Berkabung Dalam Lara Perih

3 1 0
                                    

Sang gulita telah tiba, ia pulang untuk menjadi mendung bagi pelita yang tak dapat membias melawan gelapnya hitam. Rasanya sangat pekat, cukup untuk membuat diriku terikat, cukup untuk mengundang hampa penghantar sesak. Ia akan menghadirkan sedih dan tangis, setelah tawa dan ria terbenam. Aku memeluk diriku sendiri, dengan linang beku nan dingin di tengah sepoi udara yang perlahan menusuk tiap sisi kulitku.

"Cinta itu lucu, ia suka bermain petak umpet." ujarku, melangkah maju mengabaikan keram yang berkunjung untuk menghentikanku. Namun, keram itu bukan apa-apa bagiku, maka aku terus melangkah maju, maju, maju, maju, maju, maju, maju. . . .

Keram itu perlahan merasuki sekujur tubuhku, sisa kepalaku saja yang tidak merasakan tusukan tajam yang menyakitkan itu. Tetapi aku tidak ingin berhenti, aku lawan terus rasa sakit yang terus menyiksa tubuh lesu yang saat ini sedang diriku paksa. "Aku pulang." ucapku, sebelum keram itu berhasil memakanku. Keram itu menjadi ketenangan bagi jiwaku, dan bagi ragaku yang mulai mengapung di balik indahnya sang biru yang ditemani rembulan malam. Wahai gulita, apakah ini yang namanya kalah?

t h o u g h t sTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon