******

Sementara, di tempat yang berbeda, Lucia berjalan menuju dapur. Sebenarnya, dia ingin mencari Joy untuk memberikan kalung berlian yang diwariskan secara turun menurun untuk menantu perempuan di keluarganya. Tapi, karena tidak mengetahui dengan jelas keberadaan menantunya itu, Lucia justru berjalan menuju dapur.

Di sana, Lucia bisa melihat beberapa koki yang sedang mempersiapkan berbagai makanan untuk pesta tersebut. Tak sengaja, mata Lucia menangkap sosok perempuan berusia empat puluh tahunan yang tak asing lagi di matanya.

Lucia tersenyum tipis. Seolah sedang menangkap seorang tersangka yang selama ini dia sendiri tidak mengetahui keberadaannya setelah beberapa bulan terakhir.

"Bibi Eli," sapa Lucia dari tempatnya berdiri. Perempuan yang bekerja sebagai kepala pelayan di villa itu, menoleh ke asal suara. Dahinya sedikit berkerut melihat seseorang bermasker dan pakaian serba hitam sedang menatapnya. Rasa rasanya, dia tidak mengenal perempuan itu.

"Maaf, ibu memanggil saya?" tanya Bibi Eli seraya berjalan mendekati Lucia.

"Kau tidak bisa mengenali suaraku?" Lucia menyentuh pelan pundak Bibi Eli.

Bibi Eli mencoba berpikir keras. Namun, belum sampai dia menemukan siapa pemilik suara tersebut, Lucia tiba tiba membuka maskernya untuk menampilkan
wajah aslinya. Alangkah terkejutnya Bibi Eli. Dia bahkan langsung membungkuk sopan pada perempuan yang telah banyak berjasa dalam hidupnya.

"Nyonya besar. Maafkan aku tidak mengenali suaramu, Nyonya." Lucia tersenyum puas melihat keterkejutan di wajah Bibi Eli. Perempuan yang telah dia anggap sebagai adik angkatnya itu, akan selalu menunjukkan ekspresi yang sama saat bertemu dengannya dalam situasi yang tidak di sangka sangka. Lucia kembali menutupi wajahnya.

"Kau terkejut melihat penampilanku, Eli?"

Lucia berpenampilan seperti itu hanya untuk menutupi wajahnya dari Joy. Dengan kata lain dia ingin menantang Ken untuk mengajaknya bermain petak umpet. Eli mengangguk pelan sebagai jawabannya.

"Kau pasti tahu jawabannya. Ini semua karena putraku yang kurang ajar itu. Bisa bisanya dia tidak memberitahuku tentang hal penting seperti ini. Cih ... Apa dia pikir aku akan diam saja?" Lucia berdecak kesal.

"Nyonya, aku minta maaf," ucap Bibi Eli seraya tertunduk. Lucia tersenyum smirk di balik maskernya.

"Untuk apa kau meminta maaf padaku, Eli? Kau merasa bersalah karena telah berada di pihak putraku?" Lucia tidak perlu basa basi. Dia langsung melontarkan pertanyaan menohok yang membuat Eli serba salah. Helaan napas yang Bibi Eli lakukan cukup menandakan jika dirinya menyesali sesuatu.

"Awalnya aku juga tidak tahu jika Villa ini akan dijadikan tuan muda sebagai tempat untuk tempat tinggal nona Joy. Aku pikir aku di pekerjakan di sini hanya untuk mengurus villa ini saja. Tapi, ternyata untuk melayani dan mengawasi nona Joy"

"Apa gadis itu bersikap baik selama berada disini?" Lucia tidak peduli lagi dengan alasan Ken mengerjakannya di villa tersebut.

"Sangat baik, Nyonya. Aku bahkan tidak menyangka jika dia selembut itu. Hatinya seperti malaikat. Dia memperlakukan kami semua seperti Nyonya memperlakukan aku. Tidak ada yang berbeda. Aku bahkan sudah menyayanginya seperti putriku sendiri." Bibi Eli tidak berbohong, dia menceritakan semuanya sesuai dengan fakta yang selama ini dia rasakan.

"Benarkah?"

"Aku tidak berbohong atau pun melebihkan, Nyonya. Kau mengenalku dengan baik." Lucia menganggukkan kepalanya. Dia memang yakin jika Joy bukan gadis buruk yang sesuka hatinya memperlakukan seseorang. Dari cara bicara dan gerak geriknya saja, sudah terlihat bagaimana kepribadian Joy yang humble.

"Bibi Eli?" Suara terkejut seseorang dari arah belakang membuat dua perempuan yang sedang mengobrol itu menoleh secara bersamaan.

"Nona muda Anna," sahut Bibi Eli Sopan.

"Bibi kenapa bisa ada disini?" Anna memicingkan matanya. Detik berikutnya dia mendengkus kesal menyadari sesuatu. "Pria licik itu ternyata menyeretmu juga dalam aksi gilanya ini? Begitu kan?" tebak Anna sekenanya.

Sebelumnya bibi Elli bekerja di kediaman mewah Ken dan mendiang Zella. Tapi, setelah beberapa bulan terakhir saat menyempatkan diri untuk mampir di kediaman kakaknya, Anna jarang sekali melihat keberadaan Bibi Eli. Pantas saja, ternyata perempuan yang telah bekerja selama tujuh belas tahun dengan keluarganya itu sudah berada di villa rahasia milik kakaknya. Bibi Eli hanya bisa mengangguk. Membenarkan semua tebakan putri majikannya itu.

"Maaf, jika harus mengecewakanmu, Nona muda," Anna berdesis seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Tapi, kekesalannya itu bukan dia tujukan pada Bibi Eli, melainkan pada Ken.

"Bibi harus membantu Joy. Jangan sampai dia mendapat perlakuan buruk dari mas Ken." Bibi Eli meletakkan jari telunjuknya di depan bibir seraya nenoleh kesekitar.

"Sstt! Jangan menyebut nama itu, Nona muda. Disini namanya Andra. Akan menyusahkanku jika ada yang mendengarnya. Terutama nona Joy. Dia bisa saja kabur dari sini, dan itu bisa semakin memperburuk keadaan." Bola mata Anna berputar. Dia sungguh sudah jengah. Ingin sekali rasanya meneriakkan nama Ken dengan keras hingga terdengar seluruh orang yang ada disana.

"Lebih baik dia kabur dari pada harus tinggal dengan pria licik itu. Cih! Aku saja yang adiknya sudah muak. Andai kak Zella bisa melihat kelakuan suaminya, dia pasti akan murka dan mengutuk perbuatan Suami posesifnya itu."

"Anna. Sudahlah. Jangan buang tenagamu untuk marah." Lucia menenangkan putrinya. Jika di biarkan, bisa bisa Anna akan berbuat nekat. "Oh ya, dimana kakak iparmu?" tanya Lucia.

"Di kamarnya." Menunjuk ke arah atas menggunakan dagunya.

"Mama tidak penasaran dengan keadaan putra tercinta Mama itu?" tanya Anna dengan bibir mencebik. Lucia menggeleng.

"Aku tidak peduli dengan dia. Aku hanya ingin tahu keadaan menantuku saat ini."

"Aku pikir, kakak iparku benar benar telah jatuh cinta dengan suaminya. Ah, sayang sekali. Padahal, aku ingin menjodohkannya dengan sahabat baikku." Anna lagi lagi berdecak kesal. Jika saja dia lebih dulu mengenal Joy dia pastikan jika Ken tidak akan pernah bertemu dengan Joy. Bahkan Anna akan membiayainya untuk melakukan operasi plastik demi menghindari Ken yang berbahaya.

"Kau jangan berbicara sembarangan." Lucia memukul pelan lengan Anna.

"Aww! Sakit, Ma." Mengelus lengan tangannya yang terasa perih. Padahal, Lucia tidak memukul dengan keras. Dasar Anna saja yang berlebihan agar sang ibu mengurungkan niatnya untuk memarahinya.

"Kau jangan berbuat aneh, Anna. Dia menantu Mama. Tidak ada yang boleh memisahkannya dari keluarga ini." Anna hanya bisa mencebikkan bibirnya. Sementara Bibi Eli, dia tersenyum bangga sekaligus lega, karena Nyonya besarnya menerima keberadaan Joy sebagai menantunya.

Dengan kata lain, Bibi Eli akan sangat terbantu jika ingin membela Joy atau
menolongnya dari rencana buruk Ken. Ya. Semoga saja mereka bisa menyelamatkan hidup Joy dari ancaman balas dendam yang telah Ken rencanakan.

REVENGEWhere stories live. Discover now