7 - just for a while

Start from the beginning
                                    

"Mobil saya nggak sengaja menyerempet motor sampai jatuh," mulut Vel mulai meracau, berimprovisasi asal saja. "Pengendara motornya luka ringan, sehingga saya harus mengantarkannya ke rumah sakit. Karena itu semua, saya jadi tidak sempat dan tidak terpikir untuk mengabari—uhm, mengabari kantor. Mohon maaf, Bu."

Jantung Vel yang berdegup kencang ikut berdoa semoga kebohongannya ini cukup meyakinkan.

"Oh, baiklah, Ibu Evelyn. Tidak masalah," jawab Amanda, si duplikat Siri itu. "Apa Ibu bisa ke kantor sekarang? Pak Thomas meminta untuk bertemu Ibu di ruangannya. Dimohon cepat ya Bu, karena satu jam lagi, Pak Thomas harus ke berangkat ke bandara."

Dengan panik, Vel mengecek jam yang tergantung di dinding kafe. Pukul sepuluh kurang lima. Perjalanan dari sini ke Vel ke kantor Simulatech idealnya memakan waktu sekitar empat puluh menit. Itu juga kalau tidak dibarengi macet. Mengingat hari ini Senin, hanya keajaiban yang bisa membuat Vel sampai di sana tepat waktu.

"B-baik, Bu, saya akan ke sana," Vel mendengar dirinya sendiri berkata, menyanggupi kemustahilan.

*

Siapa yang menyangka, setelah semua yang terjadi pada Vel dalam kurun waktu beberapa jam ke belakang, keberuntungan ternyata masih memihak padanya?

Vel tiba di kantor Tantra tepat empat puluh menit setelah dia menutup telepon dari sekretaris pribadi Pak Thomas tadi. Masih takjub, Vel memasuki gedung Simulatech. Kantor ini menyimpan banyak kenangan, sebenarnya. Dan begitu pintu otomatis lobi Simulatech tertutup di belakangnya, kenangan itu langsung membanjirinya bak semprotan udara pendingin ruangan yang dipasang di sekelilingnya.

Tantra baru saja naik pangkat tepat ketika Vel diterima sebagai salah satu staf human resources di sana. Tidak butuh waktu lama rupanya, hingga Vel menarik perhatian Tantra. Ujung-ujungnya, Vel hanya bekerja di sana selama dua tahun sebelum akhirnya resign karena menikah.

Vel masih ingat kafe di lantai 2, tempat dia dan Tantra sering menghabiskan waktu makan siang bersama. Dia ingat ruangannya yang dia bagi bersama tiga orang rekan kerja dan satu orang atasan. Dia bahkan masih ingat hari ketika dia resmi mengundurkan diri yang serasa baru terjadi kemarin sore. Pizza yang seolah menjadi makanan tradisional khas orang resign yang dia bagikan ke ruangan demi ruangan. Wajah-wajah yang mengatakan mereka akan merindukannya, sebagian tulus, sebagian tidak. Mereka memeluknya satu per satu untuk mengucapkan selamat tinggal. Hingga saat ini, tidak ada dari mereka yang masih berusaha menjalin kontak dengannya.

Jadi bagaimana Vel tidak terkesima, karena ketika begitu dia melangkah masuk, dia langsung disambut oleh kepala-kepala yang mengangguk hormat serta senyum-senyum formal?

Dengan kikuk Vel berusaha membalas setiap sapaan dan senyuman orang-orang yang berpapasan dengannya. Hampir semuanya tidak Vel kenali. Dia mempercepat laju jalannya agar segera sampai di depan lift.

Baru saat itu dia sadar bahwa dia tidak tahu di mana letak ruangan Pak Thomas.

Setengah menggerutu, Vel kembali ke meja resepsionis untuk menanyakan hal itu.

"Ibu Vel sehat?" resepsionis itu bertanya dengan alis berkerut. "Ruangan Pak Thomas kan ada tepat di seberang ruangan Ibu di lantai 3."

Vel buru-buru beranjak, bahkan tanpa mengucapkan terima kasih, sebelum resepsionis itu menyadari mukanya yang memerah.

Pintu lift berhenti di lantai 2 dan kemudian terbuka dengan suara ding yang merdu. Seorang wanita jangkung berumur 40-an masuk. Hak sepatu setebal dua bata yang dia kenakan berkelotak bising di lantai lift. Begitu melihat sosok Vel, keterkejutan mewarnai wajah wanita itu, membuat riasan setebal belasan sentimeter yang dia kenakan seolah memudar di tempat.

"Morning, Ibu Evelyn," gumam wanita itu, yang jelas memaksakan senyum salah tingkah. Vel bisa melihat kaki kanan wanita itu mengentak-entak gelisah, membuat suara hak sepatunya semakin kentara.

Vel mengenali wanita itu sebagai Mbak Keke, supervisor tim HR-nya dahulu, yang tidak pernah repot-repot berusaha ramah pada Vel. Ketika awal–awal Vel berpacaran dengan Tantra, pernah ada rumor bahwa dia hanya mendekati Tantra supaya reputasinya bisa naik di kantor. Meskipun Vel diam-diam mengakui itu tidak sepenuhnya salah, tapi tetap saja, namanya sempat jadi kasak-kusuk di sekitar lingkungan kantor. Vel tahu benar yang menyebarkan gosip itu adalah Mbak Keke. Ganjil sekali rasanya melihatnya sikapnya kini. Manggut-manggut, manut-manut, mesem-mesem. Seperti yang takut dan segan pada Vel.

Vel sebenarnya curiga Mbak Keke ini menyimpan perasaan kepada Tantra sudah lama, bahkan sebelum Vel hadir di kehidupan Tantra.

Terlalu terkesima, Vel hanya membalas sapaan mantan bosnya itu dengan anggukan singkat. Untunglah tepat di saat itu, lift tiba di lantai 3, dan Vel segera menghambur keluar tanpa menoleh lagi.

The Presence of Your AbsenceWhere stories live. Discover now