"Terima kasih, Nat. Kami juga akan menyusul sebentar lagi," sahut Joy.

Nata hanya menunjukkan simbol OK dengan tangannya sebagai jawaban. Kemudian dia segera pergi dari dalam kamar. Meninggalkan sepasang suami istri itu.

"Kenapa kau kemari?" tanya Ken tanpa ekspresi. "Maksudku, kenapa meninggalkan tamu undangan."

"Aku takut terjadi sesuatu padamu." Mata Joy berair, kepalanya tertunduk. Ketakutannya akan kehilangan orang yang dia cintai seperti trauma yang mendalam yang sulit untuk di sembuhkan.

"Aku tidak apa apa. Kau dengar sendiri yang dikatakan Nata barusan. Aku hanya kelelahan saja." Masih menunduk, Joy menyeka sudut matanya yang sudah mengeluarkan bulir bening hingga membasahi wajahnya.

"Kau menangis?" Ken merubah posisi duduknya. Tangannya bergerak menarik tangan Joy yang dia gunakan untuk menyeka air matanya. Kemudian, sebelah tangannya lagi mengamit dagu sang istri dan menggerakkannya hingga kepalanya terangkat, sejajar dengannya.

"Joy." sapa Ken dengan lembut.

"Kenapa?" tanyanya. Bola mata Joy bergerak naik hingga beradu tatap pada netra sehitam tinta milik Ken. Beberapa detik mengamati wajah suaminya, Joy kembali bersuara.

"Aku tidak ingin di tinggal pergi lagi oleh orang yang aku cintai." Jantung Ken kembali bereaksi. Seperti ada sesuatu yang sedang meremasnya dengan kuat, hingga membuat rasa perih yang tak tertahankan. Untuk pertama kalinya Ken mendengar dari mulut Joy jika dirinya salah satu orang yang dia cintai.

"Kau mencintaiku?" Seolah ingin memastikan kembali jika telinganya tidak salah mendengar. Joy menganggukkan kepala sebagai jawabannya.

"Sungguh?" tanya Ken lagi.

"Aku tidak akan bersedia menikah denganmu jika aku tidak mencintaimu, An."

Argh! Sakit sekali!. Kenapa Ken harus merasa sesakit ini mendapat pengakuan cinta dari Istrinya? Seharusnya, dia merasa puas karena usahanya menjebak Joy telah membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Ken sampai menelan salivanya hanya untuk menahan rasa sakit yang tak dia rasakan. Seperti terluka, tapi tak memiliki darah. Sulit untuk di jelaskan.

"Tolong jangan tinggalkan aku dalam keadaan apa pun, An. Aku tidak akan sanggup jika harus kembali hidup sendiri." Buyar sudah pertahanan yang Joy tahan sejak tadi. Air matanya dengan cepat jatuh membasahi wajah cantiknya. Kedua bahunya mulai berguncang.

Dengan cepat Ken mnenarik tubuh Joy, membawanya kedalam dekapan hangatnya. Selalu saja, di saat melihat Joy menangis di hadapannya, hati kecil Ken merasa iba dan tidak tega. Melunturkan seluruh niat yang telah dia rencanakan sejak awal.

Entahlah, Ken juga bingung kenapa dirinya bisa seperti ini. Seolah memiliki dua kepribadian dalam satu tubuh. Dan itu hanya berlaku di depan Joy. Dia akan menjadi lembut dan luluh disaat saat tertentu, juga akan menjadi menakutkan jika hasrat balas dendamnya menguasai diri.

"Kau tidak akan sendiri, Joy. Aku akan ada di sampingmu," ucap Ken mencoba menenangkan Joy. Dari balik pintu kamar yang tak tertutup rapat, diam diam Anna semua kejadian di dalam kamar antara Joy dan Ken. Awalnya, ingin menerobos masuk saat melihat Joy mulai menangis. Tapi, saat Ken tiba tiba memberikan pelukan dan ciuman singkat pada Joy, membuat Anna mengurungkan niatnya. Antara senang dan bingung, Itulah ekspresi yang terpahat diwajah Anna.

Jika melihat perlakuan Ken pada Joy saat ini, Anna yakin jika Ken bisa diandalkan untuk menjadi suami yang baik dan perhatian bagi Joy. Tapi, jika mengingat bagaimana ambisiusnya Ken untuk membalaskan dendamnya, Anna menjadi takut membiarkan kakak iparnya itu tinggal dalam satu atap yang sama selama dua puluh empat jam setiap harinya bersama Ken. Bisa saja kakak iparnya akan mengalami gangguan mental atau lebih buruknya bisa meregang nyawa dalam keadaan yang mengenaskan. Anna sampai merinding dan tak anggup membayangkannya. Dia hanya bisa berharap agar Joy mendapatkan kebahagiaan yang benar benar nyata. Sekali pun jika perceraian adalah pilihannya. Anna akan menjadi orang pertama yang mendukung, asalkan Joy bahagia dan bisa terlepas dari jerat balas dendam sang kakak.

REVENGEWhere stories live. Discover now