5. Madura itu, Unik

28 6 4
                                    

Reng Madureh agemana depadeh
Ca' Madureh bahasana ta' padeh

◇◇☆◇◇

Pertama kali menapak di bumi Madura perasaan Basmah campur aduk. Tak bisa menerjemahkan dalam satu kata saja. Suasana dan keramahan masyarakatnya sungguh membuatnya takjub.

Hanya satu kalimat yang terlontar, "Masya Allah tabarakallah" saat orang tuanya bertanya pendapat. Tak lupa mengacungkan dua jempol. Kalau saja mengangkat kaki di depan orang tua itu boleh, pasti memperlihatkan dua jempol kakinya.

Perjalanan panjang dari Jakarta ke Pulau Madura dibuat asyik karena sepanjang perjalanan Amar membuka obrolan banyak hal dengan istri dan kedua putrinya.

Segala sesuatu yang dia ketahui dan pernah alami diceritakan. Bukan hanya sekedar pembunuh waktu dan pengalih kebosanan. Di balik semua itu ada pesan moral yang ingin disampaikan. Makna kehidupan sewaktu-waktu mungkin saja berguna bagi mereka.

Lelaki paruh baya yang memeluk bahu Basmah merapikan peci sebelum bercerita pengalaman aneh namun serasa penuh keajaiban.

"Dulu waktu kuliah pernah di ajak teman kampus untuk ziarah ke Makam Mbah Kholil,"

"Mbah Kholil? Dimana itu, Yah?" Badiyah memotong cerita.

"Madura. Tepatnya di kota Bangkalan."

Amar melanjutkan. Saat itu dia sedang dilanda musibah besar. Orang tuanya diuji dengan kesulitan ekonomi. Jangankan membiayai kuliah, untuk makan sehari-hari saja sangat kesusahan mendapatkan uang. Sedangkan saat itu, dia sedang semangat ingin lulus dengan nilai terbaik agar bisa mendapat pekerjaan yang layak dan meminang Bella yang masih berstatus santri Al-Barokah.

Pikiran Amar serasa jauh di awang-awang. Terlalu banyak masalah melanda keteguhan hatinya, hampir saja putus asa. Beruntung salah satu teman kuliah yang berasal dari Bangkalan mengajaknya ziarah ke Syaikhona Kholil. Bertawasul untuk mendapatkan jalan terbaik atas semua ujian yang sedang dihadapi.

Syaikhona Kholil adalah seorang waliyullah asal Bangkalan. Beliau seorang ulama karismatik yang sangat tawadu', alim dan memiliki karomah luar biasa. Beliau adalah pencetus berdirinya organisasi Nahdotul Ulama (NU) dimana ketuanya dipilih langsung oleh beliau, yakni KH Hasyim Asyari salah seorang muridnya yang sangat alim.

Beliau dimakamkan di desa Martajasah. Setiap hari ribuan orang datang berbondong-bondong untuk berdoa, ibadah, dan tentunya bertawasul pada beliau. Berharap Allah mengabulkan segala hajat dengan adanya perantara waliyullah.

Selama perjalanan Amar menyadari bahwa segala urusannya dipermudah oleh Allah. Mulai dari bis travel yang ditumpangi, makanan, serta beberapa kejadian aneh yang menurut temannya adalah salah satu karomah Syaikhona Kholil yang ditampakkan padanya.

Niatnya bertawasul semakin kuat. Yang awalnya lantaran ingin solusi dari semua masalah, berubah haluan semata-mata karenan rida Allah. Dia yakin sepenuhnya masalah ada bukan untuk menjauhkan. Melainkan untuk membimbing hambanya untuk datang mengemis kasih sayang Allah.

"Astaghfirullah. Kurang baik apalagi Allah padaku. Sudah diberi banyak nikmat, saat diberi ujian sedikit saja sudah mengeluh tak berkesudahan." rutuknya saat itu pada diri sendiri.

Selama tiga hari di Martajasah, Amar mendapati hatinya luar biasa damai. Enggan rasanya dia kembali ke Rembang. Jika saja tidak memiliki tanggung jawab besar pada keluarga dan kampus, ingin sekali mengabdikan diri menjadi salah satu pengurus Masjid Martajasah. Melayani keperluan umat yang sama-sama mencintai Syaikhona Kholil karena Allah.

Basmalah Cinta (TERBIT di AE PUBLISHING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang