Secret Marriage - Bab 4

1K 186 8
                                    

Kakak-beradik itu teler di depanku. Clara lebih dulu tertidur dengan kepala di atas meja. Erick ingin menggendongnya ke kamar kosong tapi dia menyadari kalau dia sendiri tidak cukup kuat dengan keadaan sempoyongan seperti itu.

Ancaman Leo masih menari-nari di pikiranku. Perkataannya mengenai Erick membuatku agak merinding. Erick menyayangiku seperti adiknya sendiri bukan. Adik atau teman, ya, seperti itu. Tapi... kenapa aku mesti khawatir kalau Erick menyukaiku? Bukankah pria itu jauh lebih baik dari Leo. Aku seharusnya senang kan. Selama dua puluh delapan tahun aku hidup, aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai dan mencintai. Aku memang sempat menyukai Erick dan beberapa pria lain di sekolah dan di universitas tapi... itu hanya perasaan yang tak lebih dari sekadar rasa suka.

Aku mengambil dua bantal untuk kakak-beradik yang teler ini. Aku tidak tahu dari kapan mereka mengenal minuman jenis wine karena saat mereka berusia enam belas tahun, mereka sudah minum wine di depanku. Aku penasaran dengan rasanya tapi belum berani mencobanya. Aku tidak mau teler.

***

Keesokan paginya aku memanggang daging sapi dan menyajikannya di depan Erick dan Clara yang masih tertidur.

Erick membuka mata perlahan, dia melihatku menjajikan makanan dan minuman di atas meja. "Kalau kalian lapar makan saja ya. Aku mau berangkat kerja." Aku melihat Clara yang tertidur dengan mulut terbuka membentuk huruf O. Siapa yang bisa menyangka wanita secantik dan sekaya Clara kalau tertidur lebih cocok mirip kucing liar yang kelelahan.

"Jam berapa sekarang, Riss?" Erick mengucek matanya sembari duduk dan menyender di kaki sofa.

"Jam setengah delapan."

"Kamu pulang kerja jam berapa?"

"Hari ini aku lembur. Banyak kerjaan di akhir bulan. Leo akan memakiku kalau aku pulang jam lima sore. Kemungkinan aku pulang jam tujuh atau delapan. Kenapa, Rick?"

"Aku hanya bertanya. Kalau aku tinggal di sini semalam lagi tidak apa-apa kan?"

"Hahaha." Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. "Ini kan apartemen kamu."

"Ini milikmu, Riss. Aku membelikannya untukmu."

"Iya, tapi, apartemen ini juga milikmu."

Erick tersenyum. "Oke, sabar ya kalau Leo ngomel-ngomel."

"Aku selalu sabar, Rick." Aku meraih tas warna hitam merk lokal yang aku beli saat aku ada flash sale setahun yang lalu. Tas yang tadi harganya tiga ratus lima puluh ribu rupiah menjadi seratus lima puluh ribu rupiah.

Aku ternganga ketika aku membuka pintu apartemen. Leo berdiri tepat di depanku. Dia melepas kacamata hitamnya. Sebelah sudut bibirnya tertarik ke atas.

Dahiku mengerut tebal. Mau apa lagi di ke sini?

Kami saling bertatapan beberapa saat lamanya. Mulutku agak kesulitan untuk terbuka. Rasanya malas sekali bertanya pada Leo tentang kedatangannya. Kalau bukan masalah kerjaan aku tidak akan pernah berbicara dengannya.

"Hai, slave." Dia berkata dengan nada suara paling menjijikan yang pernah aku dengar darinya.

Kalau bukan karena pesan William Xander aku sudah pasti menonjoknya. Tak peduli siapa Leo. Namun, pesan Pak William membuatku terbiasa menahan diri saat diremehkan Leo.

"Dia memang seperti itu, Riss. Dia punya kontrol emosi yang buruk. Entah karena tuntutan Adam dan Sonia yang menginginkan Leo menjadi yang terbaik atau karena memang pada dasarnya Leo memiliki sifat buruk Adam. Tapi, dia tidak sejahat itu. Percayalah. Kamu bisa minta tolong pada Erick kalau Leo sudah sangat keterlaluan."

"Mau berangkat ke kantor bareng?"

Mataku menyipit menatap mata Leo. Mata itu... jelas menginginkan sesuatu dariku. Apa soal semalam? Soal perdebatan kami semalam?

***

Aku mengerjapkan mata. Erick berdiri di belakangku. "Kenapa, Riss?" tanyanya. Lalu matanya tertuju pada Leo. "Ada apa?"

"Aku hanya ingin mengajak Rissa berangkat ke kantor bareng."

Aku tidak tahu apakah Erick masih mengingat perkataan Leo kalau dia terobsei denganku mengingat malam itu dia menenggak banyak wine.

"Aku berangkat dulu ya, Rick."

"Kamu mau berangkat dengan Leo?"

"Dia sudah datang sepagi ini hanya untuk menjemputku, jadi aku rasa tidak ada salahnya kalau aku pergi ke kantor bareng dia."

"Oke. Hati-hati di jalan ya."

Aku mengangguk.

Leo dan Erick sempat bersitatap sebelum kami pergi.

***

Secret Marriage (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang