Part 32 - Testpack

Start from the beginning
                                    

"Badan lo kenapa bisa sepanas ini, Phoenix?" tanya Langit.

"Masuk angin kayaknya." jawab Phoenix seadanya.

"Terus kenapa masuk sekolah?" Fay sangat geram.

"Gue males di rumah."

Sesampainya di ruang UKS, Fay dan Langit membantu gadis itu duduk di hospital bed lalu membaringkan. Fay menutupi tubuh Phoenix hingga pinggang, kemudian menyuruh Phoenix istirahat. Keduanya kembali ke kelas supaya Phoenix tidak terganggu. Kalau ada apa-apa, Fay meminta Phoenix segera menghubunginya.

Phoenix tinggal sendiri di ruang UKS yang sepi. Dia menguap dan memejamkan mata. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuknya terlelap, Phoenix damai dalam mimpinya.

Beberapa jam kemudian, Phoenix bangun mendengar suara berisik di sampingnya. Tiap hospital bed ditutupi tirai, Phoenix hanya mendengar suara obrolan dua orang gadis sangat serius.

Phoenix mengabaikannya, dia memutar badannya dan mengecek ponsel. Ternyata sudah siang, ada pesan dari Atlas menanyakan kondisinya.

Menggulir layar ponselnya, Fay juga mengirim pesan. Phoenix segera membalas semua pesan, mengatakan dirinya baik-baik saja.

"Gue kemarin baru cek pake testpack, ternyata gue hamil."

Phoenix menghentikan jarinya mengetik keypad. Tiba-tiba jantungnya berdebar kencang.

"Gara-gara lu ML tiap hari nih!" salah satu dari gadis itu menjawab sambil terkekeh. "Rencana lo apa?"

"Apa lagi? Gue mau lanjut kuliah. Nggak mungkin kan, gue hamil? Gue masih muda."

Lalu gelak tawa gadis tadi terdengar nyaring. Seolah masalah itu hanya sepele. "Buruan deh sebelum janin lo bertambah besar."

"Gue ada kenalan nih. Mungkin besok atau lusa gue ke sana. Kita udah nggak aktif lagi belajar, makin cepet gue keluarin dari perut gue, makin cepat masalah selesai. Temenin gue ya?"

"Iya! Udah berapa bulan sih?"

"Dua bulan,"

"Pacar lo tahu?"

"Tahu. Malah dia yang nyuruh gue cepet-cepet keluarin. Dia belum bisa punya anak sekarang."

"Bener sih, kita masih muda. Masa depan kita masih panjang. Nanti kalo sudah waktunya, baru deh nikah sama punya anak."

"Lo sendiri gimana?"

"Gue main aman!" terdengar nada bangga dari kalimat yang dia ucapkan. "Tiap kali dia keluarin di dalam, gue langsung cek ke dokter. Nggak mau ambil risiko."

"Kalo lo hamil, pasti lo bingung bapaknya siapa," ejek gadis tadi mencibir.

Gelak tawanya kembali terdengar renyah. "Makanya main aman!"

"Ini jadi mungkin pas check-in di Bandung. Dia keluarin di dalam, soalnya dingin banget. Kita habis-habisan nyari keringat, yang gue nggak masuk sekolah."

"Yaudahlah, mau gimana lagi. Buruan deh keluarin sebelum terlambat."

"Iya nih. Gue juga capek banget tiap pagi mual-mual dan pusing. Badan lemas nggak ada tenaga, dikit-dikit tumbang gue. ML aja nggak semangat, pacar gue udah protes aja."

"Emang sih, hamil itu repot banget. Belum lagi ketahuan orang tua, repotlah!"

"Iya, makanya."

"Eh, udah mau pulang ya? Yuk, pergi."

"Bentar,"

Setelah itu hening. Kedua gadis itu telah pergi. Menyisakan Phoenix di bilik hospital bed diam tidak berkutik. Dia meraba perutnya, apakah dia juga hamil dengan perubahan yang dia alami sekarang?

STEP BROTHER  [17+]Where stories live. Discover now