhou!" ucap Zi dengan mulut penuh. Setelah habis separuh, dia berpaling, "Lo enggak makan?" Alis dan mata Zi bergerak dengan dagu menunjuk pada kotak berwarna biru.

"Belom laper." Aryo memilih menyesap kopinya lagi.

"Lo sering dapet bekal cinta, ya?" Zinnia menatap Aryo seraya menaikturunkan alisnya.

Aryo hanya diam tidak menanggapi ocehan Zi.
Merasa diabaikan Zi mendengkus keras. Bibirnya mengerucut. "Terima aja, Yo, cintanya. Bukannya lebih baik dicintai daripada mencintai. Eh, tapi kalo gue, sih, tetep milih sama-sama cinta," ucap Zi terkikik.

"Kamu ngomong apaan, Zi? Siapa cinta siapa?" Aryo berpaling menatap Zi.

"Salwa, eh!" Zi meringis mengacungkan tanda victory. "Gue kabur aja, ah. Dadaah Aryooo!" Di buru-buru keluar sebelum diceramahi Aryo.

***

Bekerja sesuai passion adalah hal yang sangat menyenangkan. Apalagi ketika hal itu berkembang dan menguntungkan. Kecintaan Zi pada bidang kuliner sudah tertanam sejak kecil. Mama Zinnia mempunyai toko bahan-bahan kue dan hobi sekali bereksperimen dengan resep kue terbaru. Hobi itu menular pada putri tunggalnya.

Zinnia kecil yang semula hanya mengamati, lama-lama ikut membantu. Awalnya dia hanya bertugas mengambilkan bahan, meningkat dengan membantu menimbang atau memegang mikser hingga akhirnya Zi berani mencoba resep sendiri. Keahlian Zinnia membuat kue mengantarkan Zi untuk membuka toko kue setelah keluar dari rumah sang mama. Dia memilih hijrah dan membuka lembaran kehidupannya sendiri semenjak mamanya menikah kembali.

Memang benar jika Tuhan akan mengganti kesedihan seseorang dengan kebahagiaan. Kesedihan Zi meninggalkan rumah masa kecilnya dan sang mama, Tuhan ganti dengan keluarga baru. Wina, Aryo, Salwa, Aksan dan Gita adalah keluarganya sekarang. Zi menemukan cinta dan kehangatan keluarga di Peony Corner.

Perjuangannya bertahun-tahun berbuah manis. Dari yang semula menjual aneka kue buatannya demi bertahan hidup, kini Zinnia bisa mempunyai usaha sendiri. Ada masa berganti dan hal lain yang menjadi prioritas. Saat ini Zi tidak lagi turun ke dapur karena lebih banyak menangani manajemen. Beruntung, dia mengambil kuliah jurusan Manajemen ... meskipun hanya di Universitas Terbuka. Situasi dan kondisi Zi tidak memungkinkan untuk menjalani kuliah secara normal.

Entah sudah berapa lama Zi sudah berkutat dengan angka dan tabel di depan laptop. Sejak sore, dia tenggelam dalam ruang kerja guna membuat perhitungan BEP untuk cabang barunya. Ya, mau enggak mau akhirnya Zi harus menerima dengan lapang dada keputusan kerja sama dengan Ibu Sri.

Siang tadi Ibu Ajisaka menelepon Zi, mengingatkan untuk membuat draft proposal sesegera mungkin. Bu Sri bahkan sudah menyebutkan nominal modal yang sudah disiapkan. Padahal Zi merasa khawatir perihal kaki beliau, namun Bu Sri hanya tertawa dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Aida merawatnya dengan baik sehingga dia sudah bisa berjalan meskipun sedikit tertatih.

Nama Aida mengusik hatinya sejak kemarin. Zi mengamati kedekatan gadis itu dengan keluarga Ibu Sri dan bagaimana pandangannya yang tak biasa terhadap Saka. Ingin Zi melontarkan tanya saat Saka mengantarnya pulang. Namun ditelan lagi keingintahuannya. Dia tidak mau Saka tertawa senang dan mengejeknya cemburu. Demi apa Zi cemburu terhadap seorang Ajisaka. Cih!

Zi memijit keningnya yang sedikit terasa pusing. Memikirkan angka-angka ditambah memikirkan kekesalannya terhadap Saka merupakan kombinasi sempurna.  Dia melirik jam di pergelangan tangan, ternyata kedai sudah tutup satu jam yang lalu. Pantas saja dia merasa lelah berjam-jam duduk di depan laptop. Zi berdiri dan merentangkan tangan serta menggerakkan lehernya, berusaha melemaskan otot-ototnya. Dia memutuskan untuk pulang.

Kedai sudah gelap saat Zinnia sampai di bawah. Dia membuka pintu kedai dan bergegas keluar. Tampak Salwa celingak-celinguk dengan wajah cemas.

"Salwa, elo kenapa?" tanya Zi seraya mendekat.

"Motorku bocor, Mbak," keluhnya, "dari tadi pesen ojol engak ada yang respons."

"Ya, udah—"

"Ada apa, Zi?" Aryo tiba-tiba muncul di belakang Zi.

Manik Zi berkilat. Dia berpaling ke arah Aryo. "Yo, tolong anterin Salwa. Rumahnya 'kan searah sama kos elo." Tangan Zi mendorong Aryo.

Aryo menatap Zi sejenak kemudian berpaling ke arah Wina. "Ya, udah ... yok." Aryo berlalu menuju motornya diparkir.

Zinnia bisa menangkap sekilas wajah Salwa yang merona di bawah cahaya lampu. Gestur chef perempuan itu terlihat malu-malu ketika naik di belakang Aryo. Zi berseru, "Pegangan Wa, Aryo suka ngebut tuh. Yooo ... jagain anak orang. Hati-hati! Dadaaahh." Zi melambaikan tangan seraya tersenyum miring. "Sepertinya gue harus jadi comblang," gumamnya dalam kegelapan.

***

Aduh, Zi ... sok-sokan mo nyomblangin orang. Nyomblangin diri sendiri napa😒

Yuk ... yuk mampir di ceritaku Terikat Akad.  Dijamin baper! 😘

Peony CornerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora