Bab 4

39 3 4
                                    

"Sialan!" suara Feng Xin nyaring keesokan paginya. "Kenapa semuanya begitu cerah?"

Mu Qing meringis. Feng Xin bangun lebih awal dari yang diharapkan.

Mu Qing baru saja keluar dari kamar tamu seusai meninggalkan ramuan untuk dewa yang sedang tertidur. Para dewa biasanya tidak mengalami pengar yang total, hanya sakit kepala yang cukup ringan yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, tetapi siapa yang tahu berapa banyak alkohol yang diminum Feng Xin pada malam sebelumnya. Jadi, saat Feng Xin masih terlelap pagi itu, Mu Qing pergi untuk memperoleh salah satu ramuan yang dapat menyembuhkan sebagian besar penyakit, sebab Mu Qing sendiri nyaris tidak bisa tidur.

Seperti yang diharapkan, dia menghabiskan setengah malam itu terjaga, ingatan akan tangan Feng Xin yang menyentuh rambutnya masih menghantuinya, menghina dia, pikirannya bercabang dan tidak tuntas, berupaya menganalisis semua yang telah diucapkan dan diperbuat oleh Feng Xin.

Pada akhirnya dia mengambil kesimpulan bahwasana Feng Xin pasti terlalu mabuk untuk mengenali apa yang ia ocehkan atau kuncir kuda siapa yang dia sentuh. Apabila dia siuman, barangkali Feng Xin akan menembak dirinya sendiri dengan busurnya sebelum dia dapat melakukan hal seperti itu.

Ini jauh lebih dapat diterima dibanding pemikiran yang liar, konyol serta sesat akal bahwa Feng Xin benar-benar beranggapan dia rupawan, benar-benar membalas perasaan Mu Qing yang menyedihkan. Seolah-olah itu akan terjadi.

Walaupun begitu, Mu Qing memberhentikan langkahnya setelah dia meletakkan ramuan tersebut di atas nakas Feng Xin. Posisi tidur Feng Xin buruk, akan tetapi fitur wajahnya saat tertidur anehnya tampak rileks, bahkan tanpa ekspresi yang memberikan kesan marah disertai kerutan pada wajahnya. Napas Mu Qing tercekat pada saat ia melihat pemandangan tersebut, dan dia terpaksa mengalihkan pandangannya, dengan terburu-buru pergi sebelum Feng Xin tersadarkan dari tidurnya dan melihat Mu Qing berdiri di dalam kamarnya.

Keputusan untuk meninggalkan kamar Feng Xin secepat mungkin merupakan keputusan yang bijak, sebab tampaknya tubuh Feng Xin berkutik setelah itu.

Dan seperti dugaannya, dia mendengar umpatan yang lantang sekaligus penuh amarah dari belakang.

Mu Qing membeku. Sayang sekali, Feng Xin memilih saat itu juga untuk terhuyung-huyung keluar dari kamar tamu, masih mengumpat dengan suara yang pelan tetapi tetap terdengar lantang.

Penglihatannya menangkap sosok Mu Qing yang tengah berdiri di lorong.

Mata mereka saling memandang satu sama lain.

Untuk waktu yang lama dan begitu canggung, ada keheningan yang menyertai mereka.

Kemudian wajah Feng Xin yang berwarna gandum menjadi sangat, sangat pucat lalu sangat, sangat merah.

"Sialan," dia mengumpat. "Sialan! Apa-apaan ini!! Kenapa kau - kenapa aku - Apa-apaan??!!"

Dalam batinnya, Mu Qing turut mengumpat, namun ia menjaga agar wajahnya tetap tenang. Menyilangkan lengannya, dia menjawab dengan dingin, "Kau datang ke istanaku pada tengah malam dalam kondisi mabuk, yang masih aku tunggu penjelasan darimu. Omong-omong, kau nyaris tidak mampu berjalan tanpa terhuyung-huyung jadi aku sudah cukup berbaik hati untuk tidak mengusirmu dari istanaku."

Umpatan-umpatan dari mulut pria yang lain semakin intens, dan Mu Qing menganggap Feng Xin yang mencengkeram rambutnya dalam kesengsaraan cukup membuat Mu Qing terhibur.  "Persetan dengan hidupku, sial sial sial sial! Sialan! Apakah aku - apakah aku mengatakan sesuatu tadi malam?"

Wajah Feng Xin jauh lebih merah - bahkan lebih terang dibanding pakaian Hujan Darah yang menyolok mata, matanya yang gelap membelalak.

Mu Qing terlalu lama bimbang selama beberapa dupa, dan Feng Xin makin memucat. "Sialan!!!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[TL] Apakah Aku Ingin Tahu?Where stories live. Discover now