Part 35 - Positif

Start from the beginning
                                    

"Aku takut," Phoenix menggelengkan kepala. "Aku nggak siap dengan hasilnya."

"Kalau beneran positif, nanti atau sekarang sama aja." jelas Atlas mengingatkan.

Phoenix mendesah frustasi. "Waktu itu mama memergoki kita. Mama melihat kamu mencium aku. Mama ngomong sama aku. Aku takut banget, mama pasti mengawasi kita." jelasnya terbata. "Kalau hasilnya positif, aku nggak tahu harus bagaimana lagi."

Phoenix tidak kuasa menahan isaknya. Akhirnya lolos dan tubuhnya bergetar. Dia sangat ketakutan. Harusnya tadi malam mereka tidak melakukannya lagi. Meskipun Atlas mengeluarkannya di luar, kemungkinan untuk hamil tetap ada.

"Cek sekarang!" Atlas bangun. Mereka sudah berjanji akan mengecek setelah selesai ujian.

Phoenix menggeleng, namun laki-laki itu sudah menarik tangannya menaiki tangga. Buru-buru masuk ke kamar Phoenix dan mengeluarkan testpack dari laci.

Jantung Phoenix menggila, Atlas memberikan alat tersebut padanya.

"Aku takut," cicit Phoenix.

Atlas tidak menjawab, dia mendorong Phoenix ke kamar mandi. Phoenix menahan tangannya saat laki-laki itu hendak keluar.

"Jangan pergi. Temenin aku."

Atlas mengangguk, Phoenix menurunkan celana dan menampung air seni ke wadah. Phoenix tidak berani merendam bagian ujung alat pengecek tersebut.

Atlas mengambil alih, meletakkan hati-hati dan jantungnya menggila sama seperti Phoenix. Merapalkan kalimat yang sama, semoga hasilnya negatif.

Mereka duduk di lantai bawah wastafel. Menunggu harap-harap cemas sambil berpegangan tangan erat. Fokus pada benda pipih tersebut tanpa suara.

Mereka sudah mengecek di internet berapa lama benda tersebut harus direndam. Ketika waktunya tiba, Atlas mengambil dan menunggu tanpa mengalihkan pandangannya.

Phoenix yang semakin takut beringsut memeluk Atlas. Nyaris tidak berkedip memandangi benda itu. Waktu seolah begitu lambat berputar, tangan mereka saling bertautan erat.

"Atlas ..." tubuh Phoenix ambruk tidak berdaya. Dia syok, hasilnya sudah keluar.

Atlas menahannya agar tidak jatuh ke lantai. Membawa ke pelukan sembari memandangi testpack itu dalam-dalam. Dalam sekejap, dunia mereka runtuh. Atlas pun syok dan tidak bertenaga.

"Atlas ..." Phoenix meraung-raung. "Aku nggak mau! Kita harus gimana?"

Atlas mengeratkan pelukannya dan meredam tangisan Phoenix di dada. Menggenggam testpack erat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Phoenix. Kausnya basah, wajah Phoenix berantakan penuh air mata.

"Kamu tenang dulu." bisik Atlas pelan.

Phoenix menggeleng, dia tidak bisa tenang sekarang. "Aku takut!" katanya. "Mama dan Papa akan tahu. Kita nggak jadi pergi ke Jepang. Kita akan putus. Semua yang udah kita rencanakan akan berantakan. Nanti bayinya gimana?" Phoenix memelan di akhir.

"Kita tetap akan pergi." jelas Atlas meyakinkan gadis itu. "Kamu tenang dulu, jangan panik."

Selanjutnya hanya raungan Phoenix yang terdengar. Lama-lama lemah meski pelukan keduanya masih erat. Pikiran Phoenix mendadak kosong saking banyaknya kemungkinan yang akan terjadi.

Atlas mengajak Phoenix keluar dari kamar mandi setelah mulai tenang. Atlas menggendongnya yang tidak memiliki tenaga lagi. Meletakkan di atas ranjang dengan hati-hati, Phoenix kembali menangis sedih.

"Jangan tinggalin aku," pinta Phoenix memohon pada Atlas. Air matanya kembali meluruh, dia semakin ketakutan.

Atlas membelai wajah Phoenix dengan senyum tipis. "Kita akan terus bersama-sama!" janjinya.

STEP BROTHER  [17+]Where stories live. Discover now