6. Kemalingan Tangga

29 6 0
                                    

Menunggu itu hal paling membosankan di dunia.
Jika, kau hanya berdiam diri tanpa mengalihkan pada hal yang lebih bermanfaat bagimu. Pun orang lain.


◇◇☆◇◇

Dhalem Tengah.

Kediaman Kiai Anwar yang dulunya terasa sangat sepi ketika seluruh putra-putrinya berada di pesantren tempat menimba ilmu masing-masing. Ada yang di Jepara, Sidogiri, Buduran, dan Lirboyo.

Beliau sendiri tinggal di Dhalem Utara. Kediaman utama keluarga besar pengasuh pondok putri. Disana ada Kiai dan Nyai sepuh dan putra bungsu Kiai Anwar yang masih berusia sepuluh tahun.

Semenjak Lora Akbar dan Neng Husna sama-sama menikah mereka memutuskan mendiami Dhalem Tengah. Tempat mereka menghabiskan masa kecil. Pun Lora Hamada yang tidak mau mondok sebelum lulus MA juga tinggal disana.

Ada sebuah gazebo kayu di bawah pohon mangga. Santri Basmalah menyebutnya kardu. Berdiri kokoh dengan cat coklat muda. Tempat itu biasa dibuat tongkrongan Lora Hamada, Lora Amjad, si kembar, dan Syamim. Ada juga beberapa Lora yang lain, namun merekalah yang lebih sering terlihat disana.

"Ziiiiiiiil, loberreh yeh (1). Panggilan alam, nih,"

Basmah berteriak dari luar pintu wc nomor tiga. Dia mengantri di depan agar tidak ada santri yang menyerobot masuk kalau Nazila sudah keluar.

"Iyeh. Ken engkok kik a wudu' eh,(2)" Ucapnya balas berteriak.

"Je' bit abit. Tak kuat la'nah(3)." Lagi-lagi dia bersuara sambil memegangi perut yang terasa mulas.

Kamar mandi santri terbagi menjadi dua bagian. Luar dan dalam. Bagian luar digunakan untuk mandi, wudu dan mencuci. Tempat penampungan airnya berupa kotak persegi panjang sekitar lima meter. Menampung banyak air yang kadang tidak cukup bila sudah mandi berbarengan.

Sedangkan di dalam khusus untuk buang air besar. Wc terbagi menjadi tujuh unit. Berjejer dari utara sampai selatan. Meski peraturan tidak memperbolehkan mandi di dalam wc karena menghampat santri yang sekedar buang air atau berganti pembalut, masih saja banyak yang melanggar. Entah mandi biasa atau kadang justru mencuci pakaian di dalam.

"Ish siapa sih yang naroh pembalut disini. Kenapa nggak langsung dibuang ke tempat sampah!" Basmah menggerutu baru menyadari ada pembalut di pojokan wc.

Hari Ahad. Salah satu hari libur yang ditunggu-tunggu para santri. Siang itu, Basmah tiba-tiba kebelet setelah makan rujak mangga di asrama. Dia langsung berlari ke kamar mandi yang jaraknya cukup jauh bagi orang yang ingin menunaikan panggilan alam.

Saat di belokan menuju pintu Daerah D, pendengarannya sempat mendengar keributan di Dhalem Tengah. Dia menduga pasti si Lora ngamuk lagi, deh. Pikirnya tak menoleh sedikitpun.

Benar saja. Setelah selesai urusan perut, dia berniat kembali ke asrama. Siapa sangka kelebatnya di pintu samping justru diketahui Neng Husna. Putri pertama Kiai Anwar yang sekaligus bibi ipar si kembar memanggilnya. Menyuruh ke halaman.

"Ka'dintoh,(4) Neng." Dia menyahut dengan takdim sembari berlari.

"Bas, kamu bisa manjat?" Tanya beliau memijit kepalanya.

"Enggi,(5) Neng. Ada yang bisa saya bantu?"

Neng Husna bercerita kalau putranya tantrum dan membuang beberapa barang berharga miliknya. Tak tanggung-tanggung, bocah tiga tahun yang sekarang sedang dibawa Lora Amjad membeli jajan melempar ponsel uminya ke atas genteng. Dia sedang butuh ponsel itu untuk menghubungi suaminya yang sedang berada di Tuban. Mengunjungi orang tua yang sedang sakit.

Basmalah Cinta (TERBIT di AE PUBLISHING)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora